Resonansi
Dulu Konflik Israel-Arab, Kini Israel-Hamas
Israel lebih nyaman mempersempit konflik menjadi konflik Israel-Hamas.
Oleh IKHWANUL KIRAM MASHURI
OLEH IKHWANUL KIRAM MASHURI
Dulu disebut konflik Israel-Arab. Lalu diperkecil menjadi konflik Israel-Palestina, kini dikerdilkan lagi jadi Israel-Hamas. Itu terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Teranyar, serangan Israel ke Jalur Gaza, 9 Mei 2021, berakhir dengan gencatan senjata, 20 Mei 2021.
Banyak pihak termasuk media menyebut serangan Israel selama 11 hari itu perang Israel-Hamas. Hampir tak ada yang menyatakan sebagai perang Israel-Palestina, apalagi perang Israel-Arab.
Di manakah Otoritas Nasional Palestina? Di manakah Presiden Mahmud Abbas? Lalu, ke mana tokoh Fatah yang mendominasi Otoritas Nasional Palestina dan PLO (Palestine Liberation Organization)?
Otoritas Nasional merupakan lembaga politik yang memerintah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Dibentuk pada 1994, setahun setelah penandatanganan Persetujuan Damai Oslo antara Israel dan PLO. PLO dibentuk pada 1964 dengan tujuan ‘memerdekakan Palestina’.
Organisasi ini diakui dunia internasional sebagai perwakilah sah bangsa Palestina. PLO didominasi Faksi Fatah.
Persetujuan Oslo, yang secara resmi disebut ‘Deklarasi Prinsip-prinsip Fasilitasi Pemerintahan Sendiri secara sementara’, memberikan wewenang ke Otoritas Nasional Palestina memerintah di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
PLO dibentuk pada 1964 dengan tujuan ‘memerdekakan Palestina’.
Persetujuan Oslo ditandatangani di Washington oleh Mahmud Abbas mewakili PLO, dan Shimon Perez mewakili Israel pada 13 September 1993. Abbas sejak 2005 menjadi Presiden Palestina hingga kini. Ia menggantikan almarhum Yassir Arafat.
Namun, sejak 2007 secara de facto, Otoritas Palestina di bawah pimpinan Abbas hanya menguasai wilayah Tepi Barat. Gaza dikuasai Hamas. Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza merupakan wilayah Palestina tetapi terpisah satu sama lain.
Pemisahnya, pendudukan Israel atas wilayah di antara Tepi Barat dan Jalur Gaza. Di dua wilayah itu Israel membangun tembok untuk memisahkan daerah yang didiami warga Palestina dengan daerah yang diduduki negara Zionis itu, termasuk permukiman Yahudi.
Tembok itu, Israel menyebutnya ‘Pagar Keamanan’. Orang Palestina mengumpatnya sebagai tembok sialan, ‘Dinding Apartheid’. Dunia internasional mengecamnya sebagai ‘tembok llegal’.
Orang Palestina mengumpatnya sebagai tembok sialan, ‘Dinding Apartheid’. Dunia internasional mengecamnya sebagai ‘tembok llegal’.
Israel membangun tembok ini sejak Intifadah Palestina II (perang rakyat semesta) pada 2000-2005. Untuk alasan keamanan, kata mereka, demi mencegah infiltrasi orang-orang Palestina ke wilayah pendudukan.
Panjang tembok sekitar 712 kilometer, terbuat dari kawat berduri, parit, kabel listrik, dan dinding beton bertulang dengan ketinggian 9 meter. Sekitar 85 persen dinding ini terletak di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Tepi Barat ada di barat Sungai Yordania, luas daratannya 5.640 km2 dan luas perairan 220 km2. Penduduknya sekitar 2,7 juta jiwa. Lebih dari 80 persen keturunan Arab Palestina. Sisanya, sekitar 500 ribu keturunan Yahudi Israel, termasuk 192 ribu yang di Yerusalem Timur.
Jalur Gaza, kawasan di pantai timur Laut Tengah/Mediterania, berbatasan dengan Mesir di barat daya (11 kilometer) dan Israel di timur dan utara (51 kilometer). Panjangnya sekitar 41 km dan lebar 6-12 km, dengan luas 365 km persegi. Penduduknya 1,7 juta jiwa.
Selain tembok pembatas, Israel mengontrol perbatasan utara Jalur Gaza, juga wilayah perairan dan udara. Perbatasan selatan, dikontrol Mesir. Dengan blokade ini, tak mungkin dilakukan pergerakan barang ke dalam atau ke luar Gaza kecuali lewat perbatasan dengan Mesir.
Tepi Barat dan Jalur Gaza secara de jure berada di bawah pemerintahan Otoritas Nasional Palestina di Ramallah (Tepi Barat), sesuai Persetujuan Oslo. Namun, sejak 2007 secara de facto Jalur Gaza diperintah Hamas, menyusul hasil Pemilu Palestina pada 2006.
Sejak 2007 secara de facto Jalur Gaza diperintah Hamas, menyusul hasil Pemilu Palestina pada 2006.
Pemilu dimenangkan Hamas, tapi tidak diakui Fatah. Setelah pertempuran sengit antara Fatah dan Hamas, kemudian Hamas mengambil alih kekuasaan di Gaza dan membentuk pemerintahan sendiri.
Hamas memenangi pemilihan umum legislatif pada 2006, menguatkan kendalinya di Gaza serta mendepak rivalnya, Fatah. Sejak itu, Hamas beberapa kali menghadapi pertempuran melawan Israel, yang terakhir pada Mei lalu.
Beberapa kali Fatah dan Hamas berupaya mencapai rekonsiliasi. Teranyar, lewat pemilu yang dijadwalkan 22 Mei lalu. Sayangnya, pemilu itu gagal. Menurut Presiden Mahmud Abbas, pemilu ditunda sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Penundaan sampai partisipasi masyarakat Palestina di Yerusalem Timur dijamin. Ini terkait keamanan di Yerusalem Timur, saat muncul kerusuhan menyusul pengusiran warga Palestina dari kawasan Sheikh Jarrah. Salah satu permukiman warga Arab Palestina tertua.
Kerusuhan itu berkembang menjadi serangan berdarah oleh pesawat tempur Israel ke Gaza pada Mei lalu. Israel tampaknya tak menginginkan pemilu Palestina itu, yang akan menghasilkan pemerintahan kuat, mempunyai legitimasi di dunia internasional.
Pemerintahan Palestina yang diakui dunia, dipastikan memberi tekanan kuat bagi Israel. Karena itu, Israel lebih nyaman mempersempit konflik menjadi konflik Israel-Hamas, bukan konflik Israel-Palestina. Apalagi konflik Israel-Arab.
Para pemimpin Palestina ‘tidak bisa berbuat apa-apa’ karena telah ‘dikerangkeng’ di Tepi Barat.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.