Nasional
Nadiem Tampung Aspirasi Statuta UI
Rektor disarankan tidak rangkap jabatan jika tugasnya menjadi terganggu.
JAKARTA -- Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menanggapi terkait Statuta UI yang direvisi, salah satunya berkaitan dengan rangkap jabatan rektor. Nadiem mengatakan, dirinya menerima masukan dari sivitas akademika UI dan berbagai pihak mengenai peraturan pemerintah (PP) yang menjadi polemik tersebut.
"Saya menugaskan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Nizam) untuk menampung aspirasi dari sivitas akademika UI terkait PP Statuta UI," kata Nadiem, dalam keterangannya, Jumat (23/7).
PP Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI yang menggantikan PP Nomor 68 Tahun 2013 beberapa hari ini menimbulkan banyak kritik dari masyarakat, baik itu sivitas UI ataupun bukan. Salah satu pasal yang disorot yakni berkaitan dengan rektor yang dilarang merangkap jabatan pada jenjang direksi di satu badan usaha.
Namun, PP itu memberi celah kepada rektor UI untuk dapat merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Rektor UI Ari Kuncoro sebelumnya menjabat sebagai komisaris BRI, meskipun dikabarkan sudah mengundurkan diri sejak Rabu (21/7). Sebelum statuta UI direvisi, Ari Kuncoro dinilai melanggar soal ketentuan rangkap jabatan berdasar Statuta UI menurut PP 68/2013.
Nadiem mengaku, inisiatif pembahasan perubahan PP Statuta UI sebenarnya sudah dilakukan sejak 2019. "Pembahasan telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dan melibatkan semua pihak terkait. Pemerintah telah menerima masukan dari berbagai pihak," kata dia.
Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI), Saleh Husin mengaku, pihaknya baru menerima salinan PP Statuta UI beberapa waktu lalu. Tahapan selanjutnya yakni pihak UI akan mempelajari revisi statuta, kemudian ditindaklanjuti dengan rapat di MWA.
Menurutnya, semua proses revisi yang dilakukan sudah melalui mekanisme dan tata aturan yang berlaku. Ia pun berterima kasih kepada pemerintah yang pada akhirnya melakukan revisi terhadap PP Statuta UI.
Pendapat rektor
Sementara, sejumlah rektor ikut memberikan pendapatnya terkait PP Statuta UI yang disahkan Presiden Joko Widodo sejak 2 Juli 2021 itu. Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Jamal Wiwoho menilai rangkap jabatan pada rektor bisa saja. Namun, di dalam statuta kampus yang bersangkutan juga harus memperbolehkan peraturan itu.
"Nah, apakah dalam PP itu diperbolehkan atau tidak. Kalau diperbolehkan, ya boleh-boleh saja. Kalau tidak diperbolehkan, ya jangan. Karena rule-nya tertuang di dalam PP itu," kata Jamal, dihubungi Republika, Jumat (23/7).
Jika PP membolehkan rektor untuk rangkap jabatan, maka diharapkan rektor mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan baik.
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof M Nasih menilai waktu perubahan PP tentang Statuta UI tidak tepat. Sebab, revisi berbarengan dengan Ari Kuncoro yang rangkap jabatan antara Rektor UI dan wakil komisaris BRI.
"Waktunya tidak tepat. Pengesahan PP bareng dengan isu rangkap jabatan," kata Prof Nasih kepada Republika, Jumat (23/7).
Perihal isu rangkap jabatan, menurutnya, tidak banyak rektor yang rangkap jabatan. "Jadi, sebenarnya bukan karena jabatannya, tapi lebih karena kapasitas dan keahliannya," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Komarudin Hidayat. Menurutnya, rektor bisa saja merangkap jabatan bila memang keahliannya sangat dibutuhkan. "Kalau keahliannya sangat dibutuhkan dan tidak melanggar peraturan, menurut saya boleh saja," kata dia.
Namun, ia memberi persyaratan terhadap rangkap jabatan, yakni tidak melanggar peraturan dan bisa fokus pada tugas utamanya di bidang pendidikan. "Yang penting dia (rektor) bisa tetap fokus pada tugas utamanya, dan bisa berbagi waktu untuk memberikan manfaat bagi tugas lainnya," tegasnya.
Komarudin menegaskan, jika dengan rangkap jabatan berpotensi mengganggu tugas utama atau bahkan menimbulkan konflik kepentingan, maka sudah seharusnya rektor bisa menakar diri untuk tidak rangkap jabatan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.