Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan wartawan di Margaasih, Kabupaten Bandung, beberapa waktu lalu. | Abdan Syakura_Republika

Nasional

Presiden Diminta Turun Tangan soal KPK

KPK klaim 75 pegawai tak lolos TWK belum dinonaktifkan.

JAKARTA -- Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono berharap Presiden Joko Widodo turun tangan dalam penyelesaian masalah 75 pegawai lembaga antirasuah yang terancam dipecat. Mereka berpotensi kehilangan pekerjaan menyusul status tidak memenuhi syarat (TMS) dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Kami berharap Kepala Negara mengambil alih polemik ini karena beliau adalah pejabat tertinggi ASN (aparatur sipil negara)," kata Giri, Jumat (14/5).

Dia mengaku telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) TMS yang membebastugaskan dirinya dari tanggung jawab pekerjaan di KPK. Berdasarkan poin kedua dari SK, Giri diminta untuk menyerahkan tanggung jawab tersebut ke atasan mulai 7 Mei 2021.

"Kami telah menerima SK tidak memenuhi syarat (TMS) dan dalam SK diktum 2, kami dibebaskan dari tugas dan tanggung jawab dan menyerahkan kepada atasan (nonjob). Ini tindakan zalim, apalagi dilakukan bulan puasa," kata dia.

Dia menegaskan, alih status para pegawai KPK menjadi ASN adalah mandat Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019. Konstitusi itu, kata Giri, tidak menyebutkan pegawai KPK diseleksi untuk menjadi ASN. Berbeda dengan sikap pimpinan KPK yang dinilainya menyeleksi para pegawai.

Dampak penyerahan tanggung jawab atau nonjob tersebut membahayakan integritas penanganan perkara besar yang sedang ditangani KPK. Kebijakan itu juga membuang-buang APBN untuk membayar gaji serta memberikan contoh buruk pendidikan antikorupsi dan integritas.

TWK pegawai KPK menuai kecaman lantaran membuat soal yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pemberantasan korupsi. Di antara pertanyaan yang muncul adalah pandangan pegawai seputar FPI, Muhammad Rizieq Shihab, HTI, alasan belum menikah, kesediaan menjadi istri kedua, doa qunut dalam shalat hingga LGBT.

TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu pun menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK Giri Suprapdiono, dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan TMS berdasarkan tes tersebut.

KPK kemudian menerbitkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan. Surat tertanda Ketua KPK Firli Bahuri dan salinannya ditandatangani Plh Kepala Biro SDM Yonathan Demme Tangdilintin itu memerintahkan pegawai yang tidak lolos untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab mereka kepada atasan langsung.

photo
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengenakan topeng berwajah Ketua KPK Firli Bahuri saat aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (7/5/2021). Mereka meminta Ketua KPK Firli Bahuri untuk mengikuti tes wawasan kebangsaan versi antikorupsi. - (Aprillio Akbar/ANTARA FOTO)

Puluhan guru besar dari berbagai perguruan tinggi mengeluarkan pernyataan bersama pada Ahad (16/5). Mereka di antaranya Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Fathul Wahid, Mulai Ni'matul Huda (UII), Didik J Rachbini (Universitas Mercu Buana), dan Azyumardi Azra (UIN Jakarta). Para guru besar itu mengajak seluruh komponen bangsa yang masih hidup nurani kebangsaannya menolak TWK dan penonaktifan pegawai KPK.

Mereka menduga TWK itu bermuatan kepentingan yang tak sejalan dengan misi pemberantasan korupsi yang sebenarnya. "Ini dukungan tulus yang dilandasi dengan rasa cinta dan rindu akan Indonesia yang bebas dari praktik korupsi dan lebih bermartabat," kata Fathul Wahid, lewat keterangan tertulis.

Pakar hukum Bivitri Susanti merasa heran lantaran sebagian pegawai KPK gagal lulus TWK. Padahal, di antara mereka merupakan pejabat tinggi yang pernah melewati tes sejenis itu.

Bivitri menekankan para pegawai yang tak lolos TWK sebenarnya bukan pegawai baru. Karena itu, penilaian TWK pada mereka tak perlu disamakan layaknya kepada perekrutan baru.

"Karena mereka sudah mengalami berbagai tes, dulu waktu pertama masuk KPK. Mereka bukan pegawai baru masuk, tidak bisa disamakan," kata Bivitri kepada Republika, belum lama ini.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK belum memutuskan apa pun terkait 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS). KPK menyebut puluhan pegawai itu masih belum dinonaktifkan. "Perlu kami tegaskan bahwa sejauh ini belum ada keputusan apa pun terkait pegawai yang TMS," kata Ali, Sabtu (15/5).

Dia mengatakan, nasib 75 pegawai itu akan diputuskan berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). "Karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaiannya masih tetap berlaku," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat