Nasional
Jabatan Presiden Diprediksi Terhalang Parpol
PDIP menduga wacana masa jabatan presiden digulirkan lingkaran dekat Jokowi.
JAKARTA—Wacana untuk menambah masa jabatan presiden melalui amendemen UUD 1945 dinilai bakal terhalang keputusan ketua umum partai politik. Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor memprediksi, wacana perpanjangan jabatan presiden ini akan lenyap dengan sendirinya.
Ia mengatakan, Pilpres 2024 akan menjadi momentum pertarungan para ketua umum partai politik. Firman memprediksi, para ketum bakal menghiasi bursa calon presiden setelah vakum dalam dua pilpres terakhir.
"Peluang itu tipis karena yang berkepentingan banyak orang, terutama ketum-ketum parpol yang dalam 10 tahun ini harus menunggu duduk manis. Ini saatnya mereka bergerak. Dari banyak aspek, setidaknya sampai jelang 2024, ini hanya sekedar wacana," kata Firman kepada Republika, Selasa (22/6).
Firman menganalisis para ketum parpol punya hasrat menaikkan kasta sebagai cawapres atau capres. Ia menyebut pengurus parpol yang berpotensi mengikuti Pilpres 2024 ialah Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketum Golkar Airlangga dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani. "Nggak banyaklah peluang ini (perpanjangan jabatan Presiden). Dalam ritme politiknya akan bergerak karena yang menentukan nantinya parpol," tegas Firman.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menyarankan parpol menolak gagasan perpanjangan masa atau periode jabatan presiden lewat amendemen UUD 1945. Ia mengingatkan gagasan itu akan merugikan parpol sendiri. Khoirunnisa menyebut salah satu peran parpol ialah kaderisasi guna menemukan calon pemimpin bangsa.
Bila perpanjangan periode atau masa jabatan presiden disetujui, maka parpol kehilangan kesempatan mengusung kadernya di Pilpres 2024. "Seharusnya partai politik menolak gagasan ini, karena regenerasi di partai politik juga berpotensi tidak berjalan dengan usulan ini. Padahal fungsi utama partai politik adalah untuk melakukan kaderisasi," kata Khoirunnisa, Selasa.
Khoirunnisa menyebut perpanjangan periode jabatan Presiden hanya akan semakin memperburuk kondisi demokrasi di Indonesia bila disetujui. Padahal selama ini indeks demokrasi Indonesia semakin tahun kian menurun. Kemudian eksesnya akan menimbulkan pemimpin otoriter seperti di era Orde Baru.
"Adanya pembatasan masa jabatan ini supaya kita tidak mengulangi kesalahan di masa lampau, ada kepala negara yang menjadi sewenang-wenang karena masa jabatan yang tidak dibatasi," ujar Khoirunnisa.
Etika politik
Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo menilai, kalkulasi politik demi melakukan perpanjangan jabatan presiden dengan amendemen UUD 1945 Pasal 3 bisa saja dilakukan. Hal itu, kata dia, karena kebijakan ditentukan para politisi di Senayan.
“Tetapi kalkulasi semacam itu mengabaikan etika politik,” kata dia kepada Republika, Selasa (22/6).
Dia melanjutkan, kalkulasi itu dimungkinkan karena ada simbiosis mutualisme antara partai politik pendukung penguasa dan presiden itu sendiri. Jika langkah itu tetap terjadi, kata Suko, akan mencederai sistem politik. “Politik jadi tanpa etika,” katanya.
Lebih jauh, hal itu disebut Suko juga bisa berdampak pada beberapa hal utama. Beberapa di antaranya adalah polarisasi partai politik atau kekuatan politik. Dan kedua, adalah mayoritas publik yang pasti akan kecewa dan tidak lagi percaya pada partai politik.
Terpisah, politikus PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira menduga wacana masa jabatan presiden berpeluang dilontarkan lingkaran dekat Presiden Jokowi. "Saya kira ini memang ada kepentingan, mungkin ada kelompok masyarakat, mereka-mereka yang ada di sekitar Presiden Jokowi atau mereka yang punya keuntungan dan kepentingan politik berkaitan dengan Jokowi," kata Andreas.
Sayangnya, Andreas enggan menyebut secara pasti nama-nama orang dekat Presiden Jokowi yang dimaksudnya. Ia mengimbau semua pihak meredam syahwat perpanjangan jabatan Presiden. Menurutnya, lebih baik bila mereka mendukung pemerintahan Jokowi yang berjalan saat ini hingga resmi berakhir.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.