Aparat keamanan menjaga penerapan protokol kesehatan saat jamaah haji melakukan Tawaf Ifadah, Juli tahun lalu. | EPA/SAUDI MINISTRY OF MEDIA

Kabar Utama

Soal Vaksin, Saudi Diminta Terbuka

Restu WHO menjadi jaminan standar internasional bagi vaksin Sinovac.

JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) menyetujui vaksin Covid-19 Coronavac yang dikembangkan Sinovac masuk dalam daftar penggunaan darurat (EUL). Keputusan itu diharapkan bakal membuka harapan pemberangkatan warga Indonesia ke Arab Saudi guna melaksanakan ibadah haji atau umrah.

Kerajaan Saudi sebelumnya memang mensyaratkan vaksinasi untuk kegiatan-kegiatan umum, termasuk bagi warga negara asing yang masuk ke negara tersebut. Vaksinasi tersebut juga harus menggunakan vaksin yang mendapatkan lampu hijau dari otoritas kesehatan setempat.

"Untuk umrah dan haji, domainnya di Kemenlu. Tapi, paling tidak dengan Sinovac dan Sinopharm masuk daftar WHO, kita berharap Pemerintah Arab Saudi membuka diri," ujar Menteri BUMN Erick Thohir saat jumpa pers di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6).

Keputusan WHO, menurut Erick, membuktikan jenis vaksin yang digunakan di Indonesia memiliki kualitas yang diakui internasional. "Sehingga rakyat merasa aman. Yang selama ini mempertanyakan ini belum masuk-masuk WHO, alhamdulillah, sekarang sudah," ungkap Erick. 

photo
Petugas membawa Envirotainer berisi vaksin Covid-19 setibanya di Teminal Cargo Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (31/5/2021). Sebanyak delapan juta dosis vaksin Covid-19 Sinovac kembali tiba di Indonesia dan selanjutnya akan dilakukan proses produksi oleh Bio Farma. - (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Pemerintah juga terus berupaya mengembangkan vaksin sendiri melalui vaksin Merah Putih yang tengah dikembangkan Lembaga Eijkman dan beberapa universitas serta holding BUMN farmasi, PT Bio Farma. "Kita coba, mudah-mudahan berhasil karena sekarang konteks kita harus bisa produksi sendiri, tidak mungkin terus impor," kata dia.

Dikeluarkannya persetujuan WHO kemarin sekaligus memberikan jaminan bahwa vaksin ini telah memenuhi standar internasional dalam keamanan, efikasi, dan pembuatan. "Dunia sangat membutuhkan beberapa vaksin Covid-19 untuk mengatasi kesenjangan akses yang sangat besar di seluruh dunia," kata Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Akses Produk Kesehatan Mariangela Simao dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (2/6).

WHO mengatakan, EUL untuk vaksin buatan Sinovac merupakan jaminan bahwa vaksin ini telah memenuhi standar internasional. EUL juga menjadi syarat untuk vaksin yang dipasok di fasilitas Covax dan pengadaan internasional.

Oleh karena itu, WHO mendesak Sinovac untuk berpartisipasi dalam fasilitas Covax, berbagi pengetahuan dan data mereka, serta berkontribusi dalam mengendalikan pandemi. WHO juga menyimpulkan, persyaratan penyimpanan yang mudah membuat Coronavac sangat mudah dikelola dan sangat cocok untuk wilayah-wilayah yang belum memiliki sumber daya yang mumpuni. 

Coronavac dikembangkan perusahan Cina, Sinovac Biotech, sejak awal 2020. Vaksin tersebut menggunakan metode inaktivasi virus SARS-CoV-2 yang kemudian disuntikkan ke manusia untuk membangun imunitas terhadap Covid-19.

Uji klinis vaksin tersebut di Brasil menunjukkan efikasi sekitar 50 persen, sedangkan uji klinis di Turki menunjukkan efikasi 91,25 persen. Di Indonesia, hasil uji klinis menunjukkan efikasi 65,3 persen.

Hingga Selasa (1/5), pemerintah telah mendatangkan 3 juta dosis vaksin jadi buatan Sinovac tersebut. Bahan baku Coronavac juga telah didatangkan sebanyak 81,5 juta dosis yang kemudian diolah PT Bio Farma menjadi 65,5 juta dosis vaksin jadi.

Vaksin tersebut membutuhkan dua kali suntikan dalam rentang dua pekan untuk memicu kekebalan. Salah satu alasan pemerintah mengimpor vaksin ini karena dapat disimpan pada suhu 4 derajat celsius sesuai kapasitas lemari pendingin yang tersebar di berbagai wilayah.

Selain dari Sinovac, pemerintah juga telah mendatangkan 6,41 juta dosis vaksin jadi produksi Astrazeneca serta 1 juta dosis vaksin jadi produksi Sinopharm. Kedua vaksin tersebut juga telah mendapatkan restu penggunaan darurat dari WHO.

Hingga kemarin, menurut Konsul Jenderal RI di Jeddah Eko Hartono, Kerajaan Saudi baru menyetujui izin pakai darurat untuk empat vaksin. Keempatnya ialah vaksin dari Astrazeneca, Pfizer, Johnson & Johnson, dan Moderna. Seluruh vaksin tersebut telah mendapatkan restu WHO. “Bahwa Sinopharm dan Sinovac sudah disetujui WHO, tapi hingga kini belum ada info perubahan kebijakan Saudi tentang vaksin,”ujar Eko Hartono saat dihubungi Republika, kemarin.

Demikian juga menurut dia belum ada pengumuman resmi dari kerajaan mengenai pelaksanaan haji tahun ini, termasuk soal kuota bagi calon jamaah dari Indonesia. “Belum ada kejelasan apakah ada haji internasional ataukah hanya domestik,” kata dia.

Sebelumnya, Kerajaan Saudi telah menyatakan tekad menggelar ibadah haji tahun ini. Meski begitu, perincian untuk kebijakan tersebut belum diumumkan. Tahun lalu, ibadah haji dibatasi untuk sekitar 10 ribu jamaah warga tempatan dan ekspatriat yang telah berdomisili di Saudi. Kerajaan Saudi juga belum mengumumkan perihal syarat vaksinasi bagi jamaah haji.

Haji Diumumkan Hari Ini

Sementara, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bersama Komisi VIII DPR telah menggelar rapat kerja tertutup terkait pelaksanaan ibadah haji 2021. Rencananya, keputusan hasil rapat tersebut akan diumumkan hari ini, Kamis (3/6).

"Insya Allah besok siang akan kami umumkam di kantor Kemenag," kata Menag usai rapat kerja tertutup dengan Komisi VIII DPR, Rabu (2/6).

Pengumuman tersebut, menurutnya, agar tak ada penyampaian yang membuat calon jamaah haji (calhaj) bingung. "Sabar sedikit, kan harus ditata. Supaya tidak salah apa yang disampaikan ke publik, harus transparan yang disampaikan ke publik," ujar Menag.

Ditanya ihwal vaksin Sinovac yang sudah diizinkan oleh WHO, ia menjawab bahwa itu bukan urusan Kemenag. "Itu kan urusannya bukan dengan Menag kalau untuk vaksin itu," ujar Yaqut.

Diketahui, Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih menunggu kepastian pelaksanaan ibadah haji 2021 dari Kerajaan Saudi. Segala pilihan telah dipikirkan, termasuk apakah melakukan pembatalan seperti tahun lalu atau tetap memberangkatkan jamaah haji.

photo
Jamaah menjalankan ibadah haji dalam jumlah yang dibatasi pada Juli 2020 lalu. - (AP)

"Pembatalan atau memberangkatkan jamaah haji tentu harus dikaji sedemikian rupa dengan instansi dan lembaga terkait, khususnya mitra kerja Kemenag, Komisi VIII DPR," kata Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Khoirizi, saat dihubungi Republika, Selasa (1/6).

Ia menyebut, hal ini pula yang dibahas oleh Kemenag dan Komisi VIII DPR saat rapat kerja bersama, Senin (31/5). Hasil rapat ini akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo oleh Menag.

Selanjutnya, Kemenag akan menunggu arahan, apakah jamaah Indonesia diberangkatkan atau tidak. "Apapun hasilnya, nanti akan kita sosialisasi dengan menggandeng seluruh stakeholder kita di tengah masyarakat,’’ kata dia.

Sebelumnya, Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj mendesak pemerintah segera membuat keputusan dan mengumumkan kepastian haji 2021.

"Seharusnya jika mengacu pada agenda tahun-tahun sebelumnya, memasuki akhir Syawal adalah masa-masa finalisasi pemberangkatan kelompok terbang (kloter) calon jamaah ke Tanah Suci," kata Mustolih.

Mustolih mengatakan, dengan waktu yang makin sempit seperti saat ini, tampaknya peluang pemberangkatan misi jamaah haji Indonesia ke Tanah Suci makin kecil dan sulit. Mengingat persoalan haji ini menyangkut hajat orang banyak, dan pekerjaan lintas sektor belum selesai.

"Sudah seharusnya menteri agama sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji segera mengambil sikap jelas dengan mengumumkan kepastian (haji) kepada publik," ujar dia.

Hal ini, menurutnya, sekaligus untuk menghentikan berbagai spekulasi liar di tengah masyarakat yang beredar. Pengumuman tentang kepastian haji 2021, lanjut Mustolih, tak harus menunggu kebijakan resmi terkait kuota haji dari Pemerintah Saudi yang belum kunjung terbit.

Mestinya, kata dia, sebagai negara yang berdaulat, Pemerintah Indonesia melalui menteri agama dapat segera memutuskan untuk menunda pemberangkatan calhaj. Pertimbangan utamanya adalah faktor keselamatan calhaj dan pengendalian pandemi Covid-19, baik di Tanah Air maupun di negara tujuan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat