Nasional
BKN: Data TWK di BNPT dan TNI AD
Komnas HAM sudah bisa menyimpulkan soal dugaan pelanggaran HAM.
JAKARTA -- Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana mengaku pihaknya tidak dapat membuka hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diminta para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, data yang diminta berada di Dinas Psikologi Angkatan Darat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Yang diminta adalah hal-hal yang tidak ada dalam dokumen (hasil TWK) itu, karena ini dokumennya bersifat agregat, bukan detail orang per orang. Kalau Indeks Moderasi Bernegara-68 ada di Dinas Psikologi AD, profilingnya di BNPT,” kata Bima usai diperiksa oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) terkait dugaan pelanggaran HAM dalam TWK, Selasa (22/6).
Bima mengaku sempat berkomunikasi dengan Dinas Psikologi AD dan BNPT. Kedua lembaga itu menyatakan itu rahasia negara. "Jadi saya sampaikan ini menurut Dinas Psikologi AD dan BNPT rahasia. Jadi bukan saya yang menyampaikan rahasia, tapi pemilik informasi itu. Karena saya sebagai asesor mempunyai kode etik, kalau menyampaikan yang rahasia bisa kena pidana,” tambah dia.
Data itu, kata Bima, masih bisa dibuka bila ada putusan pengadilan. BKN dan KPK telah didesak menyampaikan hasil TWK tersebut ke publik. Desakan disampaikan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes dalam pengalihan status ke Aparatur Sipil Negara (ASN) itu.
Menurut Bima, BKN telah menyerahkan dokumen hasil TWK secara komulatif kepada KPK. BKN, kata dia, tak lagi memiliki dokumen itu. "Instrumen dan data ini engak ada di kami," kata dia.
Pernyataan Bima ini berbeda dengan penjelasan KPK sebelumnya. KPK menyatakan akan berkoordinasi dulu dengan BKN untuk memberikan dokumen yang diminta para pegawai KPK.
Bima juga menegaskan, Ide TWK tidak muncul dari satu pihak tertentu melainkan dari sebuah diskusi bersama. "Ini merupakan diskusi dari rapat tim untuk buat Perkom, kenapa ada nama wawasan kebangsaan karena mengacu pada UU, dan kemudian BKN dapat mandat untuk melaksanakan TWK, " kata dia.
Bima tidak menjelaskan secara rinci apakah Perkom yang dia sebut adalah Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom KPK) Nomor 1 Tahun 2021. Pembentukan Perkom tersebut, kata Bima, sudah dijelaskan ke Komnas HAM. "Jadi itu sudah kami sampaikan semua, termasuk kronologi dan dinamika dalam proses pelaksanaan TWK," jelasnya.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M Choirul Anam mengatakan, pihaknya memeriksa Bima lebih dari empat jam. "Tadi dijelaskan oleh pak Bima mulai dari awal bagaimana prosesnya. Sebenernya ini begini, ini melengkapi keterangan sebelumnya. Jadi, keterangan sebelumnya itu yang kami dapatkan adalah proses penyelenggaraan teknisnya, " ujar Anam.
Anam memastikan, Komnas HAM sudah mendapat titik terang dari sejumlah dokumen dan keterangan para saksi. Menurutnya, berbagai instrumen itu sudah cukup dalam merangkai kesimpulan terkait aduan 75 pegawai KPK.
Komnas HAM menargetkan akhir bulan ini dapat merampungkan penyelidikannya. Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, dari hasil pemeriksaan BKN kemarin, pihaknya sudah bisa menyimpulkan soal ada atau tidaknya dugaan pelanggaran HAM.
"Dari itu semua kita akan menyimpulkan seperti apa. Apakah ini memang satu pilihan yang tepat, sejalan dengan keputusan UU, keputusan MK misalnya. Apakah sudah sejalan seperti itu. Kemudian ini kan ada puluhan pegawai yang menggap bahwa langkah-langkah ini, itu merugikan buat mereka," kata Taufan.
Bawa ke PTUN
Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal nonaktif KPK, Hotman Tambunan mengungkapkan, 75 pegawai akan kembali mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan terkait desakan agar pimpinan KPK mencabut surat yang membebastugaskan mereka.
"Sudah kami siapkan, tapi tentunya melihat perkembangan mana tahu KPK dalam perjalanan ini mendapatkan hikmat untuk mencabutnya," kata Hotman, kemarin.
Sementara, mereka telah mencabut gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU KPK nomor 19 tahun 2019. Mereka menilai, putusan MK terkait alih status pegawai KPK telah jelas dan dapat memberikan panduan bagi KPK.
"Tentu putusan itu mengikat semua pihak, dan tidak mengindahkannya tentu perbuatan melawan hukum," katanya. Dalam putusannya, MK menyatakan peralihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.