Relawan berkostum tokoh superhero Spiderman berada di antara hewan kurban yang akan disalurkan kepada pengurus Yayasan Lentera Solo, Jawa Tengah, Kamis (30/7/2020). Ritual penyembelihan tersebut mesti memperhatikan beberapa adab yang bersumber dari syaria | ANTARA FOTO/Maulana Surya

Tuntunan

Adab dalam Berkurban

Ritual penyembelihan tersebut mesti memperhatikan beberapa adab yang bersumber dari syariat.

 

 

OLEH A SYALABY ICHSAN

 

"Jika kalian telah melihat hilal Dzulhijjah (dalam lafal lain: telah tiba sepuluh awal Dzulhijjah) dan salah satu kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia biarkan rambut dan kukunya dan tidak dipotong.“

Kurban menjadi sebuah ibadah yang melibatkan manusia dan hewan. Agar kurban kita diterima di sisi Allah SWT, ritual penyembelihan tersebut mesti memperhatikan beberapa adab yang bersumber dari syariat. 

Penyembelih hewan kurban dianjurkan dilakukan sendiri oleh shahibul qurban. Dengan catatan, pekurban mamp menyembelihnya dengan baik.

Meski demikian, pekurban boleh mewakilkannya kepada orang lain. Ini berdasarkan hadis yang bersumber dari Ali bin Abi Thalib dalam Shahih Muslim bahwasanya Rasulullah SAW pernah menyembelih beberapa unta kurbannya dengan tangan sendiri. Namun, sisanya diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk disembelih. 

Penyembelihan pun dilakukan pada waktu yang telah ditentukan secara syar’i, yakni usai shalat Id pada hari Nahr atau 10 Dzulhijjah hingga hari tasyrik terakhir yakni 13 Dzulhijjah. Batas waktu penyembelihan kurban adalah tenggelamnya matahari.

Karena itu, orang yang menyembelih sebelum Hari Raya Idul Adha dan 13 Dzulhijjah saat mencapai malam maka kurbannya tidak sah. “Barang siapa menyembelih kurban sebelum (shalat) maka hewan tersebut adalah makanan berupa daging (biasa) untuk keluarganya dan sedikit pun bukan ibadah kurban.” (HR Bukhari).

 
Hewan kurban yang paling utama adalah hewan yang paling gemuk, paling banyak dagingnya, paling sempurna bentuk tubuhnya dan paling bagus rupanya.
 
 

Hewan kurban yang paling utama adalah hewan yang paling gemuk, paling banyak dagingnya, paling sempurna bentuk tubuhnya dan paling bagus rupanya. Dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik disebutkan jika Rasulullah SAW berkurban dengan dua ekor kibasy atau domba besar yang bertanduk dan gagah sempurna. Warnanya putih dan hitam.

Sementara, hadis lainnya yang bersumber dari Abu Said Al-Khudri menjelaskan: "Nabi berkurban dengan kibasy bertanduk, pejantan, makan pada warna hitam, melihat pada warna hitam dan berjalan pada warna hitam." (HR Muslim).

Jika bulan Dzulhijjah telah tiba, mereka yang berkurban diharamkan untuk memotong rambut, kuku, serta kulitnya meski hanya sedikit hingga selesai melaksanakan penyembelihan kurban. “Jika kalian telah melihat hilal Dzulhijjah (dalam lafal lain: telah tiba sepuluh awal Dzulhijjah) dan salah satu kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia biarkan rambut dan kukunya dan tidak dipotong.“ 

Meski demikian, tidak ada sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Berkata Ibnu Qudamah RA: “Siapa yang melanggar larangan tersebut hendaknya minta ampun kepada Allah dan tidak ada fidyah (tebusan) baginya baik dilakukan sengaja atau lupa.” (Al Mughni 1/96).

Hukum ini hanya berlaku untuk orang yang berkurban. Hukum ini berkaitan dengan orang yang berkurban karena Nabi SAW menyatakan, “Dan salah satu diantara kalian ingin berkurban.” 

Dalam tuntunan penyembelihan hewan, terdapat syarat penyembelihan yang dapat membuat hewan halal dikonsumsi. Syarat tersebut yakni berkaitan dengan hewan yang akan disembelih, si penyembelih dan peralatan yang digunakan.

photo
Panitia Kurban memegang sapi yang akan disembelih di Masjid Raya Batam Centre, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (31/7/2020). Ritual penyembelihan tersebut mesti memperhatikan beberapa adab yang bersumber dari syariat..ANTARA FOTO/M N Kanwa/pras. - (M N Kanwa/ANTARA FOTO)

Untuk hewan kurban maka disyaratkan masih dalam keadaan hidup saat penyembelihan. Hewan yang disembelih bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati). “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai.” (QS al-Baqarah: 173). 

Untuk syarat orang yang akan menyembelih, yakni Muslim, laki-laki atau perempuan, bertakwa, baik suci atau berhadas. Penyembelih bisa juga seorang ahli kitab baik Yahudi atau Nasrani.

Meski demikian, diharamkan seorang penyembah berhala dan orang Majusi untuk menyembelih kurban. Hal ini disepakati para ulama mengingat selain Muslim dan ahli kitab tidak murni mengucap nama Allah saat menyembelih. “Makanan (sembelihan) ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) itu halal bagimu dan makanan kamu halal pula bagi mereka.” (QS Al Maidah: 5). Makna makanan di sini adalah sembelihan mereka. 

Meski demikian, pemilik hewan kurban mesti memastikan jika ahlul kitab tersebut menyembelih dengan nama Allah. Jika dia menyembelihnya dengan nama Isa al Masih, Uzair atau berhala maka pada saat itu sembelihan mereka tidak halal. “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.“ (QS Al Maidah: 3). 

Berikutnya, yakni menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak menyebut nama Allah, padahal tidak bisa dan mampu mengucapkan, maka hasil sembelihannya tidak boleh dimakan. Sedangkan, bagi yang lupa untuk menyebutnya atau dalam keadaan bisu, maka hasil sembelihannya boleh dimakan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat