Nasional
Pansus Sepakati RUU Otsus Papua
Keterlibatan DPRP dan MRP diharapkan menjadi pertimbangan utama pemekaran Papua.
JAKARTA—Panitia Khusus (Pansus) menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Papua disahkan dalam pembicaraan tingkat II atau rapat paripurna. Ketua Pansus Otsus Papua Komarudin Watubun menuturkan seluruh fraksi di DPR dan perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah menyepakati poin-poin pembahasan yang ada dalam RUU Otsus Papua.
Rencananya pengambilan keputusan dalam sidang paripurna akan digelar pada Kamis (15/7) mendatang. "Sembilan fraksi dan Komite I DPD RI semua menyatakan menerima dan menyetujui pembahasan rancangan perubahan ini untuk ditetapkan menjadi undang-undang, dan dengan mengucapkan bismillahirahmanirahim, saya mengesahkan ini untuk dibawa ke paripurna," kata Ketua Pansus Otsus Papua, Komarudin Watubun, Senin (12/7)
Dalam pandangan mini fraksinya, anggota Pansus Otsus Papua Fraksi PDIP, MY Esti Wijayati memberikan sejumlah catatan terkait pasal dalam revisi UU Otsus Papua. Misalnya pasal 6 ayat 2 dan Pasal 6 a ayat 2 tentang pemenuhan 30 persen keterwakilan perempuan anggota DPRD dan DPRK harus dimaknai sebagai diskriminasi positif.
PDIP juga memberikan catatan pada pasal 75 ayat 4 tentang Perdasus (Peraturan Daerah Khusus) dan Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi). Beleid pasal itu menyebut pemerintah dapat mengambil alih pelaksanaan kewenangan Perdasus dan Perdasi jika tidak bisa diundangkan dalam waktu satu tahun. "Penyusunan perdasus dan perdasi agar penetapannya tidak melewati batas waktu yang ditentukan undang-undang ini," ujarnya.
Anggota Pansus Otsus Papua Fraksi Partai Golkar, Trifena M Tinal dalam pandangan mini fraksinya menilai revisi terhadap pasal 34 tentang pengaturan dana alokasi khusus menjadi salah satu solusi terbaik terkait evaluasi pemanfaatan dana otonomi khusus. "Pengunaannya dalam UU sebesar 30 persen untuk belanja pendidikan dan 20 persen untuk belanja kesehatan," ujar Trifena M Tinal.
Anggota Pansus Otsus Papua Fraksi Demokrat, Anwar Hafid menyoroti penyelesaian masalah kekerasan dan HAM di Papua. Ia menilai hal ini harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih humanis, diplomatis, serta membuka ruang diskusi, dan bukan dengan pendekatan operasi militer.
Anggota Komite I DPD, Filep Wamafma, menilai penambahan dana otsus Papua menjadi 2,25 persen memberikan pengaruh lebih luas bagi orang asli Papua untuk maju, berkembang, dan menjadi tuan di daerahnya sendiri.
Pemekaran
Sementara itu berkaitan dengan pemekaran di wilayah Papua, DPD berpandangan pembentukan daerah otonom harusnya sebagai bentuk penghargaan satuan-satuan masyarakat adat yang ada di Papua.
"Keterlibatan DPRP dan MRP diharapkan tidak hanya di atas kertas dilibatkan dan menjadi dasar pertimbangan utama dalam pemekaran provinsi Papua, keterlibatan DPRP dan MRP jadi sangat penting agar kemudian hari pemekaran tidak menjadi sumber konflik di tanah Papua," tuturnya.
Wakil Ketua Pansus dari Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas menuturkan berharap pasal 28 ayat 3 dan ayat 4 dikembalikan dan tidak dihapus. Pasal tersebut memberikan ruang yang sebesar-besarnya bagi penduduk Papua untuk berkiprah pada partai politik.
Sebelumnya pasal 28 ayat 3 berbunyi 'Rekrutmen politik oleh partai politik di Provinsi Papua dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli Papua', dan pasal 28 ayat 4 berbunyi 'Partai politik wajib meminta pertimbangan kepada MRP dalam hal seleksi dan rekrutmen politik partainya masing-masing'.
PASAL KRUSIAL
Pasal 28 ayat 1 tentang partai politik: penduduk Papua dapat membentuk partai politik dihapus
Pasal 28 ayat 2 tentang partai politk: tata cara pembentukan partai politik dan keikutsertaan dalam pemilu dihapus
Pasal 34 tentang dana otsus: penambahan dana otsus menjadi 2,25 persen dari DAU
Pasal 56 tentang pendidikan: Pemda mengalokasikan anggaran pendidikan bagi orang asli Papua.
Pasal 68a dibentuknya badan khusus yang bertanggung jawab secara langsung kepada presiden
Pasal 76 ayat 2 tentang pemerintah dan DPR bisa melakukan pemekaran di Papua.
Sumber: draf RUU Otsus Papua versi 12 Juli 2021
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.