Nusantara
DIM Otsus Papua Dibahas di Luar DPR
Pembahasan Otsus diminta mengakomodasi akar masalah di Papua.
JAKARTA -- Panitia Khusus (Pansus) Otonomi Khusus Papua sepakat melakukan pembahasan daftar inventaris masalah (DIM) Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua secara konsinyering mulai hari ini, Selasa (6/7). Hal tersebut tertuang dalam kesimpulan rapat yang digelar hari ini.
"Rapat panja menyetujui pembahasan DIM untuk dilanjutkan dilaksanakan secara konsinyering," kata Wakil Ketua Pansus Otsus Papua, Agung Widyantoro, dalam rapat kerja dengan Mendagri, Menkumham, dan Menkeu, Senin (5/7). Itu artinya, anggota DPR dan perwakilan pemerintah akan melakukan pembahasan DIM secara intensif di suatu tempat hingga selesai.
Waktu rapat konsinyering sesuai dengan usulan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, yaitu pada Selasa-Rabu (6-7/7). Kemudian pada Kamis-Jumat selanjutnya dilakukan rapat tim perumus dan tim sinkorinisasi.
"Kemudian (Senin) tanggal 12 Juli itu masuk dalam rapat paripurna tingkat pertama dan kemudian (Kamis) 15 Juli rapat paripurna kedua," usulnya. Meski begitu, rapat kerja itu belum memutuskan di mana rapat itu akan digelar.
Anggota Panitia Kerja (Panja) Otsus Papua, Agun Gunandjar Sudarsa menilai, konsinyering perlu dilakukan untuk mempercepat pembahasan RUU Otsus Papua. Menurut dia, tinggal dicarikan sebuah tempat yang nyaman dan enak yang menjamin pembahasan itu lancar.
"Jadi kita bisa rapat konsinyering, kita cari waktu rapat yang agak panjang, kita atur jamnya sehingga tidak dipaksakan harus ngotot dalam sebuah ruangan terus-terusan," kata dia.
Ia juga berharap pembahasan bisa dilakukan secara terbatas dengan minimal satu fraksi dihadiri satu orang dan dilakukan dengan memberlakukan protokol kesehatan Covid-19. Politikus Partai Golkar itu meyakini pembahasan akan cepat dilakukan jika rapat digelar di luar gedung DPR mengingat kasus penularan Covid-19 di DPR masih sangat tinggi.
"Saya yakin kalau bentuknya konsinyering di luar gedung DPR, ini usulan sayam supaya percepatan pembahasan ini bisa kita lakukan karena memang per klaster yang saya minta bisa dilakukan," kata dia.
Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Otsus Papua, Yan Permenas Mandenas, setuju pembahasan DIM dipercepat. Ia berharap dalam pembahasan DIM nantinya pemerintah bisa memberikan keberpihakan kepada orang Papua. Kalau pemerintah hanya fokus pada pemekaran wilayah dan anggaran, kata dia, itu bukanlah solusi persoalan di Papua.
"Mengapa demikian, karena hari ini, tanpa 2,5 persen dana otsus, tidak akan mempengaruhi kehidupan masyarakat di Papua sama sekali. Oleh sebab itu substansi dalam pembahasan kita memberikan kado ultah kemerdekaan Republik Indonesia kepada orang asli Papua itu proteksinya apa, ini harus perlu dipertegas dan diperjelas oleh pemerintah," kata dia.
Anggota Pansus Papua sekaligus warga asli Papua, Yorrys Raweyai mengatakan, pembahasan DIM RUU Otsus Papua hanya pada klaster Keuangan dan Pemekaran tidak cukup untuk merespons akar-akar masalah di Papua. Saat ini, kata dia, persoalan krusial yang mengemuka adalah tentang kewenangan politik, khususnya politik lokal.
Kemudian, pemilihan kepala daerah, afirmasi terhadap Orang Asli Papua, dan hak asasi manusia. "Seharusnya poin-poin itu dijadikan pertimbangan dan dielaborasi kembali untuk dimasukkan dalam pasal-pasal di luar klaster yang diajukan pemerintah," kata Yorrys, Senin (5/7).
Ia menyadari pembahasan revisi UU Otsus cenderung kejar tayang. Namun, Yorrys menilai alangkah bijaknya jika kecenderungan itu tidak dijadikan nilai tawar untuk mengakomodasi persoalan.
"Jika memang akan menjadi kado ulang tahun ke-76 RI pada Agustus 2021 harus betul-betul memberikan jawaban komprehensif, bukan jawaban parsial. Jika tidak, kita memerlukan strategi baru dalam merespons dinamika persoalan Papua," kata dia.
Anggota DPD, Filep Wamafma mengatakan, ide dasar lahirnya UU Otsus bagi Papua untuk menjawab persoalan yang ada di Papua. Menurutnya jika pasal yang dibahas saat ini tidak bisa menyelesaikan persoalan di Papua, maka revisi UU Otsus Papua tidak ada gunanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.