Geni
Sound of Borobudur: Berpariwisata Lewat Musik
Gambaran pada Sound of Borobudur menggambarkan Relief pada candi, bahwa masyarakat Jawa kuno beragam seni.
OLEH RAHMA SULISTYA
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menetapkan lima destinasi superprioritas untuk menggali potensi pengembangan destinasi-destinasi sebagai daya tarik wisata dan budaya berkelas dunia. Kelima destinasi tersebut, yakni Candi Borobudur, Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Kemenparekraf lantas menyiapkan acara untuk kawasan tersebut. Salah satunya, yaitu Sound of Borobudur bertajuk "Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik". Sound of Borobudur menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai pusat musik dunia, tetapi juga pusat tradisi dunia.
Sound of Borobudur juga membangun sebuah gerakan bersama di tingkat dunia untuk menggali dan menghidupkan kembali jejak persaudaraan lintas bangsa yang diwariskan oleh leluhur Indonesia melalui musik. Bukti yang ada di dalam relief dan dikuatkan oleh karya ilmiah dari para akademisi membuat Borobudur layak menjadi pusat musik dunia.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, menjelaskan, candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, itu merupakan mahakarya yang menyimpan berbagai ilmu pengetahuan dan rekam jejak peristiwa dan fenomena masyarakat Jawa kuno.
“Kita banyak belajar melalui Borobudur, salah satu keajaiban dunia yang menyimpan 1.460 relief,” ujar Sandiaga dalam konferensi internasional Sound of Borobudur bertajuk "Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik" di Magelang, Jawa Tengah, yang dilakukan secara daring, Kamis (24/6).
Narasi visual panel relief yang berjumlah ribuan itu sarat akan makna, tentang ajaran nilai hidup, moral, pengetahuan, agama, sejarah, budaya, kepemimpinan, dan tentunya seni, termasuk musik. Relief-relief itu menegaskan, masyarakat Jawa kuno telah mengenal berbagai macam seni pertunjukan, mulai dari seni drama, tari, sastra, hingga musik.
Singkatnya, pada 700-800 Masehi seni musik telah melekat pada kegiatan ritual upacara, budaya, dan hiburan masyarakat sebagai media ekspresi, komunikasi, serta diplomasi. Dari itu semua, terkuak bagaimana jejak peradaban dan relasi yang dimiliki Indonesia dengan dunia internasional.
Menurut Menparekraf, ini saat yang tepat untuk menggali sumber pengetahuan dari Candi Borobudur yang menggaungkan nilai-nilai universal yang terdapat pada reliefnya. Ternyata, nilai toleransi, menghargai keberagaman, juga persahabatan antarbangsa telah dijunjung oleh leluhur. "Kita perlu belajar dari sini," kata Sandiaga.
Sasaran yang tak kalah penting adalah memperkaya khazanah instrumen musik nusantara dan dunia yang terkait dengan relief Borobudur. Hal ini bisa terkait langsung dengan dunia pendidikan musik yang dapat dilakukan di dalam kawasan candi. Salah satu contohnya, yaitu kegiatan wisata pendidikan (edutourism) dan wisata musikal (kedua program ini bisa dilakukan secara hybrid).
View this post on Instagram
Menurut pengampu utama Yayasan Padma Sada Svargantara sekaligus programmer Sound of Borobudur, Purwa Tjaraka, sudah saatnya fakta peradaban tentang Borobudur diperkenalkan sebagai aset bangsa. "Bahwa bangsa ini dulu berkumpul, bersatu, bermain musik bersama, dan dipastikan punya rasa toleransi antarsuku dan antaragama," kata dia.
Banyak studi yang membuktikan adanya hubungan erat antara tinggi rendahnya peradaban suatu suku bangsa dan kompleksitas musiknya. Musik tidak memilah-milah suku atau agama. "Semua suku bangsa di dunia ini menjadikan musik sebagai kebutuhan hidup yang sudah bersatu dengan jiwa dan raga," ujar Purwa.
Semua suku bangsa di dunia ini menjadikan musik sebagai kebutuhan hidup yang sudah bersatu dengan jiwa dan raga.
Dalam kesempatan yang sama, pakar geografi pembangunan, M Baiquni, memaparkan tentang paradigma pariwisata. Pariwisata tidak hanya terbatas pada mass tourism yang didasarkan pada jumah wisatawan yang banyak seperti pantai atau area terbuka lainnya. Padahal, pariwsata juga perlu bergerak pada cultural tourism karena orang juga ingin mengetahui, mendapat pengalaman, dan memperluas suatu kekuatan inovasi dan inspirasi bagi kehidupan.
"Maka dari itu, orang pergi untuk rekreasi agar kembali setelahnya menjadi manusia yang kreatif," ujar pendiri Sustainable Tourism Action Research Society itu.
Selain itu, menurut dia, pemerintah bisa juga mengembangkan pariwisata sebagai creative dan quality tourism melalui self development. Banyak orang ingin memberi makna lebih dalam terhadap kehidupannya pada satu kesempatan.
Pada satu waktu, seseorang bisa ziarah peradaban ke satu tempat dan menetap agak lama. Tujuannya, untuk menikmati dan berkreasi, entah orang itu adalah seorang musisi, pembatik, pengrajin, atau penulis. Inspirasi bisa didapatkan dari sebuah ziarah peradaban.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.