Nasional
Pemda Masih Bergantung Pusat
Kapasitas fiskal yang baik dapat mempercepat pembangunan di daerah.
JAKARTA—Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menuturkan, masih ada daerah yang belum bisa mandiri dan masih bergantung pada pemerintah pusat. Padahal, otonomi daerah (otda) sudah diberlakukan sejak 25 tahun yang lalu. Tito mengaku masih ada pemerintah daerah yang bergantung pada dana transfer ke daerah dan dana desa.
“Kenyataannya setelah 25 tahun, masih banyak daerah yang sangat tergantung dari transfer pusat," ujar Tito dalam peringatan Hari Otda ke-25 yang disiarkan daring, Senin (26/4).
Ia mengatakan, masih banyak daerah yang belum mengembangkan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai salah satu sumber pemasukan. Ditambah lagi dengan terjadinya kebocoran karena malapraktik, sehingga pembangunan berjalan lamban.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pendapatan asli daerah (PAD) pada 2020 sekitar Rp 250,48 triliun. Sedangkan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) di tahun yang sama mencapai Rp 856,94 triliun.
Namun, kata Tito, ada juga beberapa daerah yang PAD-nya meningkat bahkan melebihi transfer pusat. Daerah itu memiliki sumber-sumber pemasukan lainnya seperti dari pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Daerah ini antara lain, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kabupaten Badung, Bali, Mimika, dan Merauke.
Dengan demikian, menurut Tito, kapasitas fiskal yang baik dapat mempercepat pembangunan di daerah. Tito mengaku, Otda memunculkan euforia pengajuan daerah otonomi baru (DOB).
Menurut Tito, ada satu kabupaten yang daerahnya tidak mencapai 15 ribu penduduk tetapi ingin memecah wilayah menjadi daerah otonomi baru. Padahal, pembentukan DOB memerlukan biaya yang sangat tinggi. Biaya untuk membentuk pemerintahan baru, biaya membangun infrastruktur, melakukan rekrutmen pegawai, dan lain-lain.
"Kami kira otonomi daerah ini perlu terus kita lanjutkan untuk memberikan ruang berinovasi. Silakan rekan-rekan kepala daerah berinovasi, berkreasi, terutama untuk meningkatkan pendapatan asli daerah agar lebih mampu untuk mandiri," tutur Tito.
View this post on Instagram
Sementara, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti indikator capaian kinerja perjalanan otonomi daerah di Indonesia selama kurun waktu 25 tahun. Ia mengatakan, berdasarkan beberapa referensi indikator nasional dan internasional, Indonesia masih tertinggal dan belum mengungguli negara lain di Asia Tenggara.
Wapres menjelaskan, pertama, laporan Indeks Demokrasi Dunia yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU). Ada lima indikator yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil. "Tahun 2019 dan 2020 Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dengan skor 6,3. Posisi Indonesia di lingkungan Asia Tenggara berada di peringkat empat, di bawah Malaysia, Timor Leste, dan Filipina," kata Wapres dalam peringatan HUT Otonomi Daerah ke-25 secara virtual, Senin.
Sedangkan, berdasarkan, laporan Human Development Index (HDI) yang dirilis oleh program pembangunan PBB (UNDP) dengan tiga indikator yaitu harapan hidup, pendidikan, dan perekonomian. Indonesia pada tahun 2020 juga berada pada peringkat 107 dengan skor 71,8 atau tumbuh sekitar 0,03 persen dibandingkan capaian tahun 2019. Lagi, lagi kata Wapres, posisi Indonesia masih dibawah Malaysia dan Thailand.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.