Kabar Utama
Mendag Genjot Ekspor ke Cina
Perbaikan perekonomian China secara langsung akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
JAKARTA -- Perekonomian Cina melesat meninggalkan negara-negara lain di dunia setelah terdampak pandemi Covid-19. Pada kuartal I 2020, Cina mencatat rekor pertumbuhan ekonomi tertingginya sejak 1992, yakni 18,3 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy).
Pulihnya perekonomian Cina diyakini berdampak positif bagi Indonesia. Apalagi, Cina merupakan mitra dagang utama Indonesia.
Manfaat dari bangkitnya perekonomian Negeri Tirai Bambu pun telah dirasakan Indonesia pada kuartal I 2020. Nilai ekspor Indonesia mencapai 18,35 miliar dolar AS, tumbuh 30,47 persen (yoy). Salah satu pemicunya adalah tingginya permintaan dari Cina.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, Cina masih menjadi mitra dagang utama Indonesia. Ia mengungkapkan, nilai ekspor ke Cina pada kuartal I 2021 mencapai 10,21 miliar dolar AS atau menjadi pangsa pasar ekspor terbesar Indonesia.
Lutfi mengatakan, pemerintah akan berupaya melakukan penetrasi lebih jauh untuk pasar ekspor ke Cina dengan menambah kantor perwakilan perdagangan. Pemerintah, kata dia, akan mencari titik imbang untuk terus memperluas pasar-pasar ekspor bagi produk Indonesia.
"Saya ingin kita menambah kantor perdagangan di Cina karena banyak pasar yang belum disentuh dan juga pasar nontradisional yang sangat penting," katanya.
Dengan adanya perluasan tersebut, Lutfi berharap defisit dagang dengan Cina terus mengecil. Menurut dia, nilai defisit perdagangan dengan Cina pada Maret 2021 mencapai 160 juta dolar AS. Angka itu turun signifikan dibanding defisit pada bulan sebelumnya yang mencapai 830 juta dolar AS maupun Maret 2020 yang 940 juta dolar AS.
"Penurunan defisit perdagangan dengan Cina sudah luar biasa. Ini salah satunya karena penjualan produk besi baja kita yang tumbuh lebih dari 60 persen," kata Lutfi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (16/4).
Diketahui, total nilai ekspor produk besi dan baja Indonesia pada kuartal I 2021 ke seluruh negara mitra mencapai 3,64 miliar dolar AS. Nilai tersebut tumbuh hingga 60,67 persen dibanding kuartal I 2020. Lutfi menilai, hal itu sekaligus menunjukkan adanya geliat industri pengolahan dalam negeri.
Lutfi menilai, Maret menjadi titik awal pergerakan ekonomi setiap tahunnya. Tahun ini, kebetulan bertepatan dengan Ramadhan yang selalu mendongkrak aktivitas ekonomi industri
Pemerintah pun berharap data-data ekspor pada Maret menjadi gambaran momentum kinerja perdagangan pada tahun ini. "Artinya dengan pertumbuhan yang baik pada Maret ini akan menjadi landasan pacu untuk bisa lebih tinggi perekonomiannya," kata dia.
Di satu sisi, adanya kenaikan impor, khususnya bahan baku dan barang modal, turut mencerminkan kenaikan modal industri dalam melakukan produksi. "Ini memberikan sinyal bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh jauh lebih baik," katanya.
Lutfi menegaskan, Kemendag akan terus mencari pasar-pasar baru ekspor, khususnya untuk produk nontradisional, seperti ke kawasan Afrika Selatan, Afrika Utara, dan Afrika Barat. Pihaknya juga berencana menambah kantor perwakilan perdagangan agar bisa meningkatkan laju ekspor dari Indonesia.
Biro Statistik Nasional Cina pada Jumat (16/4) mengumumkan, ekonomi Cina tumbuh 18,3 persen pada kuartal I (yoy). Pertumbuhan itu diraih setelah pada kuartal I 2020 ekonomi Cina terkontraksi 6,8 persen karena karantina nasional saat awal pandemi Covid-19 melanda.
