Nasional
'Rektor Bagusnya tidak Rangkap Jabatan'
Kalaupun tidak ada larangan, rektor suatu perguruan tinggi bagusnya tidak merangkap jabatan.
JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian menilai, seharusnya seorang rektor perguruan tinggi tidak merangkap jabatan. Hal itu menanggapi perubahan tentang Statuta Universitas Indonesia (UI) setelah Presiden Joko Widodo merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 68/2013 tentang Statuta Universitas Indonesia menjadi PP Nomor 75/2021.
Salah satu poin yang berubah adalah pasal soal rangkap jabatan rektor. "Sebaiknya, kalaupun tidak ada larangan, rektor suatu perguruan tinggi bagusnya tidak merangkap jabatan," kata Hetifah kepada Republika, Rabu (21/7).
Menurut dia, adanya rangkap jabatan cenderung akan memunculkan konflik kepentingan. Kepentingan pribadi seseorang yang rangkap jabatan juga dinilai bisa mengorbankan institusi. "Rangkap jabatan yang lazim atau bisa diterima bila masih dalam satu rumpun atau satu jajaran, tetapi sifatnya sementara," katanya.
Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan, menilai, rangkap jabatan yang dilakukan Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro sebagai sebuah perbuatan melawan hukum. Sebab, yang bersangkutan merangkap jabatan saat masih memakai Statuta UI yang lama.
"Sebagai alumnus FHUI, saya katakan rangkap jabatan tersebut melawan hukum karena yang bersangkutan saat merangkap jabatan masih memakai statuta lama, yakni PP 68/2013," kata Arteria kepada wartawan, Rabu.
Arteria berpendapat, seharusnya Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemenkdikbudristek) bisa memberhentikan Ari. Menurut dia, apa yang dilakukan Ari Kuncoro bisa dikategorikan perilaku koruptif.
Dia mengaku heran lantaran Ari mau mengambil posisi sebagai wakil komisaris di salah satu perusahaan BUMN. Arteria mendesak agar Ari Kuncoro mengundurkan diri dari jabatan rektor.
Ditindaklanjuti
Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) Unsur Mahasiswa, Ahmad Hilmy, menilai, meskipun sudah dilakukan revisi, malaadministrasi yang pernah terjadi tidak bisa didiamkan begitu saja.
Menurut Hilmy, adanya revisi statuta yang sudah dilakukan Presiden Joko Widodo ini perlu dihormati. Hilmy juga menjelaskan, revisi pada Statuta UI ini mulai diinisiasi sejak akhir 2019.
Namun, pada saat yang sama, statuta yang lama juga harus dihormati dengan melakukan penertiban sesuai dengan peraturan yang pernah berlaku. Ia menegaskan, peraturan yang sudah dibuat harus ditegakkan dan dipatuhi dengan baik oleh seluruh pihak.
"Perlu juga menghormati statuta lama yang ada, di mana rektor memiliki rangkap jabatan sebelum statuta UI yang baru ini selesai. Jadi masih perlu diselesaikan menggunakan statuta yang lama," kata Hilmy kepada Republika, Rabu (21/7).
Hal yang sama sebelumnya juga diungkapkan Ombudsman RI. Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, mengatakan, rektor UI pernah melakukan malaadministrasi jika berdasarkan statuta yang lama. Oleh karena itu, wajib ada tertib administrasi berupa pencopotan jabatan sebagai rektor.
Hilmy pun berpendapat, tanggapan dari Ombudsman memang perlu ditindaklanjuti. "Benar, terkait dengan Ombudsman. Saya rasa memang perlu ada kejelasan terkait hal ini," kata dia.
Saat ini, pihak MWA masih belum menindaklanjuti mengenai dugaan malaadministrasi tersebut. Hilmy mengatakan, dia sudah mengusulkan terkait tindak lanjut kepada dugaan malaadministrasi rektor UI. Namun, hingga saat ini, belum ada pembahasan dari MWA.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.