Priyantono Oemar | Daan Yahya | Republika

Kisah Dalam Negeri

Puasa dan Proklamasi Kemerdekaan

Tak ada cerita yang mengisahkan Sukarno berpuasa hari Proklamasi Kemerdekaan itu.

OLEH PRIYANTONO OEMAR

Dapur umum disiapkan di halaman bekalang rumah Sukarno pada 17 Agustus 1945. “Fatmawati mengadakan dapur umum, menyediakan makanan bagi ratusan orang gelombang pertama yang laksana banteng melindungi Pegangsaan Timur 56,” ujar Sukarno kepada Cindy Adams.

Hari itu, hari kesembilan puasa Ramadhan. “Hari Jumat di dalam bulan puasa tersebut kering dan panas,” ujar Sudiro, sekretaris pribadi Sukarno, di buku Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945.

Sukarno baru dibangunkan Fatmawati pukul 09.00, setelah beberapa menit tertidur. Sepulang dari rumah Maida, pukul 04.00, Sukarno menulis banyak surat, meski suhu tubuhnya 40 derajat celsius karena malarianya kambuh. Tak ada cerita yang mengisahkan Sukarno berpuasa hari itu.

Setelah pembacaan teks proklamasi, Sukarno mengaku tak ada upacara mengangkat gelas untuk merayakannya. “Sepanjang ingatanku, kalaupun ada minuman yang disediakan, ia hanya berupa air soda panas untuk membangkitkan kembali kekuatan dari segelintir manusia yang sudah tidak karuan dan tidak tidur selama dua hari,” ujar Sukarno.

Pada 16 Agustus 1945 Sukarno-Hatta diculik para pemuda lalu dibawa ke Rengasdengklok. Selepas Maghrib, mereka dibawa lagi ke Jakarta. Tiba di Jakarta pukul 20.00.

Bukan istiarahat yang kemudian mereka lakukan. Entah Hatta sempat melakukan shalat Tarawih atau tidak setelah menunaikan shalat Isya. Sebab, di rumah Hatta, mereka membahas kelanjutan rapat PPKI yang tak jadi diadakan pagi hari.

 
Bukan istiarahat yang kemudian mereka lakukan. Entah Hatta sempat melakukan shalat Tarawih atau tidak setelah menunaikan shalat Isya.
 
 

Achmad Soebardjo yang bekerja di Angkatan Darat Jepang, seperti diceritakan di buku Kasman Singodimejo 75 Tahun, mengusulkan meminjam rumah Maeda sebagai tempat rapat. Ia pun menelepon Laksmana Maeda dari Angkatan Laut Jepang itu. Maeda menyetujui.

Soebardjo kenal dekat Maeda. Sepulang dari rumah Hatta, Maeda menghubungi anggota PPKI yang menginap di Hotel des Indes agar berkumpul di rumah Maeda pukul 24.00.

Selesai membahas rapat PPKI, datang panggilan dari Nishimura. “Saya angkat telepon dan terdengar suara Tuan Miyoshi. Dia mengucapkan selamat atas kepulangan saya dari Rengasdengklok, kemudian menyampaikan pesan dari Sumubuco Mayor Jenderal Nishimura, meminta Sukarno dan saya menemuinya malam ini. Saya janjian sama Sukarno bertemu di rumah Maeda jam 10 untuk bersama-sama berangkat ke rumah Nishimura,” ujar Hatta di buku Mohammad Hatta, Indonesian Patriot.

photo
Proklamasi RI pada 17 Agustus 1945 bukanlah akhir, melainkan suatu awal dari perjuangan yang tak kalah beratnya, yakni mempertahankan kedaulatan. - (DOK REPRO IPPHOS Frans Mendoer)

Nishimura meminta rapat PPKI dibatalkan. Sebab, dia tak bisa lagi menjaminnya karena Sekutu sudah meminta Jepang mempertahankan status quo sejak pukul 13.00.

Jika rapat PPKI pagi hari terlaksana, dia masih bisa menjaminnya karena belum ada perintah mempertahankan status quo. Pertemuan memanas karena Hatta bersikeras anggota PPKI akan tetap mengadakan rapat. Maeda diam-diam meninggalkan pertemuan di tempat Nishimura.

Selesai urusan di rumah Nishimura, mereka bergegas ke rumah Maeda. Sebelum diculik para pemuda, Hatta sebenarnya sudah menyiapkan teks proklamasi, tetapi ia lupa membawanya ke rumah Maeda. Maka, pembahasan teks proklamasi dimulai dari awal lagi.

Mereka berkumpul di ruang makan. Selain Sukarno, Hatta, dan Subardjo, ada pula Maeda, Yoshizumi, Nishijima, dan Miyoshi dari Angkatan Darat tentara Jepang yang diminta datang oleh Maeda. Kehadiran orang dari Angkatan Darat diperlukan karena yang berkuasa di Jawa adalah Angkatan Darat.

 
Sukarno meminta Hatta menyusun teks karena ia mengetahui Hatta berbahasa baik. Tetapi, Hatta meminta Sukarno yang menuliskannya, Hatta mendiktekannya.
 
 

Sukarno meminta Hatta menyusun teks karena ia mengetahui Hatta berbahasa baik. Tetapi, Hatta meminta Sukarno yang menuliskannya, Hatta mendiktekannya.

Hatta mendiktekan kalimat pertama yang ia ambil dari pembukaan UUD di Piagam Jakarta. Namun, karena kalimat itu hanya menyatakan kemauan bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, Hatta berpandangan, mesti ada kalimat tambahan yang menyatakan cara menyelenggarakan revosuli nasional.

Ia pun kemudian mendiktekan kalimat: "Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya".

Adanya coretan di naskah tulis tangan Sukarno menunjukkan adanya diskusi di ruang makan itu. Pihak Jepang, menurut Nishijima di buku Jejak Intel Jepang, tak mau ada kata “perebutan kekuasaan” atau “penyerahan kekuasaan” karena akan menempatkan Indonesia-Jepang saling berhadapan dalam konflik. “Pemindahan kekuasaan” menjadi pengganti. Menurut Nishijima, kata “diusahakan” diganti oleh Sukarno menjadi “diselenggarakan’.

Meski Nishijima mengaku Maeda ikut dalam diskusi penyusunan teks proklamasi, Hatta dan Soetardjo mengaku, tak ada Maeda. Soetardjo adalah syucokan (residen) Jakarta, hadir juga di rumah Maeda. Sebelumnya, ia juga berada di Rengasdengklok untuk suatu tugas dan secara tak sengaja “dipertemukan” dengan Sukarno-Hatta.

 
Nishijima menyebut, sebelum naskah dibawa ke anggota PPKI lainnya, di ruang tengah, Sukarno-Hatta makan sahur terlebih dulu.
 
 

Pulang ke Jakarta, Soetardjo bersama dengan rombongan Sukarno-Hatta yang dijemput Soebardjo. Jika Hatta menyebut tiba di Jakarta pukul 20.00, Soetardjo menyebut rombongan tiba di Jakarta pukul 21.00. Namun, Nishijima menyebut mereka tiba di Jakarta pukul 23.30, lalu ke rumah Maeda, terus ke rumah Nishimura hingga pukul 01.00.

Nishijima menyebut, sebelum naskah dibawa ke anggota PPKI lainnya, di ruang tengah, Sukarno-Hatta makan sahur terlebih dulu. Tak ada nasi, menu sahur yang disediakan adalah roti, telur, dan ikan sarden.

Para pemuda kurang setuju dengan naskah proklamasi ini. Sukarni bahkan menyerahkan naskah proklamasi yang telah disiapkan. Naskah ini adalah naskah yang telah dibacakan di Cirebon pada 15 Agustus 1945 yang disusun Sjahrir bersama Sukarni dan beberapa pemuda lainnya di asrama mahasiswa kedokteran pada 13 Agustus 1945.

 
Rapat selesai sore hari, Sukarno pulang dan di tengah jalan bertemu dengan penjual satai ayam keliling. Tak ada kejelasan soal sudah masuk waktu berbuka puasa atau belum.
 
 

Teksnya: "Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintahan yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya".

Esok harinya, 18 Agustus, Sukarno hadir di rapat PPKI yang membahas UUD dan memilih Sukarno-Hatta sebagai presiden-wakil prasiden. Rapat selesai sore hari, Sukarno pulang dan di tengah jalan bertemu dengan penjual satai ayam keliling.

Tak ada kejelasan soal sudah masuk waktu berbuka puasa atau belum, Sukarno memesan 50 tusuk satai, lalu menyantapnya di tempat. “Kumakan sataiku dengan lahap dan inilah pesta atas pengangkatan sebagai kepala negara,” ujar Sukarno.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat