Kabar Utama
Usut Tuntas Kasus Alat Tes Covid-19 Bekas
YLKI menilai kasus di Kualanamu hanya puncak gunung es.
JAKARTA -- Penggunaan alat tes Covid-19 antigen bekas terungkap di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara. Para pemangku kepentingan diharapkan dapat mengusut tuntas kasus tersebut. Sementara, masyarakat diimbau untuk waspada dengan mengecek produk alat tes antigen yang akan digunakan.
Pada Selasa (27/4), layanan rapid test Covid-19 di Bandara Kualanamu digerebek polisi menyusul adanya dugaan pemalsuan penggunaan alat tes cepat antigen. Dari hasil penggerebekan, polisi mengamankan lima petugas rapid test yang merupakan karyawan PT Kimia Farma Diagnostik, yaitu RN, AD, AT, EK, dan EI.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi membenarkan pihaknya telah menangkap para petugas laboratorium rapid antigen Kimia Farma. "Lokasi penindakannya di salah satu ruangan di Bandara Kualanamu, Selasa sore. Ada beberapa orang yang kita mintai keterangan. Sudah kita periksa dan penyidik Subdit 4 masih mendalaminya," kata Hadi saat dikonfirmasi, Rabu (28/4).
Hadi menjelaskan, kasus ini berawal saat anggota Krimsus Polda Sumut yang berpakaian sipil menyamar sebagai calon penumpang salah satu pesawat. Anggota tersebut kemudian melaksanakan tes cepat antigen di Bandara Kualanamu pada Selasa (27/4) pukul 15.05 WIB.
Selanjutnya, dua anggota yang telah melakukan penyamaran itu dipanggil ke dalam untuk diambil sampel lendir dari rongga pernapasannya. Sekitar 10 menit berselang, hasilnya keluar dan yang bersangkutan dinyatakan positif Covid-19.
Petugas yang menyamar memperdebatkan hasil positif. Hingga kemudian, isi ruangan laboratorium rapid antigen dan para petugas Kimia Farma dikumpulkan dan barang bukti didapatkan. Ratusan alat yang telah terpakai dan didaur ulang ditemukan. "Dugaan-dugaan ke arah situ (antigen daur ulang). Semuanya masih didalami oleh penyidik," kata Hadi.
Menurut keterangan dari petugas Kimia Farma saat diinterogasi, alat yang digunakan untuk pengambilan sampel yang dimasukkan ke dalam hidung setelah digunakan, dicuci dan dibersihkan. Alat itu kemudian dimasukkan ke dalam bungkus kemasan untuk digunakan dalam pemeriksaan orang berikutnya.
Satuan Tugas Covid-19 sangat menyesali adanya kejadian yang tidak bisa ditoleransi ini. "Pada prinsipnya, Satgas Covid-19 tidak menolerasin tindakan tersebut," kata Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito kepada Republika, kemarin.
Terkait masalah ini, Wiku menegaskan perlu adanya evaluasi Satgas Covid-19 di bandara agar kejadian serupa tidak terjadi. "Kemudian untuk masyarakat mohon untuk tetap mengikuti prosedur mobilitas sesuai kebijakan yang berlaku," katanya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi berharap kasus ini jadi pelajaran untuk semua pihak. Meski masyarakat tinggal menerima hasil, Nadia meminta masyarakat lebih waspada. Saat akan diambil spesimennya, masyarakat bisa meminta petugas memperlihatkan bahwa alat tes, khususnya antigen, memang dibuka dari kemasan tersegel.
Kendati demikian, ia mengakui bahwa tes Covid-19 menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) atau antibodi tidak mudah diketahui keaslian produknya, Menurut dia, pengawasan terkait hal ini ada di kewenangan institusi terkait atau di pemerintah daerah (pemda) setempat.
Pihaknya juga menyambut baik kasus di Bandara Kualanamu untuk diproses hukum. "Sudah tepat sekali yang dilakukan penegak hukum untuk menegakkan aturan. Perkuat pengawasan dari penegak hukum," katanya.
PT Kimia Farma Tbk melalui PT Kimia Farma Diagnostik menyatakan tengah melakukan investigasi bersama pihak berwenang. Direktur Kimia Farma Diagnostik Adil Fadhilah Bulkini menegaskan, pihaknya mendukung penuh investigasi yang dilakukan pihak berwajib terhadap kasus tersebut.
"Tindakan yang dilakukan oleh oknum pertugas layanan rapid test Kimia Farma Diagnostik sangat merugikan perusahaan, bertentangan dengan SOP, serta merupakan pelanggaran sangat berat," kata Adil dalam siaran pers.
Adil menegaskan, pihaknya akan mengevaluasi secara menyeluruh dan memperkuat pengawasan SOP di lapangan. “Ini agar permasalahan serupa tidak terulang,” katanya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menduga ada mafia di balik kasus dugaan penggunaan alat uji Covid-19 bekas di Bandara Kualanamu. Dia meminta aparat hukum mengusut tuntas kasus ini dan memproses secara pidana atas penipuan konsumen.
"Saya kira pelakunya harus diusut, bukan hanya pelaku itu saja tetapi dugaan adanya mafia yang juga berpraktik bukan hanya di Kualanamu tapi juga di tempat lain," ujar Tulus saat dihubungi Republika, Rabu (28/4).
Menurut dia, kasus dugaan penggunaan rapid test bekas di Bandara Kualanamu hanya fenomena puncak gunung es. Ia khawatir hal serupa juga terjadi di tempat lain.
Tulus juga menduga ada alat tes abal-abal, mengingat terdapat 90 merk alat tes cepat yang beredar dan digunakan di Indonesia. Sementara, Badan Kesehatan Dunia (WHO) hanya merekomendasikan tiga merk saja. "Artinya sisanya kan berarti patut diduga ini abal-abal. Jadi saya kira ini harus dibongkar semuanya permainannya," kata Tulus.
Tulus mengatakan, permasalahan ini sangat merugikan konsumen. Selain itu, pengendalian penyebaran Covid-19 pun menjadi tak efektif. Sebab, kata Tulus, bisa saja orang yang benar-benar positif terinfeksi Covid-19, hasilnya menjadi negatif karena alat yang digunakan bekas. Sehingga, hasilnya meragukan dan konsumen dapat tetap bepergian, bahkan berpotensi menularkan virus corona ke orang lain.
Hingga berita ini dimuat, Kementerian Perhubungan dan PT Angkasa Pura II yang membawahi Bandara Kualanamu belum bisa dimintai komentar.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.