Geni
Mola Chill Festival: Sajian Musik Santai Seharian
Mola Chill Festival memberikan pesan musisi punya posisi unik melalui karya musiknya.
OLEH UMI NUR FADHILAH
Suasana santai terasa sepanjang konser virtual Mola Chill Festival, Ahad (11/7). Sejak pukul 10.00 WIB hingga tengah malam, lebih dari 25 musisi Indonesia dan mancanegara tampil menghibur penonton yang menonton dari rumah saja.
Gelaran musik yang disiarkan secara langsung di platform hiburan Mola itu dihelat untuk menemani penonton menunggu puncak final UEFA Euro 2020 pada Senin (12/7) dini hari. Karena berlangsung di tengah pandemi, tiap musisi hadir dari studio terpisah. Begitu juga musisi luar negeri, dari tempatnya masing-masing.
Penampilan syahdu Seal menutup Mola Chill Festival dengan apik. Selepas pukul 23.00 WIB, musisi asal Inggris tersebut hadir dengan busana santai serbahitam bersama band langsung membuka dengan lagu "Colour".
Usai lagu pertama, pemilik nama lengkap Henry Olusegun Adeola Samuel itu lantas mengambil gitar dan melantunkan "Crazy", hit pertamanya yang dirilis pada 1991. Seal berkarier di dunia musik sejak 1987.
Sekitar satu jam, dia membawakan total 10 lagu, termasuk "Deep Water", "Show Me", "Don't Cry", "Whirlpool", "Future Love Paradise", juga "Love's Divine". Pada jeda lagu, Seal menjawab pertanyaan yang ditampilkan pada layar mengenai sejumlah topik.
Salah satunya, Seal menyoroti tanggung jawab sebagai seorang musisi. Menurut pria 58 tahun itu, musisi adalah sosok beruntung yang punya posisi unik sebab bisa menyuarakan hal penting dan memengaruhi khalayak dengan karya.
"Saya selalu bernyanyi tentang kehidupan, persepsi saya tentang apa yang terjadi dalam hidup. Tidak hanya saya, tapi juga orang-orang di sekeliling saya," ujarnya.
Aksi Seal ditutup dengan "Kiss from A Rose" yang menjadi lagu orisinal film Batman Forever. Sebelum Seal, disjoki Inggris Fatboy Slim menghangatkan ruang suara dengan racikan musiknya.
Meski tak lagi muda, pria 57 tahun itu tampil dengan cukup energik, meramu belasan lagu menjadi sajian musik yang terdengar berbeda. Mulai dari lagu "Jolene" yang dipopulerkan Dolly Parton pada 1973 sampai lagu "Chemical" dari disjoki Amerika Serikat Marc Kinchen alias MK rilisan 2021 dibuatnya menjadi rangkaian harmoni.
Fatboy Slim terlihat asyik di hadapan perangkat musiknya. Sebagai pemungkas, pemilik nama Norman Quentin Cook itu memainkan lagu "Sunset 303 (If You Believe)". Liriknya bicara tentang keyakinan bisa bersama kembali dengan orang yang dikasihi, amat sesuai dengan kondisi di tengah pandemi.
"Terima kasih, Indonesia," kata sang disjoki di akhir sesi.
Beragam penampilan juga diberikan oleh deretan musisi dalam negeri, termasuk The S.I.G.I.T, White Shoes and the Couples Company, Navicula, The Adams, Efek Rumah Kaca, juga Shaggydog. Acara dipandu oleh peraih Grammy Awards asal Inggris Jacob Collier bersama Eno ‘NTRL’, Stevie Item, Nadila Ernesta, dan Intan Aletrino dari Indonesia.
Jangan bayangkan mereka memandu acara secara formal. Seperti tema chill atau santai yang diusung, para pembawa acara duduk di sofa, menyimak aksi para musisi dari layar, lalu berbincang dengan mereka secara virtual.
Seperti saat penampilan The S.I.G.I.T, para pemandu acara mengobrol santai dengan personel band di antara jeda penampilan. Grup musik asal Bandung itu membawakan tiga lagu, yakni "All the Time", "Ring of Fire", dan "Conundrum".
The S.I.G.I.T membagikan resep bagaimana band bisa tetap berkarya, menjaga kelangsungan dan konsistensinya. "Kami memainkan apa yang kami suka, dari awal terbentuk enggak pernah ikuti tren," kata Rekti, vokalis sekaligus gitaris band.
Definisi menikmati dan menghayati musik pun ditunjukkan White Shoes & The Couples Company pada sesi penampilannya. Grup musik asal Jakarta itu tampil pukul 13.30 WIB dengan tiga lagu andalan yang sangat jazzy.
Band memulai dengan "Roman Ketiga", berlanjut dengan "Kisah dari Selatan Jakarta". Sang vokalis, Aprilia Apsari, banyak mengeksplorasi studio selama aksinya. Dia melenggang, duduk di sofa, atau menggunakan properti telepon sambil bernyanyi.
Lagu "Irama Cinta" yang terakhir dibawakan, baru dirilis tahun lalu oleh band. "Ini cerita tentang penghiburan buat kita semua, masyarakat Indonesia, bahwa 2020 adalah tahun yang berharga," ujar Aprilia.
Grup musik asal Bali, Navicula, tampil dengan menyesuaikan tema acara. Menurut vokalis sekaligus gitarisnya, I Gede Robi Supriyanto yang biasa disapa Robi, grup tersebut sengaja membawakan lagu dalam versi unplugged supaya terkesan santai.
Navicula membawakan lagu "Is Me", "Busur Hujan", dan "Saat Semua Semakin Cepat, Bali Berani Berhenti". Pada kesempatan itu, Robi sekaligus bersyukur karena band Navicula tetap utuh selama 25 tahun, sejak dibentuk pada 1996 silam.
"Senang dan bangga bisa survive. Kesuksesan itu relatif, tapi bisa bertahan aja udah bersyukur banget, mencintai apa yang kami lakukan di musik," ujar Robi.
Grup musik indi, The Adams, tidak ketinggalan unjuk kebolehan. Band asal Jakarta yang memiliki warna musik power pop itu membawakan tiga karyanya, yakni "Lust", "Hanya Kau", dan "Timur". "Timur kalau dibalik jadi rumit," kata Saleh Husein, vokalis sekaligus gitaris The Adams, berseloroh.
Dengan karya-karya puitisnya, Efek Rumah Kaca juga tampil memuaskan meski dengan durasi tak terlalu panjang. Band yang kerap memotret keadaan sosial masyarakat lewat lagu itu membawakan "Tiba-Tiba Batu", "Palung Mariana", dan "Desember".
Dari Yogyakarta, hadir Shaggydog, yang langsung mengajak penonton bergoyang dengan tembang pembuka "Kembali Berdansa". Berlanjut dengan empat lagu lain yakni "Hey Cantik", "Lagu Rindu", "Jalan-Jalan", dan "Di Sayidan".
Para personel Shaggydog mengaku sangat merindukan konser, tapi setidaknya untuk sementara kangen itu terobati dengan pertunjukan musik virtual. "Semoga yang di rumah juga terhibur dengan penampilan kami. Ikut joget-joget," ujar Heru sang vokalis.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.