Internasional
Israel Hancurkan Sekolah Warga Palestina
Israel menyatakan sekolah itu dibangun tanpa izin.
YERUSALEM – Otoritas pendudukan Israel menghancurkan sebuah sekolah yang sedang dibangun di lingkungan Dahiyat al-Salam di Yerusalem Timur, Selasa (6/7). Sekolah tersebut dihancurkan karena dibangun tanpa izin.
Saksi mata mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa pihak berwenang Israel menggunakan buldoser untuk menghancurkan sekolah tersebut. Menurut mereka, sekolah itu dibangun tanpa izin.
Proses pembongkaran menimbulkan konfrontasi antara sejumlah warga Palestina dan tentara Israel. Pasukan Israel menjaga tim yang melakukan pembongkaran.
Saksi mata mencatat bahwa pasukan Israel menangkap setidaknya satu warga Palestina. Di sisi lain, Pemerintah Kota Israel di Yerusalem yang diduduki memaksa seorang penduduk Palestina, Yousef Abu Ghannam, untuk menghancurkan rumahnya di Kota al-Tur.
Ini adalah kali kedua Israel membongkar rumah warga Palestina dengan dalih tidak memiliki izin mendirikan bangunan. Pihak berwenang Israel sebelumnya telah memperingatkan Abu Ghannam untuk menghancurkan rumahnya sendiri atau petugas akan menghancurkannya dan menjatuhkan denda.
Belum lama ini, pemerintah Israel di Yerusalem terpaksa memberikan peringatan kepada warga Palestina untuk menghancurkan rumah mereka sendiri. Hal ini untuk menghindari kritik internasional terhadap pembongkaran rumah. Warga Palestina mengatakan, otoritas pendudukan Israel memberlakukan pembatasan ketat pada operasi konstruksi di sekitar Yerusalem Timur.
Kritikan AS
Dalam kesempatan berbeda, Pemerintah AS mengkritik rencana Israel mencaplok wilayah Palestina dan mengusir secara paksa warganya dari rumah mereka. Hal itu dinilai memperburuk situasi dan melemahkan prospek solusi dua negara.
“Tindakan semacam itu (pencaplokan dan pengusiran warga Palestina) memperburuk ketegangan dan membuat solusi dua negara lebih sulit dicapai,” kata Acting Assistant Secretary for Near Eastern Affairs, Joey Hood, saat berbicara di webinar dengan Wilson Center yang berbasis di Washington pada Selasa (6/7), dikutip laman Al Arabiya.
Dia mengisyaratkan, AS tidak bisa menjadi aktor tunggal untuk menyelesaikan masalah Israel dan Palestina. Menurut dia, komunitas internasional harus mencari cara agar kondisi dan parameter untuk membicarakan solusi dua negara dapat diterapkan kembali. “Karena saat ini, prospek itu tampaknya cukup jauh,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Hood mengapresiasi peran Yordania, Mesir, dan Qatar dalam proses pencapaian gencatan senjata di Jalur Gaza. “Namun, masih banyak pekerjaan penting yang harus dilakukan untuk menghindari titik nyala di masa depan dan membantu membangun kembali,” ucapnya.
AS tetap mengkritik tindakan provokasi yang dilakukan kelompok Hamas, terutama melalui serangan balon pembakar. Sebab hal itu yang mendorong Israel melakukan serangan udara ke Gaza.
“Presiden Biden dengan jelas mengatakan bahwa dia percaya warga Palestina dan Israel sama-sama layak untuk hidup dengan aman serta terlindungi dan menikmati ukuran kebebasan, kemakmuran, dan demokrasi yang sama,” ujar Hood.
Pada 10-21 Mei lalu, Hamas terlibat pertempuran dengan Israel. Konfrontasi pecah seiring dengan meningkatnya kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan Israel terhadap warga Palestina di Yerusalem, termasuk kompleks Masjid al-Aqsha.
Kesepakatan gencatan senjata di Gaza tercapai berkat peran mediasi Mesir. AS juga mengklaim memainkan diplomasi belakang layar untuk meredakan ketegangan tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.