Opini
Daya Beli dan Gelombang Kedua Pandemi
Penting menjaga daya beli di tengah pengangguran dan kemiskinan yang meningkat selama pandemi.
TASMILAH, Statistisi pada BPS Kota Malang
Jumlah kasus positif Covid-19 mencapai dua juta orang, bukan sekadar angka statistik. Ini alarm, pandemi belum akan berakhir. Demi alasan kesehatan, berbagai desakan dilontarkan agar menarik rem darurat demi mencegah penyebaran Covid-19 lebih luas.
Konsekuensi dari pembatasan itu, menjaga daya beli di tengah pengangguran dan kemiskinan yang meningkat selama pandemi. Namun, beberapa kepala daerah menyatakan tidak mampu memenuhi kebutuhan warganya jika harus lockdown.
Tak dapat dipungkiri, pandemi yang terjadi sejak 2020 mengakibatkan penerimaan pemerintah pusat maupun daerah turun tajam. Di sisi lain, pengeluaran pemerintah melonjak untuk mengatasi pandemi sekaligus mengurangi dampaknya.
Hingga Mei 2021, realisasi penerimaan negara Rp 726,4 triliun, sedangkan realisasi belanja Rp 945,7 triliun. Upaya pemerintah meningkatkan penerimaan amat berat, apalagi 708 persen penerimaan negara berasal dari pajak.
Pandemi yang terjadi sejak 2020 mengakibatkan penerimaan pemerintah pusat maupun daerah turun tajam.
Ketika pandemi terjadi dan perekonomian menurun, potensi pajak juga mengalami penurunan. Sehingga untuk memenuhi pengeluaran dilakukan dengan menambah pembiayaan baik melalui utang maupun penjualan surat berharga nasional.
Padahal dengan adanya gelombang kedua ini, diperlukan perpanjangan bantuan sosial tunai dari semula yang dijadwalkan berakhir bulan Juni ini. Daya beli penduduk harus terjagaa agar tidak menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Pada pandemi gelombang pertama tahun 2020, jumlah penduduk miskin meningkat 2,76 juta orang sehingga totalnya 27,55 juta orang pada kondisi September 2020. Tidak hanya itu, kemiskinan di Indonesia semakin dalam dan parah.
Kemiskinan semakin dalam karena rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh dari garis kemiskinan dan kemiskinan semakin parah karena ketimpangan pengeluaran antarpenduduk miskin pun kian lebar. Dengan kenyataan ini, kemiskinan kian sulit dientaskan.
Pandemi juga membuat ketimpangan pengeluaran antarpenduduk semakin lebar. Gini rasio meningkat dari 0,380 pada September 2019 menjadi 0,385 pada September 2020. Penurunan proporsi pengeluaran terjadi pada kelompok 40 persen kelas menengah.
Pandemi juga membuat ketimpangan pengeluaran antarpenduduk semakin lebar.
Sedangkan proporsi pengeluaran kelompok 40 persen terbawah, naik lebih kecil daripada peningkatan proporsi pengeluaran kelompok 20 persen teratas.
Di tengah pandemi, penduduk kelompok atas masih menahan belanjanya, sedangkan kelompok 40 hingga 60 persen terbawah, membutuhkan perlindungan sosial sebagai bantalan hidup.
Pandemi 2020 membuat 2,67 juta orang kehilangan pekerjaan sehingga total penganggur 9,77 juta orang dan setengah penganggur 13,09 juta orang (Agustus 2020). Diharapkan, dampak gelombang kedua pandemi tahun ini tidak separah sebelumnya.
Tentu, kita tidak menginginkan tren pemulihan ekonomi pada awal 2021 kembali buyar akibat gelombang kedua pandemi. Harus diakui berbagai program pemulihan ekonomi nasional pada 2020 berdampak cukup signifikan pada ekonomi.
Penyerapan tenaga kerja sudah mulai terjadi, ditandai penambahan penduduk bekerja 2,61 juta orang dari Agustus 2020-Februari 2021. Artinya, sebagian penduduk sudah mulai kembali bekerja dan memperoleh pendapatan.
Penyerapan tenaga kerja sudah mulai terjadi, ditandai penambahan penduduk bekerja 2,61 juta orang dari Agustus 2020-Februari 2021.
Kenaikan permintaan barang juga ditunjukkan dengan kenaikan purchasing manager index (PMI) manufaktur di Indonesia. Kinerja ekspor pun meningkat pada tahun ini.
Namun, gelombang kedua pandemi ini menimbulkan kekhawatiran akankah tren pemulihan ekonomi sebelumnya tersebut berlanjut? Apalagi, peningkatan kasus Covid-19 saat ini lebih cepat dibandingkan gelombang pertama tahun lalu.
Maka tak heran jika menteri keuangan menurunkan target pertumbuhan ekonomi triwulan-II dari semula diproyeksi 8 persen. Ini menunjukkan, optimisme pemulihan ekonomi pada triwulan II akan sedikit terhambat.
Syarat perekonomian kembali pulih adalah terkendalinya pandemi. Memacu vaksinasi terutama menyasar pekerja sangat diperlukan saat ini. Jadi, kalaupun kegiatan ekonomi harus berjalan, diharapkan risiko tertular virus lebih kecil dan dampak kesehatannya tidak berat.
Memacu vaksinasi terutama menyasar pekerja sangat diperlukan saat ini.
Vaksinasi ini tidak lupa untuk menyasar tenaga kerja informal dan diutamakan daerah dengan kasus tinggi. Tenaga kerja informal, selain jumlahnya sangat besar (59 persen), didominasi kelompok penduduk 40 persen terbawah.
Ini penting untuk melindungi kelompok rentan ketika terpaksa harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Kelompok rentan ini, tidak memiliki kemewahan tetap tinggal di rumah hanya dengan mengandalkan bantuan sosial yang jauh dari cukup.
Kebijakan asimetris diperlukan sesuai kondisi masing-masing wilayah. Sumber daya pemerintah yang terbatas bisa dialokasikan ke zona merah, bukan untuk diskriminasi antarwilayah tetapi agar penyebaran Covid-19 dapat dikendalikan.
Demikian juga kolaborasi antardaerah diperlukan untuk mengatasi pandemi dan dampaknya.
Refocusing dan realokasi anggaran tentu dibutuhkan hingga akhir tahun nanti untuk mengatasi pandemi beserta upaya pemulihannya.
Perekonomian dan penerimaan negara akan kembali pulih jika pandemi bisa dikendalikan, berkaca pada Cina yang telah mampu mengendalikan pandemi sehingga perekonomiannya bisa melesat tumbuh 18,3 persen pada triwulan I-2021.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.