Ekonomi
Pandemi Sadarkan Kita akan Pentingnya Produksi Alkes Sendiri
PII dengan menggandeng IDI dan pemerintah berkomitmen meningkatkan produksi alkes dalam negeri.
JAKARTA— Sejak pandemi Covid-19 meluluhlantakkan ekonomi negeri, Indonesia terseok-seok menangani wabah global tersebut. Pada masa awal wabah merebak, masker, face shield, dan baju hazmat yang beredar tidak sesuai standar. Vaksin yang menjadi kebutuhan dasar imunitas masyarakat, sepenuhnya bergantung pada impor.
Data e-Katalog 2019 sampai Mei 2020, Sebanyak 88 persen alat kesehatan diadakan melalui impor. Nilainya mencapai Rp 37.5 triliun. Yang merupakan produk dalam negeri hanya 12 persen senilai Rp 5 triliun. Pada Mei 2020 sampai bulan yang sama setahun kemudian, pengadaan impor alat kesehatan mencapai Rp 12,5 triliun. Alat kesehatan yang merupakan produk dalam negeri kurang dari separuhnya, hanya Rp 2,9 triliun.
Jika Indonesia membutuhkan alkes tertentu dari luar negeri, bisa saja pesanan Indonesia tidak ditindaklanjuti, karena menurut produsen Indonesia bukan negara prioritas. Yang menjadi prioritas adalah kebutuhan negara produsen dan mitra dekatnya. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing bisa membuat harga alkes melambung tinggi.
"Alkes dengan teknologi rendah bisa saja dikirimkan ke Indonesia dengan niat si produsen butuh menghabiskan stok. Kalau kita beli alkes dari luar, dana pemerintah tidak dibelanjakan ke rakyatnya sendiri," kata Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto.
Pengadaan alat kesehatan yang terlalu bergantung pada impor menyebabkan penanganan Corona berjalan lamban. Sumber daya tenaga kesehatan terkuras habis-habisan. Mereka berulang kali diharuskan menangani pasien Covid-19 dengan alat dan teknologi kesehatan seadanya. Mereka menjadi mudah jenuh. Bahkan bukan tidak mungkin pada akhirnya mereka mengalami stres kerja dan burn out.
Kelambanan ini wajar terjadi, sebab dari sisi pendidikan tinggi saja, Indonesia tergolong baru membuka program studi teknik biomedika di ITB, UI, UGM, ITS, dan Unair. Ini merupakan program studi yang menggabungkan bidang ilmu keteknikan dan kedokteran. Pada program studi ini akan dipelajari bagaimana merancang alat-alat mekanis dan elektronis untuk membantu dunia dunia medis.
Mahasiswa prodi ini mempelajari sistem elektronika kedokteran dan teknologi kesehatan. Prospek kerja bidang Teknik Biomedika semakin cerah melihat perkembangan teknologi kesehatan dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Apalagi perguruan tinggi yang memiliki prodi teknik biomedik masih sangat sedikit di Indonesia sehingga persaingan dunia kerja teknik biomedis khususnya di Indonesia masih tidak terlalu ketat.
Lulusan teknik biomedis diharapkan membantu mengembangkan industri alat-alat medis di Indonesia, sehingga ketergantungan negeri ini akan industri tersebut terhadap negara maju dapat terus menerus dikurangi setiap tahunnya. Luaran akhir yang diharapkan khususnya bagi NKRI dengan adanya program studi ini adalah tercapainya kemandirian Indonesia di bidang industri alat-alat medis.
“Kami melihat situasi ini, sehingga berupaya mendukung pemerintah memperbanyak program studi teknik biomedika agar semakin masif dan menghasilkan banyak sumber daya alat kesehatan,” ujar Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto dalam webinar bertajuk "Transformasi peran insinyur untuk percepatan pemulihan kesehatan dan ekonomi nasional," Jumat (18/6/2021).
Pandemi ini membuka mata semua orang, betapa strategisnya peran insinyur dalam mendukung para dokter, sehingga kedua-duanya bisa menjadi pilar utama dalam perang melawan pandemi. Kolaborasi Insinyur dengan dokter adalah prasyarat mutlak bagi kemandirian industri kesehatan nasional.
Mengutip pendapat Dekan Fakultas Teknik Waterloo University Inggris Mary Wells, Heru menjelaskan bahwa insinyur adalah kelompok pekerja professional yang berperan di balik penemuan teknologi kesehatan yang memecahkan permasalahan pandemi global Covid-19. Mereka membuat sistem mengakses informasi geospasial untuk menandai area terinfeksi, menggunakan ventilator untuk penanganan pasien kritis, dan menemukan alat pelacak penderita Covid-19.
“Insinyur menolong kita melalui pandemi ini dengan ponsel cerdas, Zoom, Amazon, dan Netflix. Sekarang kita menjadi lebih siap dibandingkan kehidupan pada era sebelumnya dalam merespons pandemi,” kata Mary yang dikutip Heru.
Insinyur adalah medium dari yang tidak ada menjadi ada, tidak mungkin menjadi mungkin, tantangan menjadi peluang, masalah menjadi solusi. Karena itulah ini menjadi tugas para Insinyur.
Bagi para Insinyur, kreativitas dan inovasi di tengah pandemi berkaitan erat dengan dunia Kesehatan. Karena inovasi para insinyur di dunia Kesehatan akan menyelesaikan 2 sasaran sekaligus yaitu pemulihan Kesehatan dan kebangkitan ekonomi
PII berinisitif menyiapkan platform inkubasi inovasi dan karya keteknikan sebagai hub yang mempertemukan innovator, industri dan pasar. Selanjutnya PII berharap BRIN dapat menjadi lokomotif inovasi dan karya-karya keteknikan penopang industri kesehatan.
Program PII
PII berkomitmen untuk menanggulangi permasalahan kesehatan di Indonesia. Organisasi profesi ini telah menyelenggarakan kegiatan learning center. Tujuannya untuk membekali para insinyur dalam menghadapi masa pandemi Covid- 19.
PII juga sudah melaksanakan uji coba ventilator di BPFK Kementerian Kesehatan, produksi serta distribusi bantuan masker, sanitizer, kamar sterilisasi, dan sembako.
"Kami juga sudah melakukan riset dan pengembangan masker kain hibrida dalam negeri, dengan efisiensi filtrasi setara dgn masker N95.
Melaksanakan pemasangan teknologi sterilisasi udara dan permukaan, di fasilitasi transportasi umum seperti TransJakarta, MRT dan KCI menggunakan teknologi Ozone Nanomist," ujarnya.
Heru Dewanto mengakui, tidak mudah untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Target ideal menurutnya, adalah meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) alkes, sebesar lima persen setiap tahunnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Mohammad Faqih, dalam kesempatan yang sama, mengatakan bahwa IDI berkomitmen membantu menanggulangi ketergantungan indonesia terhadap alkes luar negeri.
Alkes hasil inovasi anak negeri terkadang tidak begitu dibutuhkan oleh rumah sakit. Sehingga tingkat penyerapannya rendah. Selain itu, alkes hasil inovasi anak negeri juga memiliki permasalahan di bidang standarisasi, dan harganya tidak bersaing.
"Kami akan membantu mendampingi, kira-kira alat kedokteran seperti apa yang dibutuhkan," terangnya.
PII akan semakin mematangkan programnya dalam penanganan Covid-19 melalui Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PII di Kepulauan Riau (Kepri) dalam waktu dekat.
Direktur Utama PT Indofarma Arief Pramuhanto menjelaskan untuk meningkatkan alat kesehatan dalam negeri, belanja Pemerintah wajib untuk produk dalam negeri, termasuk belanja barang dan jasa. Jika ada impor, maka hal tersebut pengecualian. Kementerian atau lembaga yang mengusulkan impor harus menyampaikan kebijakan, program, dan langkah untuk mensubstitusi dengan produk dalam negeri
Penguatan produk alat kesehatan dalam negeri sudah didasarkan pada kebijakan pemerintah. Pertama adalah PP 29/2018 Pasal 57, bahwa produk dalam negeri wajib digunakan oleh lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga pemerintah lainnya, dan satuan kerja perangkat daerah apabila sumber pembiayaannya berasal dari APBN, APBD.
Termasuk pinjaman atau hibah dari dalam negeri atau luar negeri, BUMN, badan hukum lainnya yang dimiliki negara, BUMD, dan badan usaha swasta yang pembiayaannya berasal dari APBN atau APBD. Pekerjaannya dilakukan melalui pola kerja sama antara pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah dengan badan usaha, dan/atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.
Kedua adalah PP 29/2018 Pasal 58. Kebijakan ini mewajibkan penggunaan produk dalam negeri dilakukan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan pengadaan Barang/Jasa.
Ketiga adalah PP 29/2018 Pasal 60 bahwa pengadaan produk dalam negeri terdiri dari pengadaan barang; pengadaan jasa; dan pengadaan gabungan barang dan jasa.
Keempat, PP 29/2018 Pasal 61, bahwa dalam pengadaan barang/jasa, pengguna produk dalam negeri wajib menggunakan produk dalam negeri.
Dalam jangka pendek, penguatan produksi alat kesehatan dalam negeri harus dilakukan dengan implementasi regulasi penggunaan produk dalam negeri, TKDN menjadi syarat utama e-katalog, dan menguatkan promosi alat kesehatan dalam negeri.
Sedangkan jangka panjang, harus ada transfer ilmu dan teknologi, peningkatan kompetensi SDM teknik biomedika, dan pembangunan ekosistem riset dan pengembangan terintegrasi antara akademisi, swasta, dan pemerintah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.