Ekonomi
Kemendag Cari Alternatif Impor Pakan
Ketersediaan pakan berupa jagung dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan industri.
JAKARTA -- Harga pakan unggas dalam beberapa waktu terakhir masih cukup mahal hingga menyentuh Rp 8.000 per kilogram (kg). Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, pemerintah tengah mencari alternatif bahan baku impor agar harga pakan unggas dalam negeri bisa diturunkan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, pemerintah tengah berupaya untuk bisa mendapatkan bahan baku pakan unggas dari pasokan impor. Salah satunya, yakni distillers dried grains with solubles (DDGS) atau bungkil kedelai sebagai substitusi dari komoditas jagung.
"Kemendag sudah melakukan penjajakan melalui US Grains Council untuk bisa mendapatkan bahan baku pakan demi membantu peternak. Diharapkan itu menjadi solusi penyediaan bahan baku saat ini karena pakan masuk komoditas supercycle. Harganya tinggi," kata Oke dalam webinar Pusat Kajian Pertanian dan Advokasi, Kamis (22/7).
Oke menuturkan, opsi impor bahan baku itu akan dilakukan lewat penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia menjelaskan, sejauh ini di tengah tingginya harga pakan unggas pemerintah belum mengambil langkah penugasan impor karena harus memastikan ketersediaan bahan baku yang siap didatangkan.
Kenaikan harga pakan ternak dipicu oleh meningkatnya harga bahan baku yang digunakan untuk produksi. Baik bahan baku yang selama ini berasal dari impor maupun bahan baku local, yakni jagung. Menurut Oke, komoditas jagung menjadi salah satu komponen utama pakan yang sudah mengalami kenaikan harga sejak awal tahun ini.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, harga pembelian jagung di tingkat pabrik pakan selama Juni 2021 sebesar Rp 5.700 per kg. Harga itu naik 43,9 persen dibandingkan Juni 2020. Angka itu juga lebih tinggi 27 persen dari harga acuan pemerintah dalam Permendag Nomor 7 Tahun 2020.
Selain harga pakan, Oke menyampaikan, kondisi harga bibit ayam atau day old chick (DOC) yang masih tinggi juga memengaruhi kenaikan biaya produksi unggas. Namun, Oke menyampaikan, hingga pekan ketiga Juli 2021, harga DOC mulai turun 20 persen dari bulan sebelumnya, menjadi sekitar Rp 5.225 per kg. Namun, harga itu juga masih 4,5 persen di atas harga batas bawah penjualan.
Pakar Pertanian IPB, Mulando, menyampaikan, persoalan jagung yang mahal saat ini akibat ketersediaan dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan industri. Sementara itu, dilakukan penutupan impor jagung sejak 2016.
Mulando menilai, isu harga pakan yang mahal merupakan isu bertahun-tahun, tapi tidak jelas solusinya. Sementara, data pemerintah yang tidak akurat membingungkan pelaku usaha. "Jagung sebagai makanan pokok ayam broiler masih terus dirundung masalah yang makin menggunung," kata dia.
Ketua Dewan Pembina Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Tri Hardiyanto menyarankan kepada pemerintah untuk mengambil opsi impor jagung demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, dia menekankan, importasi tersebut harus dikendalikan secara ketat agar tidak mengganggu produksi maupun harga jagung lokal.
"Kalau melihat tahun ini, pada saat kita panen raya itu harga jagung malah naik," kata Tri.
Ia menilai, kebijakan buka-tutup impor menjadi penting ketika terjadi situasi seperti saat ini. “Kalau impor itu bisa menolong, saya pikir itu harus dilakukan karena harga bibit ayam pun semua tergantung jagung yang menjadi bahan baku pakannya," ujar Tri.
Gandeng peternak
PT Berdikari (Persero) mengajak para peternak unggas mandiri untuk menjadi mitra perseroan dalam usaha perunggasan. Berdikari menyiapkan pasokan final stock (FS) DOC yang siap dikembangkan oleh peternak dengan harga tetap. Direktur Utama Berdikari Harry Warganegara mengatakan, pihaknya sudah siap untuk melaksanakan kemitraan dengan peternak.
"Kami membuka dengan luas kemitraan dalam budi daya ayam melalui final stock. Kami berikan kesempatan ke peternak rakyat," kata Harry.
Ia menuturkan, pihaknya menetapkan harga tetap untuk FS DOC sebesar Rp 5.750 per ekor, termasuk biaya vaksin. Dengan kata lain, ketika harga naik hingga Rp 8.000 per kg, harga perseroan akan tetap sama. Sementara, ketika harga turun hingga di bawah Rp 5.000, harga akan tetap karena perseroan dituntut untuk tidak rugi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.