Kisah Dalam Negeri
RT/RW Kelimpungan di PPKM Mikro
Perangkat RT, RW, dan desa serta kelurahan jadi ujung tombak penanganan pandemi.
OLEH M FAUZI RIDWAN
Lonjakan Covid-19 terjadi di sejumlah daerah, mengantarkan Indonesia kembali pada masa-masa lonjakan awal 2021 lalu. Ranjang-ranjang di berbagai rumah sakit penuh terisi, kematian terus meningkat. Republika meliput situasi kebingungan dan keresahan itu di akar rumput. Berikut tulisan bagian keduanya.
Sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro diterapkan awal tahun ini, para perangkat RT, RW, dan desa serta kelurahan jadi ujung tombak penanganan pandemi. Ketika kemudian lonjakan terjadi lagi belakangan, para perangkat wilayah tersebut kelimpungan.
Di Kota Bandung, ada RW 03, Kelurahan Babakan Tarogong, Kecamatan Bojongloa Kaler, yang status zona hijau dalam waktu singkat berubah menjadi zona oranye. Diketahui, warga yang mula-mula terpapar Covid-19 di RT baru pulang dari berwisata ke Ciater, Kabupaten Subang.
Penyebaran Covid-19 tersebut bermula di RT 05. Selanjutnya, warga di RT 06 dan RT 07 ikut terpapar Covid-19. Sedangkan warga yang terpapar di RT 08 diduga sempat melayat orang sakit di Cibaduyut.
“Tiba-tiba terjadi lonjakan yang memang membuat saya kaget, tidak terkendali sampai sekarang disebut klaster,” ujar Ketua RW 03, Dede Sutisna saat ditemui Republika di Kantor RW 03, Senin (14/6).
Ia mengatakan terus berkoordinasi dengan gugus tugas dan babinsa karena merasa kewalahan dengan kasus yang mengalami peningkatan. Dede cukup beruntung lantaran seluruh pengurus RW 03 dan pengurus RT aktif untuk melaporkan warga yang terpapar dan langsung melakukan penanganan sementara serta penyemprotan desinfektan.
Sebagian besar warga yang terpapar Covid-19 saat ini menjalani isolasi mandiri. Namun beberapa di antaranya sempat dirawat di rumah sakit.
Ia sudah mengingatkan kepada anggota keluarga yang masih serumah dengan yang terpapar Covid-19 di RT 04 untuk membatasi kegiatan. Namun yang bersangkutan terkesan tidak menerima imbauannya.
Dede mengatakan, masyarakat di RT 06 relatif lebih peduli terhadap warga yang diketahui terpapar Covid-19. Mereka banyak yang memberikan sumbangan kepada warga tersebut.
Namun begitu, salah satu warga yang terpapar Covid-19 tetap satu rumah dengan istrinya meski berbeda kamar. Ia pun sempat menegur yang bersangkutan dan akhirnya orang itu bersama istrinya memilih pulang kampung.
Menurut Dede, pihaknya sudah menyiapkan ruang isolasi mandiri. Namun para warga yang terpapar enggan memanfaatkan fasilitas tersebut. Terlebih, lokasi itu masih sering digunakan untuk berkegiatan oleh Karang Taruna sehingga cenderung riskan terjadi penularan.
Dede sudah memberitahukan data-data warga yang melakukan kontak erat kepada puskesmas untuk dilacak. “Sekarang hampir tidak terkendali,” katanya.
Ia bingung harus memulai dari mana melakukan penanganan Covid-19 karena kasus yang meningkat. Ia pun mengarahkan para RT untuk dapat membantu kebutuhan sehari-hari warga yang terpapar Covid-19 sepenuh kemampuan.
Namun, ia menyesalkan ketika salah satu pengurus RT meminta bantuan pangan ke kelurahan, kondisi beras bantuan berkutu. “Pengurus kewalahan tidak punya tenaga dibidang keahlian. Apalagi terus warga nggak bisa diurus. Dimarahin 100 persen nggak bisa,” katanya.
Ketua RT 05, Adnan Rizal, menduga lonjakan kasus di lingkungannya terjadi karena banyak warga yang mudik saat libur Lebaran. “Pengurus sudah mengingatkan, jangan mudik tapi banyak yang curi start. Tiba-tiba sudah nggak ada. Kebanyakan seminggu sebelum puasa,” katanya.
“Sudah dikasih tahu, tapi masih tidak peduli. Kalau ada yang terpapar takut,” ia melanjutkan.
Lurah Babakan Tarogong, Opi Sopandi mengatakan peningkatan kasus Covid-19 di kelurahan terjadi sejak 7 Juni lalu. "Babakan Tarogong asalnya cuma dua dan tiga (kasus) sebelum tanggal tujuh, setelah tujuh agak merangkak dan sampai akhirnya dikisaran 50 tapi mayoritas isoman dan masih tahap penyembuhan," ujarnya, Selasa (15/6).
Ia menuturkan, mayoritas warga yang positif diduga terpapar Covid-19 dari aktivitas mereka di luar rumah seperti bekerja. Mudik juga turut berkontribusi terhadap peningkatan kasus Covid-19 di Kelurahan Babakan Tarogong.
"Saya amati dan langsung datang ke terpapar itu kebanyakan satu keluarga. Ada sampai empat (orang) karena kondisi Babakan Tarogong kepadatan sangat padat," katanya.
Bahkan, warga yang melakukan isolasi mandiri tidak memiliki kamar khusus dan masih bersatu dengan anggota keluarga yang lain. "Arahan kami menyediakan isolasi mandiri. Tapi tenaga medis siap tidak?" ujarnya.
Ia melanjutkan, kebutuhan makan sehari-hari warga yang terpapar Covid-19 dipenuhi secara swadaya dari masyarakat. Sebab, bantuan pemerintah tak kunjung turun. "Kalau sekarang udah mulai stabil penurunan, yang masih dalam isoman ada yang sudah sembuh," katanya.
Meski begitu, pihaknya merasa khawatir karena masih ada warga yang terpapar masih beraktivitas diluar rumah. "Disamping keluarga sudah mengerti, kadang yang terpapar kadang suka jalan-jalan yang OTG nggak kelihatan," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.