Suasana Restoran Warung Tuman di Tangerang Selatan | eva rianti/Republika

Bodetabek

Warung Tuman: Restoran Unik di Sudut Pemakaman

Restoran Warung Tuman yang berkapasitas 200 orang itu telah didatangi banyak pengunjung.

OLEH EVA RIANTI

Bagi masyarakat urban, menyantap sajian masakan sekaligus merasakan kehangatan suasana alam di tempat makan atau restoran menjadi hiburan tersendiri. Tempat makan semacam itu, di era ini bahkan dianggap sebagai destinasi untuk berwisata yang patut dinikmati sensasinya.

Tempat makan berkonsep menyatu dengan alam nyatanya kini cukup menjamur di berbagai wilayah perkotaan, seperti di Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Salah satu tempat makan di Tangsel yang mengangkat konsep berbaur dengan alam, yaitu Warung Tuman.

Berlokasi di kawasan BSD, Serpong, Tangsel, tempat makan tersebut menjadi salah satu destinasi bagi pencinta jalan-jalan sekaligus kulineran. Lokasinya terbilang unik, pengunjung perlu blusukan ke perkampungan, melewati jalan setapak dan pepohonan bambu, serta melintasi tempat pemakaman umum (TPU) Ciater Tengah terlebih dahulu untuk menjangkaunya.

Sekilas, tak ada yang ‘wah’ dari tempat makan itu. Pintu masuk selebar dua kali pintu rumah ukuran standar dan pagar berupa tanaman dan pepohonan yang tumbuh di sekitarnya. Lalu, genting berwarna kusam yang banyak dinaungi dedaunan yang layu, juga meja dan kursi yang terbuat dari kayu bekas. Serta beberapa saung, lengkap dengan tempat duduk berupa anyaman kayu.

Beberapa saung tampak tak sempurna bentuknya karena terdapat pepohonan yang dibiarkan untuk tetap tumbuh menjulang ke arah langit. Adapun beberapa perabotan yang digunakan untuk menyajikan makanan merupakan alat-alat makan yang orang umum anggap jadul.

Pemilik Warung Tuman, Eko Sulistyanto, menuturkan, dia memang berangan untuk memiliki warung makan dengan konsep perdesaan. Sebab, menurutnya, masyarakat perkotaan kerap kali merindukan nuansa tempat makan yang rindang dan asri dengan pemandangan serbahijau.

“Konsepnya sepenuhnya tradisional. Tempatnya sangat orisinal desa, bukan dibuat-buat. Kami biarkan pohon-pohon di sini tumbuh, jadi menyatu dengan ekosistem yang ada. Karena, saya berpikir bahwa orang pasti suka di bawah pohon. Kami hanya membersihkan dan membuat saung, lalu mengisinya dengan barang-barang bekas,” tutur Eko saat ditemui di Warung Tuman, akhir pekan lalu.

Meski baru berusia lebih dari setahun, Warung Tuman yang berkapasitas 200 orang itu telah didatangi banyak pengunjung. Tidak hanya pengunjung berasal dari Tangsel, tapi dari luar daerah bahkan beberapa dari luar negeri, seperti Amerika Serikat dan Jerman.

Tak melulu ‘menjual’ suasana, sebagaimana peruntukannya sebagai tempat makan, Warung Tuman menyajikan menu-menu yang dinilai berbeda dari tempat-tempat makan lainnya. Sajian yang dominan adalah masakan minang tradisional resep keluarga.

Nanin, istri Eko, yang juga pemilik Warung Tuman mengatakan, menu yang populer di tempat makan tersebut di antaranya nila calabatuik. Menu ini memiliki proses yang cukup panjang. Berawal dari ikan nila yang dibungkus dengan daun pisang, lalu direbus, dibakar, hingga dicampur dengan santan yang sudah berisi bumbu-bumbu resep keluarga yang disebut bumbu sapu jagat, lalu siap disajikan.

Selain nila calabatuik, ada juga menu Minang lainnya, seperti gulai bareh dan dendeng batokok. Juga ada menu Jawa, seperti mangut pari asap, dan menu manado, seperti tumis bunga pepaya yang tersaji di Warung Tuman. Menurut Nanin, seluruh masakan yang disajikan di tempat makan tersebut diracik dengan bumbu yang kaya akan rempah.

“Saya rasa kenapa khas masakannya di sini, karena enggak pelit bumbu. Saya biasanya bikin bumbu medok, seperti yang diwariskan orang tua,” kata Nanin.

Salah satu pengunjung Warung Tuman, Wiwin menilai, tempat makan tersebut memang pas untuk menikmati suasana alam sambil menyantap masakan-masakan yang disajikan. “Suasananya adem, banyak pepohonan. Karena, kebetulan pandemi ini juga bosan banget ya di rumah, jadi sesekali keluar menikmati tempat yang asri, seperti ini,” ujar Wiwin.

photo
Suasana Restoran Warung Tuman di Tangerang Selatan 2 - (Eva Rianti/Republika)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat