Cucu Nabi Muhammmad SAW, Hasan bin Ali tidak merasa sungkan untuk menerima jamuan dari para pengemis. Saat menepi di perjalanan, mereka hanya memiliki remah-remah roti. | DOK WIKIPEDIA

Kisah

Kisah Cucu Nabi Diundang Pengemis

Hasan dan Husain adalah dua cucu Nabi SAW yang amat berjasa dalam sejarah Islam.

OLEH HASANUL RIZQA

Sayyidina Hasan merupakan putra tertua dari pasangan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW. Adik lelakinya bernama Husain. Kedua cucu Rasulullah SAW ini sering kali disebut dalam berbagai kisah keteladanan Islam.

Salah satu hikayat tentangnya adalah sebagai berikut. Pada suatu hari, Hasan bin Ali melintasi sebuah kawasan padang pasir. Tak begitu jauh dari oasis, ia berpapasan dengan sekelompok orang berpakaian kumal yang sedang duduk melingkar. Seorang kawan memberitahukan kepadanya, mereka adalah kaum pengemis lokal.

Para pengemis itu tampak menggelar tikar. Di atas alas itu, mereka kemudian meletakkan remah-remah roti kering. Ya, hanya itu makanan yang dapat dikumpulkan dari seharian meminta-minta di pinggir jalan.

Hasan tersenyum dan mengucapkan salam kepada mereka, “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Allah merahmati kalian semua.”

Peminta-minta itu tahu bahwa sosok di hadapannya adalah seorang cucu Nabi SAW. Setelah menjawab salam, mereka mengajak Hasan untuk makan bersama. Tanpa ragu, kakak Husain bin Ali ini lalu turun dari keledai tunggangan, dan mendekati tikar itu. Dengan wajah cerah, ia menerima undangan mendadak itu dan duduk di antara mereka, menikmati sajian yang ada.

“Mari kita makan, wahai cucu Rasulullah SAW,” kata seorang di antaranya.

“Baiklah,” jawab Hasan.

Tidak ada sajian apa pun di sana kecuali remah-remah roti hasil mengemis. Para pengemis itu pun makan dengan lahapnya. Begitu pula dengan Hasan, yang turut menikmati makanan tersebut.

Setelah itu, Hasan mengobrol sebentar dengan mereka. Barulah kemudian ia bangkit berdiri untuk berpamitan.

Di atas keledainya, ia berkata, “Saya telah memenuhi undangan kalian untuk makan bersama. Maka itu, penuhilah undanganku untuk datang ke rumahku.” Amirul mukminin kelima itu lantas menentukan waktu tanggalnya. Para pengemis itu dengan antusias mengatakan bersedia hadir.

Pada hari yang telah ditentukan, Hasan menerima orang-orang ini di rumahnya. Walaupun berpakaian compang-camping, mereka adalah tamu yang patut dihormati. Sebab, demikianlah Islam mengajarkan umatnya untuk selalu memuliakan tamu.

 
Sudah sewajarnya, setiap Muslim memenuhi undangan tanpa memandang status sosial.
 
 

Tidak ada perbedaan antara si kaya dan miskin dalam urusan etika memenuhi undangan. Sudah sewajarnya, setiap Muslim memenuhi undangan tanpa memandang status sosial. Hasan bin Ali telah mengamalkan salah satu sunah Nabi SAW. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidak memenuhi undangan pengundang, maka ia tidak mematuhi Allah dan Rasul-Nya” (HR Bukhari-Muslim).

Ketika diundang para pengemis untuk makan bersama, maka ia menghadirinya. Sebaliknya, Hasan pun menghendaki keberkahan dari mengundang tamu. Karena itu, ia meminta mereka untuk bersedia dijamu di rumahnya. Sungguh indah akhlak yang ditunjukkan sang cucu Rasulullah SAW!

Akhir hayat

Hasan bin Ali wafat pada 28 Safar 50 Hijriah, atau bertepatan dengan 1 April 670 M, di Madinah al-Munawwarah. Putra Ali bin Abi Thalib itu meninggal dalam usia 45 tahun. Mengutip buku Hasan dan Husain: The Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, seorang sahabat Nabi SAW Abu Hurairah menangis di dekat Masjid Nabawi.

Sang periwayat banyak hadis itu berduka atas wafatnya Hasan. “Wahai Muslimin, hari ini al-Hasan bin Ali, cucu kesayangan Rasulullah, telah meninggal dunia. Maka menangislah kalian!” katanya menyeru.

Pada hari itu juga, Husain bin Ali menemui Aisyah. Tujuannya untuk meminta izin menguburkan kakaknya di rumah sang ummul mukminin, bersisian di dekat jasad Nabi SAW. Aisyah berkata, “Lakukanlah, dan itu adalah sebuah kemuliaan!"

Akan tetapi, penguasa pemerintahan kala itu, Marwan bin al-Hakam, menolak usulan ini. Hampir saja terjadi pertumpahan darah di antara Muslimin. Atas kuasa Allah SWT, melalui lisan Abu Hurairah, kedua belah pihak akhirnya dapat meredakan emosi masing-masing di hari duka itu.

“Menurut kalian, seandainya jenazah putra Nabi Musa dibawa untuk dimakamkan bersama ayahnya, lalu ada sekelompok orang yang menghalang-halangi pemakamannya, bukankah mereka itu telah berbuat zalim terhadapya?” tanya Abu Hurairah kepada khalayak.

“Ya,” jawab mereka.

“Al-Hasan adalah cucu Nabi Allah, dan jenazahnya telah dibawa untuk dimakamkan bersama (di dekat kuburan) kakeknya. Namun, sekelompok orang berusaha menghalang-halangi dengan dalih, bagaimana mungkin al-Hasan dimakamkan di dekat Nabi, sementara Utsman hanya dimakamkan di Baqi Gharqad?”

Al-Husain sangat marah karena sikap Marwan dan para pengikutnya. Dia langsung mengambil senjata dan mengumpulkan para pengikutnya. Melihat itu, Abu Hurairah cepat-cepat menghampiri dan menasihatinya. Akhirnya, Husain menurut. Jenazah Hasan dikebumikan di Baqi, dekat makam ibundanya, Fathimah az-Zahra.

Pada saat orang-orang hendak menshalati jenazah al-Hasan, al-Husain mempersilakan Sa'ad bin al-Ash, gubernur Madinah yang diangkat oleh Mu'awiyah untuk menjadi imam. Al-Husain berkata, "Andai ini bukan sunnah, tentu aku tidak memintamu maju sebagai imam." (Al Isti'ab).

Proses pemakaman al-Hasan dipenuhi oleh lautan manusia, Baqi penuh sesak hingga tidak lagi menyisakan tempat untuk seorang pun (Al Bidayah wan Nihayah).

Hasan dan Husain adalah dua cucu Nabi SAW yang amat berjasa dalam sejarah Islam. Rasulullah SAW sendiri yang menggelari mereka sebagai pemuka kaum pemuda di surga kelak.

“Hasan dan Husain adalah dua pemimpin para pemuda penghuni surga. Sementara, ayah mereka berdua lebih baik daripada keduanya.” (HR Ibnu Majah).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat