Tema Utama
Semerbak Parfum dari Peradaban Islam
Sarjana Muslim dari era keemasan Islam turut menyumbangkan pemikiran dan temuan terkait wewangian.
OLEH HASANUL RIZQA
Nabi Muhammad SAW mengajarkan umat Islam agar selalu menjaga kebersihan dan kerapian. Salah satu sunah Rasulullah SAW ialah wangi-wangian, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Beliau bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat, sikat gigi, memakai parfum, dan memakai pakaian paling bagus yang dimilikinya, lalu pergi shalat Jumat dan tidak melangkahi bahu orang, lalu shalat sunah dan mendengarkan khutbah sampai selesai serta tidak berbicara, maka diampuni dosanya antara Jumat itu dan Jumat sebelumnya.” (HR Ahmad).
Menurut ajaran Islam, kaum pria dianjurkan untuk memakai wewangian yang semerbak harumnya dan warnanya tidak tampak. Sementara, kaum wanita dimakruhkan untuk menggunakan wewangian dengan harum yang menyengat saat keluar rumah, seperti ke masjid atau tempat-tempat lain. Bagaimanapun, kaum hawa boleh saja memilih parfum yang beraroma kuat apabila bersama dengan suaminya di rumah.
Nabi SAW suka memakai wewangian. Beliau pun menerima apabila diberi hadiah wangi-wangian. Aroma yang melekat pada tubuhnya tidak hanya disebabkan parfum, tetapi juga kebersihan lahiriahnya.
Dalam hadis yang diriwayatkan al-Bukhari, disebutkan bahwa para sahabat mengenali jalan yang telah dilalui Rasulullah SAW. Sebab, keharuman yang menyeruak dari jalan itu. “Kami tahu kalau Nabi SAW sudah keluar melalui wangi tubuhnya,” tutur Anas.
Para sahabat mengenali jalan yang telah dilalui Rasulullah SAW. Sebab, keharuman yang menyeruak dari jalan itu.
Sang sahabat juga mengatakan, “Belum pernah aku mencium bau minyak wangi, parfum atau apa pun yang seharum aroma Rasulullah SAW.” (HR Muslim).
Jabir bin Samurah menuturkan, Nabi SAW pernah mengusap pipinya. Dia pun merasakan tangan beliau harum, seakan-akan baru saja dikeluarkan dari tas kulit minyak wangi. “Aku pernah dibonceng Nabi SAW, lalu mulutku tersentuh pada cincin kenabian beliau yang menebarkan semerbak wewangian.”
Berangkat dari sunah Rasul SAW, peradaban Islam pun turut mengembangkan parfum. Kaum Muslimin acap kali mencampurkan ekstrak parfum dengan bahan bangunan untuk membangun masjid. Dengan begitu, tempat ibadah yang nantinya berdiri tidak hanya kokoh, tetapi juga wangi.
Kebiasaan itu lantas diikuti para sultan Muslim. Para sarjana kemudian melakukan berbagai eksperimen ilmiah untuk menemukan cara yang lebih murah dan massal dalam memproduksi kemenyan pewangi.
Kimiawan Muslim dari abad ke-12, al-Isybili, mengungkapkan, pada masa kejayaan Islam terdapat tak kurang dari sembilan buku teknis dan pedoman bagi pengelola industri parfum.
Salah satu tokoh Muslim yang turut berkontribusi dalam industri parfum ialah Jabir bin Hayyan (wafat 806 M). Ia mengembangkan berbagai teknik untuk mendapatkan saripati wewangian dari berbagai bahan, termasuk proses destilasi, evaporasi, dan filtrasi. Berdasarkan hasil kerjanya, aroma wangi dari tumbuh-tumbuhan bisa dibentuk menjadi uap air. Parfum kala itu dapat disimpan dalam botol yang berisi air atau minyak ekstrak wewangian.
Keberhasilan Jabir dikembangkan lagi oleh al-Kindi (801-873 M). Bahkan, namanya dikenang sebagai bapak parfum. Karena berkat penelitian dan eksperimennya, ia berhasil mengombinasikan aroma wangi dari berbagai macam bahan untuk mendapatkan beragam sensasi aromatik.
Sosok yang berjulukan filsuf Islam pertama itu menulis dua kitab yang khusus mengkaji perihal wewangian, yakni Kitab al-Taraffuq fii al-‘Ithr dan Kitab Kimiya al-‘Ithr wa al-Tasidat. Tidak hanya tentang proses pembuatan parfum, semisal dari hasil penyulingan minyak bunga mawar, buku-buku itu juga membahas lebih dari 100 jenis wewangian, air aromatik, dan obat-obatan herbal.
Berikutnya, ada Abu al-Qasim Khalaf bin al-Abbas al-Zahrawi. Ilmuwan yang oleh Barat disebut Abulcasis ini sesungguhnya merupakan seorang dokter terkemuka. Pada masanya, ia bahkan digelari sebagai ahli bedah terulung dari abad pertengahan. Pada faktanya, al-Zahrawi tidak hanya menekuni dunia medis, tetapi juga kimia dan botani.
Karya monumentalnya ialah Kitab al-Tasrif, yakni ensiklopedia yang terdiri atas 30 jilid. Salah satu jilidnya membahas tentang wewangian, yang digolongkannya sebagai sebuah kosmetik.
Lebih lanjut, dia meyakini bahwa kosmetik adalah salah satu cabang dari ilmu medis. Ia menyebutnya sebagai ilmu medis untuk kecantikan. Kitab karyanya itu menjadi bacaan utama di kampus-kampus Eropa, khususnya antara abad ke-12 dan 17.
Tidak hanya parfum, al-Zahrawi pun menemukan krim penghilang bau badan yang dioleskan di ketiak. Karenanya, ia dapat dikatakan sebagai penemu deodoran. Pada volume 19 di Kitab al-Tasrif, ia membahas pewarna rambut yang bisa mengubah warna pirang menjadi hitam, termasuk cara-cara merawat rambut. Bahkan untuk urusan rambut, dia menjelaskan bagaimana caranya untuk bisa memperbaiki kondisi rambut yang sudah kusut.
Salah satu kosmetik ciptaannya adalah stik pewarna yang berbentuk silindris untuk bibir. Saat ini, temuannya itu disebut lipstik. Dia pula yang memelopori tradisi membawa bunga saat membesuk pasien di rumah sakit.
Segenerasi dengan al-Zahrawi, ada Ibnu Sina (980-1037 M). Ia juga menyumbangkan pemikiran untuk perkembangan industri parfum. Tokoh yang dikenal di Barat sebagai Avicenna itu memperkenalkan proses ekstraksi minyak dari bunga-bunga dengan cara distilasi.
Dia tercatat sebagai ilmuwan yang paling awal bereksperimen dengan mawar. Salah satu temuannya, parfum cair merupakan campuran antara minyak dan herbal yang dihancurkan atau ekstrak kelopak-kelopak bunga. Hasilnya, parfum yang lebih awet wanginya.
Sejarah membuktikan, peradaban Islam menorehkan prestasi yang tinggi, termasuk dalam menghadirkan parfum kepada dunia. Para sarjana Muslim berjasa dalam meneliti dan mengembangkan proses-proses ekstraksi wewangian, seperti melalui teknologi distilasi uap.
Contoh lainnya, ghaliyyah yakni pencampuran zat-zat aromatik dari bunga, kayu, maupun rempah-rempah. Produknya bahkan tidak hanya parfum, tetapi juga bahan-bahan dasar ramuan obat herbal. Segenap pencapaian ini sangat berpengaruh bagi kemajuan industri kimia masa-masa berikutnya. Bahan ramuan parfum temuan para ahli kimia Muslim banyak diikuti oleh kalangan industri parfum di dunia Barat.
Parfum datang ke Eropa melalui Andalusia. Minyak wangi dan banyak produk kebudayaan Islam masa itu dibawa serta oleh orang-orang Kristen yang kembali dari gelanggang Perang Salib. Artinya, wewangian Arab mulai masuk ke Eropa pada abad ke-11. Catatan dari “Pepperers Guild of London” yang bertarikh abad ke-12 menunjukkan, perdagangan yang dilakukan umat Nasrani Eropa dengan Muslim meliputi banyak komoditas. Parfum menjadi salah satu produk primadona.
Namun, dunia Kristen pada masa itu tidak berarti sepenuhnya tanpa parfum. Masyarakat Eropa sudah mengembangkan air aromatik, setidaknya sejak zaman Romawi Timur (Bizantium). Santo Hildegard dari Bingen menggunakan ramuan-ramuan herbal yang direndam dalam bak mandi air panas untuk menciptakan aroma yang menyenangkan.
Ratu Elizabeth dari Hongaria dikenang sebagai pencipta cairan parfum yang berbahan dasar alkohol. Larutan itu dinamakan Air Hongaria. Wewangian ini dibuat dengan mencampurkan brendi, rosemary, dan thyme yang kuat. Hingga abad ke-18, Air Hongaria cukup populer sebagai salah satu pilihan parfum bagi kalangan sosialita Eropa.
Hingga kini pun, tidak sedikit pabrikan parfum yang menggunakan unsur alkohol. Bagi umat Islam, perkara parfum yang mengandung alkohol ditelaah secara fikih. Ada pendapat yang menyamakan zat alkohol dalam pewangi sebagai najis. Namun, ada pula yang berpandangan, cairan itu tidak sampai najis, dengan berbagai dalil.
Misalnya, ketika ayat Alquran tentang keharaman khamr turun, para sahabat Nabi SAW menumpahkan khamr-khamr mereka di pasar. Kalau zat khamr itu najis, niscaya perbuatan itu tidak diperbolehkan. Nabi SAW pun tidak memerintahkan umatnya untuk mencuci bejana-bejana bekas khamr.
Yang pasti, alangkah baiknya memilih parfum nonalkohol. Apalagi, saat ini sangat banyak produk wewangian dari bahan alami. Harganya pun cukup terjangkau dengan pilihan aroma yang juga variatif.
Mengenal Kasturi, Wewangian Kesukaan Nabi
Wewangian dapat memberikan sensasi ketenteraman kepada pikiran. Ruangan yang beraroma wangi akan lebih kondusif dipakai sebagai tempat ibadah, alih-alih ruangan yang apak. Jamaah pun dapat lebih khusyuk dalam mendirikan shalat atau berzikir mengingat Allah SWT.
Salah satu cara mengharumkan ruangan ialah dengan membakar kemenyan atau kayu aromatik. Mengutip laman Nahdlatul Ulama Online, Nabi Muhammad SAW sangat menyukai wangi-wangian, termasuk yang berasal dari minyak wangi atau kayu gaharu.
Para sahabat, generasi tabiin, serta tabiit tabiin pun meniru contoh Rasulullah SAW. Hingga kini pun, banyak sekali dijumpai penjual parfum atau kayu gaharu di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Untuk ruangan, aroma wangi dapat diperoleh dari pengasapan kayu gaharu. Adapun untuk tubuh, bisa dipakai parfum dengan pelbagai pilihan aromatik. Adapun wangi kesukaan Rasulullah SAW ialah minyak kasturi. Beliau memuji aroma pewangi tersebut, sebagaimana hadis yang diriwayatkan ummul mu'minin, Aisyah.
Nama lain minyak kasturi adalah musk oil. Sejak zaman pra-Islam, pesonanya memang terkenal di pelbagai penjuru dunia. Tidak hanya wanginya yang terkesan lembut dan tahan lama, zat itu pun memiliki beragam khasiat bagi pemakainya.
Manfaat minyak kasturi yang pertama-tama ialah sebagai aromaterapi.
Manfaat minyak kasturi yang pertama-tama ialah sebagai aromaterapi. Aroma yang timbul darinya dapat menenangkan pikiran. Adapun faedah lainnya adalah mengobati gangguan kulit.
Beberapa jenis penyakit seperti jerawat, eksim, dan psoriasis, dapat diatasi dengan minyak kasturi. Salah satu kandungan wewangian ini adalah retinol, yang bisa membantu regenerasi sel kulit secara optimal.
Mengoleskan minyak kasturi dapat membantu terjaganya tekstur kulit. Terutama pada masa sekarang, pelbagai radikal bebas menempel pada kulit dan membuat sel-sel mati atau gagal meregenerasi. Lapisan minyak kasturi bisa mencegah paparan radikal bebas itu.
Beberapa jenis penyakit seperti jerawat, eksim, dan psoriasis, dapat diatasi dengan minyak kasturi.
Kulit yang diolesi minyak kasturi dapat terjaga kelembapannya. Zat ini mengandung essential fatty acids serta omega 6 yang berfungsi menjaga keseimbangan kapasitas air dalam lapisan kulit. Kulit yang memiliki hidrasi baik akan tampak lebih kencang. Alhasil, wewangian kegemaran Rasulullah SAW ini dapat dimanfaatkan sebagai produk pencegah tanda-tanda penuaan kulit (anti-aging).
Dari manakah saripati kasturi? Minyak ini bisa berasal dari dua sumber, yakni nabati maupun hewani. Jenis yang didapat dari bahan tumbuhan, yakni kulit pohon kasturi. Produsen parfum umumnya mengambil ekstrak dari bahan tersebut.
Pada zaman sekarang, ada pula yang mendapatkan ekstrak itu dari rekayasa di laboratorium, sembari mencampurkannya dengan jenis-jenis tanaman lain, semisal Angelica archangelica, Olearia argophylla, atau Mimulus moschatus.
Minyak kasturi yang diperoleh dari bahan hewani, yakni rusa. Lebih tepatnya, bintil kelenjar rusa jantan, yang terdapat antara perut dan genital, leher, serta bagian atas tubuh binatang tersebut. Jenis rusa yang menghasilkan minyak itu adalah musk deer.
Umumnya mereka hidup di negeri-negeri Asia, termasuk India, Cina, dan Mongolia. Biasanya, minyak dari musk deer ini cenderung lebih mahal. Ini seturut dengan kian langkanya binatang bertanduk itu di alam. Bahkan, kabarnya rusa jenis ini di ambang kepunahan akibat terlalu sering diburu.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.