Olahraga
Italia tak Lagi Bertahan Lawan Spanyol
Kini Italia yang disebut Azzurri mendobrak tradisi dan sukses menuai banyak pujian.
LONDON — “Roma tidak dibangun dalam sehari,” demikian adagium lawas yang populer sejak abad pertengahan, menyerap dari frasa Prancis. Adapun ungkapan itu juga sebagai idiom bahasa Inggris dengan penekanan bermakna pentingnya sebuah proses.
Sepak bola Italia menuju ke arah cerah, permainan high pressing, umpan cepat dan pendek, serta penampilan para inverted winger yang disajikan oleh Lorenzo Insigne, Federico Chiesa, dan Domenico Berrardi.
Hasilnya, kini timnas Italia berhasil melangkah ke babak semifinal Euro (Piala Eropa) 2020. Nantinya Gli Azzurri, julukan Italia, bakal berhadapan dengan rival bebuyutan, timnas Spanyol, di Stadion Wembley, London, Rabu (7/7) dini hari WIB nanti.
Italia lolos seusai menyingkirkan salah satu tim favorit, timnas Belgia, dengan skor 2-1. Sedangkan, Spanyol harus susah payah mengalahkan timnas Swiss melalui adu penalti (3-1).
Di tengah puja-puji terhadap kinerja mengilap Roberto Mancini bersama La Nazionale, rupa-rupa analisis kemudian menempatkannya sebagai sosok yang membawa renaisans terhadap gaya sepak bola Negeri Pasta.
Mancio, sapaan akrab Mancini, menyerap semangat bermain timnas Italia dari sekolah kepelatihan (Coverciano), ideologi yang dahulu diakui lewat penerapan pertahanan grendel (Catenaccio) dari sang pelopor Helenio Herrera serta Nereo Rocco.
Permainan bertahan dengan deretan bek tangguh jadi legasi Italia dalam beberapa dekade sebelumnya. Alhasil, itu membawa napas permainan klub-klub Italia serta timnas Gli Azzurri cenderung bertahan.
Identitas itu yang akhirnya diterapkan dalam sekolah-sekolah kepelatihan. Hingga saat mata sekolah kepelatihan di Italia baru terbuka kala timnas mereka berulang kali tersandung oleh Spanyol.
Bukti nahasnya terjadi pada Piala Eropa 2012, gaya sepak bola Gli Azzurri tampak usang saat meladeni permainan penguasaan bola Spanyol. Italia tak berdaya ditekuk La Roja 0-4 pada final Euro 2012 silam.
Sebagaimana Roma, frasa di paragraf atas, proyek yang tidak dibangun dalam semalam, Italia menjalani rangkaian panjang dari para inisiator, setelah kekalahan di final 2012 Kiev dan tereliminasi oleh Swedia di babak play off Piala Dunia 2018. Kini Azzurri mendobrak tradisi dan sukses menuai banyak pujian.
Gelandang tengah Italia Nicolo Barella bahkan memuji sang lawan. Ia secara terbuka mengaku sebagai pengagum permainan La Roja.
"Tim Spanyol yang memenangkan Euro memiliki kolektivitas dan lini tengah dengan pemain hebat, seperti Xavi dan Iniesta menginspirasi semua orang. Namun, saat ini mereka masih memiliki sosok seperti Sergio Busquets," kata Barella dilansir laman resmi UEFA, Senin (5/7).
Sementara, pelatih Roberto Mancini yakin timnya siap memberikan yang terbaik untuk menghadapi Spanyol di Stadion Wembley. Namun, ia menjelaskan, perjalanan Italia masih jauh dari prestasi.
"Kami masih memiliki dua pertandingan, melawan Spanyol di semifinal dan partai final. Namun, fokus kami adalah laga di depan (semifinal). Kami jelas sangat menghormati lawan kami," kata Mancini.
Meski tampil kurang menjanjikan pada awal kejuaraan Piala Eropa, kata Mancini, Spanyol bukanlah lawan yang mudah untuk dikalahkan. Armada Luis Enrique tengah membangun struktur baru bersama para pemain muda terbaik.
Mantan pelatih Manchester City itu kembali mengusung skema andalan 4-3-3 dengan mengandalkan Federico Chiesa dan Lorenzo Insigne di sektor sayap. Ia menilai, Italia memiliki identitas permainan yang sedikit berbeda dengan La Roja.
"Spanyol memainkan 4-3-3, sementara kami lebih dinamis di lapangan. Kami mengubah posisi dan peran di fase menyerang dan bertahan. Kami hampir memiliki ideologi yang sama, menjaga penguasaan bola, high press, berusaha mendominasi lawan," kata dia.
Di sisi lain, Spanyol tengah mencari cara untuk mengalahkan Italia dan menutupi kelemahan yang mereka miliki dalam beberapa pertandingan terakhir.
Entrenador Luis Enrique tengah mempelajari kekuatan lawan sebelum bertemu di partai semifinal. Dia seperti tak ingin melihat pasukannya tersingkir sia-sia di tangan La Nazionale.
Kami sedang mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi laga berat versus Italia di semifinal Piala Eropa.
LUIS ENRIQUE
Termasuk pertandingan persahabatan, ini akan menjadi pertemuan ke-38 antara kedua tim dengan Spanyol mengoleksi 13 kemenangan, 13 seri, dan 11 kemenangan untuk Italia. Kedua tim terbilang sama-sama cukup produktif untuk urusan gol dengan catatan 51 gol. Pertemuan terakhir keduanya terjadi pada kualifikasi Piala Dunia 2018, bermain imbang 1-1.
Seperti dilansir Football Italia, Ahad (4/7), saat ini timnas Italia sedikit lebih meyakinkan karena tampil superior sejak kejuaraan berlangsung.
Melawan Spanyol, Italia menang tiga kali, imbang tiga kali, dan kalah tiga kali. Namun, hanya satu kemenangan Spanyol yang datang pada waktu reguler. Momen itu terjadi pada final Euro 2012 dengan skor telak 4-0.
Penyerang sayap Spanyol Mikel Oyarzabal yang jadi penentu kemenangan timnya atas Swiss memperingatkan bahwa La Roja dapat mengalahkan siapa pun lawannya.
"Jika bermain dengan apa yang kami tahu, kami bisa mengatasi siapa pun. Italia memiliki pemain hebat dan itu akan jadi pertandingan yang sangat rumit. Italia menunjukkan level mereka dan hal yang sama berlaku pada kami," kata pemain 24 tahun ini.
Untuk kondisi tim, Spanyol diragukan bakal tampil dengan dua pemain andalan striker Pablo Sarabia dan bek Aymeric Laporte. Keduanya mendapati cedera pada partai melawan Swiss.
Dari kubu Italia, Mancini sudah dipastikan tanpa bek sayap terbaik Leonardo Spinazzola yang mengalami cedera achilles parah saat laga kontra Belgia. Posisi Spinazolla diklaim bakal diisi oleh Emerson Palmieri, dengan Alessandro Florenzi kembali mengisi spot bek kanan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.