Internasional
Chauvin Divonis Bersalah Bunuh Floyd
Biden menekankan, vonis terhadap Chauvin tidak lantas menghentikan rasialisme.
MINNEAPOLIS -- Mantan polisi Minneapolis, Derek Chauvin, divonis bersalah telah membunuh seorang pria Afrika-Amerika, George Floyd, pada Mei tahun lalu. Chauvin mengakui perbuatannya dalam persidangan pada Selasa (20/4).
Chauvin dinyatakan bersalah atas tuduhan pembunuhan tingkat dua, pembunuhan tingkat tiga, dan pembunuhan tingkat dua secara tidak sengaja. Setelah menjalani sidang selama tiga pekan dan 10 jam berkonsultasi selama dua hari terakhir, 12 orang hakim yang terdiri dari enam orang kulit putih dan enam orang kulit hitam atau multiras menyimpulkan bahwa Chauvin bersalah atas ketiga dakwaan.
Laporan Aljazirah, Rabu (21/4), menyebutkan, jaminan Chauvin segera dicabut dan dia dikawal keluar dari ruang sidang dengan tangan yang diborgol. Chauvin mungkin mendekam di penjara selema beberapa dekade.
Massa yang berkumpul di Minneapolis bersorak saat putusan bersalah dibacakan. Mereka berkumpul meluapkan kegembiraan dengan meneriakkan, "Sebut namanya! George Floyd!" dan "Bersalah atas ketiganya!"
Jaksa Steve Schleicher berpendapat bahwa Chauvin menggunakan kekerasan berlebihan saat menahan Floyd. Floyd ditahan Chauvin dan rekannya karena diduga menggunakan uang palsu senilai 20 dolar AS untuk membeli rokok.
Jaksa penuntut berhasil meyakinkan hakim bahwa Chauvin yang menekan lututnya di leher Floyd selama sembilan menit 29 detik. Chauvin disebut bertanggung jawab atas kematian Floyd.
Jaksa memanggil 38 saksi dan memutar video kematian Floyd pada 25 Mei 2020. Video tersebut diputar sebanyak puluhan kali selama 11 hari. Pengacara Chauvin, Eric Nelson, gagal menanamkan kesangsian di benak para hakim.
Chauvin kemungkinan akan mengajukan banding atas putusan pengadilan. Kematian Floyd memicu aksi protes di seluruh Amerika Serikat dan dunia. Aksi protes itu tak jarang berujung pada kekerasan. Kematian Floyd memunculkan gerakan Black Lives Matter yang digaungkan di seluruh dunia.
Menjelang pembacaan putusan kemarin, ribuan massa berkumpul di jalan-jalan Amerika. Pemandangan serupa saat warga Afro-Amerika menantikan putusan atas polisi yang menganiaya Rodney King di Los Angeles pada 1992 lalu. Saat itu, putusan tak bersalah atas para polisi memicu salah satu kerusuhan rasial paling berdarah di Amerika Serikat.
Putusan atas Chauvin kemarin tak ayal menghindarkan kejadian serupa. Di sebuah permukiman di Houston, tempat Floyd tumbuh, sekelompok orang berkumpul di dekat dinding mural Floyd untuk mendengarkan hakim membacakan putusan.
Orang-orang yang lewat dengan kendaraan menekan klakson dan berteriak 'keadilan!' setelah mengetahui hasil putusan majelis hakim. "Kami lega tapi tidak merayakannya karena pembunuhan terus berlanjut," kata Pendeta Jesse Jackson yang datang ke Minneapolis untuk mendengar putusan pengadilan.
Pernyataan itu langsung terbukti hari itu juga. Di Columbus, Ohio, seorang polisi menembak mati seorang gadis kulit hitam berusia 16 tahun. Layanan anak-anak Franklin County mengidentifikasi korban sebagai Ma’Khia Bryant.
Polisi mengatakan mereka merespons laporan percobaan penikaman di bagian Kota Columbus, Ohio pada pukul 16.30 waktu setempat. Penembakan terjadi tidak lama setelahnya. Korban sempat dibawa ke rumah sakit dalam kondisi kritis dan dinyatakan meninggal dunia sebelum pukul 17.30 waktu setempat.
Dalam video yang dilansir kepolisian, seorang polisi terlihat mendekati beberapa gadis remaja yang sedang berkelahi. Polisi mengatakan dalam gerakan lambat video itu menunjukkan polisi menembak seorang remaja yang terlihat sedang "mencoba menikam perempuan yang jatuh ke tanah dan seorang perempuan lainnya mendorongnya ke arah mobil".
"Dia anak baik, dia penyayang, ya, dia memang memiliki sejumlah isu, tapi tidak apa-apa, dia tidak pantas mati seperti anjing di jalan," kata Hazel Bryant yang mengaku bibi korban pada stasiun televisi WSYX di lokasi kejadian.
Tanggapan Biden
Presiden Joe Biden menyerukan momen perubahan signifikan untuk melawan rasialisme sistemis dalam kepolisian. Biden menekankan, vonis terhadap Chauvin tidak lantas menghentikan rasialisme.
"Tidak seorang pun seharusnya berada di atas hukum dan putusan hari ini mengirimkan pesan itu," kata Biden dilansir USA Today, Rabu.
"Untuk mewujudkan perubahan dan reformasi yang nyata, kita bisa dan harus berbuat lebih banyak untuk mengurangi kemungkinan tragedi seperti ini akan terulang lagi," ujar Biden.
Biden berharap insiden yang menimpa Floyd menjadi momen perubahan di tubuh aparat penegak hukum Amerika. Ia tak ingin rasialisme menjangkiti penegak hukum.
Biden juga mendorong pengesahan Senat untuk George Floyd Justice in Policing Act --dinamai untuk menghormati Floyd. Undang-undang ini berupaya untuk meningkatkan akuntabilitas polisi dan mencegah petugas bermasalah berpindah dari satu departemen ke departemen lain. Kebijakan itu diharapkan mengakhiri praktik polisi nakal.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.