Konsultasi Syariah
Lebaran tanpa Mudik
Larangan mudik seharusnya disikapi dengan penuh qana'ah dan syukur,
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI
Sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia, saat Lebaran akan mudik ke kampung halaman untuk silaturahim. Mereka yang kuliah dan bekerja di Jakarta, Bandung, Makassar, Medan dan kota-kota lainnya mudik untuk bersilaturahim dengan orang tua dan keluarga.
Sebuah tradisi yang sangat baik memanfaatkan libur panjang untuk memenuhi hak keluarga di kampung halaman. Tetapi Lebaran kali ini, mereka tidak bisa mudik. Karena alasan pandemi, pemerintah membuat kebijakan larangan mudik.
Larangan mudik ini --seperti halnya aturan-aturan yang lain-- itu harus dipenuhi, baik karena sebagai warga negara yang patuh, juga karena larangan tersebut diberlakukan untuk kepentingan pemudik dan masyakat agar tidak terpapar Covid-19 atau menularkan dan membuat klaster-klaster baru.
Dalam bahasa syariah, kesimpulan tersebut dijelaskan Syekh Zakaria al-Anshari: “Saat otoritas memerintahkan aktivitas wajib, maka kewajiban tersebut makin kuat. Saat memerintahkan aktivitas sunah, maka menjadi wajib (ditunaikan). Saat memerintahkan aktivitas yang mubah (boleh), maka tetap wajib dipatuhi bila memberikan kemaslahatan kepada publik.”
Jika merujuk pada penjelasan Syekh Zakaria tersebut, maka larangan mudik itu menguntungkan masyarakat karena memitigasi risiko terpapar Covid-19 hingga dikategorikan keharusan menurut ilmu maqashid, maka dengan aturan larangan ini menjadi lebih wajib lagi. Karena itu, larangan mudik seharusnya disikapi dengan penuh qana'ah dan syukur, seraya memanfaatkan kondisi yang ada untuk melakukan banyak alternatif kebaikan.
Larangan mudik seharusnya disikapi dengan penuh qana'ah dan syukur.
Walaupun Lebaran tahun ini tidak bisa mudik dan bertemu dengan keluarga di kampung halaman, tetapi tidak berarti silaturahim lebaran sama sekali tidak bisa dilakukan. Karena sesungguhnya makna silaturahim, bakti pada orang tua, kewajiban pada keluarga itu beragam dan tidak terbatas pada kunjungan semata.
Sebagaimana dijelaskan an-Nawawi: "Silaturahim adalah berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi pihak yang bersilaturahim dan yang menerima silaturahim. Karena itu, silaturahim bisa dilakukan dengan memberikan materi, bisa dengan memberikan bantuan, melakukan kunjungan, mengucapkan salam, dan lain-lain.” (an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 18/201).
Sesungguhnya, ada banyak aktivitas yang bisa dilakukan agar silaturahim kepada keluarga tetap bisa ditunaikan secara online, di antaranya, melalui video call dengan keluarga untuk menanyakan dan memastikan kondisi mereka.
Ada banyak aktivitas yang bisa dilakukan agar silaturahim kepada keluarga tetap bisa ditunaikan secara online.
Di antaranya juga mengirim dana kepada orang tua (birrul walidain) dan keluarga sebagai bagian dari bakti kepada orang tua. Juga mendoakan keluarga di kampung agar mereka panjang usia, sehat wal afiat, dan yang tidak bisa mudik diberikan kesempatan dan kemudahan untuk memberikan bakti terbaik untuk mereka dan memenuhi hak-haknya.
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.