Kabar Utama
PPKM Level 4, Warteg Hingga PKL Dapat Rp 1,2 Juta
Pelaksanaan PPKM dibagi ke dalam empat level sesuai situasi pengendalian pandemi.
JAKARTA -- Pemerintah menyiapkan insentif sebesar Rp 1,2 juta bagi pelaku usaha mikro dan kecil selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4. Sesuai keputusan Presiden Joko Widodo, PPKM di Jawa-Bali diperpanjang hingga 25 Juli, tapi tidak lagi menggunakan istilah 'darurat'.
Pelaksanaan PPKM dibagi ke dalam empat level sesuai situasi pengendalian pandemi serta disesuaikan dengan sejumlah parameter, seperti tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit, kapasitas testing dan tracing, dan penambahan kasus harian. Adapun PPKM Level 4 adalah bentuk pembatasan yang tertinggi. Aturan pembatasannya sama dengan PPKM Darurat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, penerapan PPKM Level 4 di Jawa-Bali telah diatur dalam Instruksi Mendagri Nomor 22 Tahun 2021. "PPKM Level 4 di Jawa-Bali diterapkan di 120 kabupaten/kota. Di luar Jawa-Bali, ada 15 kabupaten/kota yang PPKM," kata Airlangga dalam konferensi pers, Rabu (21/7) malam.
Terkait jaring pengaman sosial, Airlangga yang juta Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional mengatakan, ada sekitar satu juta pelaku usaha mikro dan kecil yang akan menerima insentif masing-masing Rp 1,2 juta. "Para pelaku usaha mikro kecil itu seperti pemilik warung, warteg, hingga pedagang kaki lima," kata Airlangga.
Airlangga menjelaskan, penyaluran bantuan akan dilakukan oleh TNI dan Polri didampingi Kementerian Keuangan. Teknis penyaluran sedang disiapkan dan segera difinalkan.
Dalam penerapan PPKM Level 4, lanjut Airlangga, disiapkan pula insentif Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) bagi tiga juta UMKM. Nominal bantuan juga sebesar Rp 1,2 juta. Penyaluran BPUM dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Secara keseluruhan, total tambahan insentif jaring pengaman sosial yang disiapkan pemerintah mencapai Rp 55 triliun. "Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 55,21 triliun. Ini nanti terkait penambahan program, yaitu sembako, listrik, subsidi internet, Prakerja, selain itu insentif usaha mikro," jelas dia.
Berdasarkan Instruksi Mendagri Nomor 22 Tahun 2021, tidak ada perubahan signifikan terkait aturan pembatasan dalam PPKM Level 4 dibanding aturan mengenai PPKM Darurat. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar masih harus dilakukan secara daring dan pelaksanaan kegiatan pada sektor nonesensial juga masih diberlakukan 100 persen bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
Kemudian, aktivitas esensial pada sektor pemerintahan yang memberikan pelayanan publik yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya diberlakukan 25 persen maksimal staf bekerja di kantor atau work from office (WFO) dengan protokol kesehatan secara ketat. Untuk supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari, jam operasional dibatasi sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung 50 persen.
Pelaksanaan kegiatan makan/minum di tempat umum, seperti warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan, baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan/mal hanya menerima delivery take away dan tidak menerima makan di tempat.
Kegiatan pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan ditutup sementara kecuali akses untuk restoran, supermarket, dan pasar swalayan dapat diperbolehkan.
Tempat ibadah serta tempat lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah juga tidak mengadakan kegiatan peribadatan keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM dan mengoptimalkan pelaksanaan ibadah di rumah.
Selama penerapan PPKM Level 4, Menko Bidang Kemaritian dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah akan meningkatkan testing dan tracing. Hal itu akan dilakukan di pusat isolasi serta di permukiman padat penduduk.
Luhut mengatakan, para petugas akan turun ke perumahan padat penduduk yang berada di wilayah aglomerasi, seperti Jabodetabek, Solo Raya, dan lainnya. “Total ada tujuh sampai delapan (wilayah aglomerasi). Begitu kita lakukan testing dan hasilnya positif, langsung dilakukan karantina dan ada perawatan di sana,” jelas Luhut.
Dengan peningkatan tes dan pelacakan, Luhut meyakini tingkat pasien Covid-19 yang semakin memburuk akan lebih kecil, sebagaimana yang terjadi di Wisma Atlet. Menurut Luhut, tingkat pasien Covid-19 yang meninggal di Wisma Atlet lebih rendah dibandingkan yang melakukan isolasi mandiri di rumah.
“Kami berharap testing dan tracing yang ditingkatkan ini bisa dimulai satu hingga dua hari ke depan dan dilakukan secara masif,” ujar Luhut.
Terkait hasil evaluasi PPKM Darurat, Luhut menyebut terjadi perkembangan yang positif. “Ada penurunan mobilitas masyarakat, penurunan kapasitas rumah sakit dan jumlah kasus yang signifikan,” kata Luhut.
Data tersebut termasuk dari laporan dari para gubernur dan bupati. “Keterisian tempat tidur di rumah sakit banyak yang turun. DKI juga sudah ada perbaikan, Jawa Barat sekarang sudah di bawah 80 sampai 7 persen. Saya kira ini hal yang bagus,” ujar Luhut.
Luhut menambahkan, terdapat beberapa kabupaten yang sudah masuk ke level dua. Hanya saja, pemerintah tidak mau terburu-buru melonggarkan PPKM. "Setelah 25 Juli, akan ada pelonggaran dengan catatan terjadi penurunan kasus Covid-19," kata dia.
Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai, Indonesia saat ini harus menerapkan pembatasan sosial yang paling ketat. Penetapan level dalam PPKM dalam konteks penanganan Jawa dan Bali harus tetap diterapkan pada tingkat yang paling tinggi, yaitu level empat.
Ia mengatakan, meskipun ada level di dalam PPKM, pemerintah jangan bermain dengan nama baru tersebut. Penentuan level harus tetap pada respons dari insiden yang terjadi di lapangan. "Indonesia masih dalam kondisi wabah yang terburuk," kata Tri kepada Republika, Rabu (21/7).
Tri berpendapat, mestinya penanganan Covid-19 masih harus diperketat setidaknya sampai 10 hari ke depan. Pemerintah pun dinilai perlu menetapkan indikator yang tepat dalam menentukan tingkatan PPKM.
Ia menilai, indikator jumlah kasus masih tidak sesuai di Indonesia, sebab proses tracing dan tracking masih tidak merata. Hal ini menyebabkan jumlah kasus dan positivity rate di Indonesia sebenarnya masih belum sesuai dengan kondisi sebenarnya. Ia berpendapat, indikator PPKM yang sebaiknya dilihat adalah situasi di pelayanan kesehatan.
Kondisi saat ini, kata dia, banyak masyarakat yang dirawat di rumah sendiri dengan kondisi sedang hingga berat karena rumah sakit masih penuh. Ia meminta pemerintah konsisten dengan penanganan pandemi yang selama ini telah dilakukan, sembari meratakan kualitas tracing dan tracking.
"Lakukan tracing dengan baik, apalagi sekarang ada varian baru. Varian baru kalau ada klaster yang lebih dari empat serumah, maka harus dilakukan pembendungan atau isolasi tempat di daerah tersebut," kata dia lagi.
Hal senada disampaikan pengamat epidemiolog dan peneliti pandemi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman. Ia mengatakan, pemberlakuan level dalam PPKM harus diiringi dengan penguatan strategi 3T. "Apa pun namanya, ya strategi itu harus penguatan 3T," kata Dicky, kemarin.
Menurutnya, sejak awal Indonesia sudah memiliki sistem pandemi serupa. Tahapan dalam karantina wilayah di Indonesia, misalnya, dari ketat hingga akhirnya dilonggarkan sudah dilakukan sejak awal pandemi.
Adanya PPKM yang dibagi per level, kata Dicky, bukanlah hal baru. "Kiat menghadapi pandemi kan bukan baru ini. Inilah mengapa sistem kesehatan itu yang harus dipergunakan sehingga kita tidak salah langkah seperti sejauh ini," kata dia lagi.
Sejak awal pandemi, lanjut dia, Indonesia sebenarnya tidak mampu untuk melakukan pembatasan. Respons yang diperlukan mestinya adalah strategi yang cepat dan tepat, yakni memperkuat 3T. Pemerintah harus mengetahui penyebaran Covid-19 di masyarakat secepat mungkin agar bisa dilakukan tindak lanjut.
"Termasuk titik berat kita itu harus ada di testing, tracing, penemuan kasus secepat mungkin, kemudian diisolasi, karantina, dan diberi dukungan perawatan dan program kunjungan rumah," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.