"Ekonomi nasional memulai tahun ini dengan baik," kata Biro Statistik Nasional China dalam rilis kuartal I, seperti dilansir BBC, Jumat (16/4).
Kendati demikian, Biro Statistik Cina mewanti-wanti mengenai pandemi yang masih menyebar secara global di lingkup internasional. Ketidakpastian dan ketidakstabilan masih menghantui sepanjang tahun ini.
Namun, Cina diyakini mampu melanjutkan pertumbuhan positif pada kuartal selanjutnya. Apalagi, kinerja produksi industri pada Maret tercatat tumbuh 14,1 persen dan penjualan retail tumbuh hingga 34,2 persen.
Kepala Ekonomi Asia di firma penelitian dan konsultasi Oxford Economics, Louis Kuijs menyampaikan, ada pertumbuhan yang cukup menjanjikan. Indikator bulanan menunjukkan bahwa produksi industri, konsumsi dan investasi naik pada Maret secara berurutan menyusul kelemahan dalam dua bulan pertama.
Beberapa analis memperkirakan sejumlah sektor akan melambat seiring dengan berkurangnya dukungan fiskal dan moneter pemerintah. Ekonom utama Economist Intelligence Unit untuk China, Yue Su mengatakan, angka terbaru ini menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi Cina meluas.
"Beberapa produksi dan aktivitas ekspor bisa dimuat di depan ke kuartal pertama menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat ke depan," katanya.
Dampak bagi Indonesia
Ekonom Center of Reform of Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, perbaikan perekonomian Cina secara langsung akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia. Ini karena Cina merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.
“Perbaikan perekonomian Cina akan mendorong permintaan permintaan ekspor produk Indonesia seperti batu bara dan peningkatan permintaan dari Cina juga pada akhirnya meningkatkan harga acuan batu bara,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (16/4).
Yusuf menyebut, membaiknya ekspor Indonesia yang ditopang Cina sudah terbukti dari meningkatnya kinerja dagang pada kuartal I 2021. Hal ini terjadi terhadap pertumbuhan ekspor produk industri maupun juga produk komoditas seperti batu bara.
“Hal ini juga yang menjadikan salah satu faktor surplus neraca dagang Indonesia pada Februari dan Maret 2021,” ucapnya.
Selain dari sisi ekspor, menurutnya, perbaikan kinerja dagang yang disebabkan pemulihan ekonomi Cina juga berdampak pada beberapa pos penerimaan negara, seperti bea keluar maupun penerimaan negara bukan pajak khusus nonmigas. Data pada Februari 2021 menunjukkan beberapa sektor ini memang mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan ekspor komoditas Indonesia.
Namun demikian, perbaikan ekonomi Cina juga perlu dilihat dari kacamata potensi kembali meningkatnya impor dari Cina ke Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan impor, seperti penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) perlu dilihat lagi dengan potensi kembali meningkatnya impor dari Cina.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan ekspor pada kuartal I 2021 didorong oleh tingginya permintaan bahan baku industri Cina. Ia mencontohkan, ekspor CPO tumbuh 45 persen dari Januari sampai Maret 2021 dibanding tahun lalu.
“Peluang ini menciptakan supersiklus komoditas, di mana harga komoditas ekspor asal Indonesia ikut naik,” kata Bhima, kemarin.
Namun, Bhima mengingatkan, kenaikan ekspor bahan baku dan olahan primer akan menimbulkan tekanan pada industri manufaktur karena terlena naiknya harga komoditas. Dari sisi impor, hal yang perlu dicermati adalah melonjaknya ekspor Cina ke Indonesia.
Meroketnya ekonomi Cina mendatangkan sentimen positif di pasar modal Indonesia. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Jumat (16/4) ditutup menguat 6,76 poin atau 0,11 persen ke posisi 6.086,26. Sedangkan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 0,77 poin atau 0,08 persen ke posisi 907,67.
"IHSG ditutup menguat sejalan dengan pergerakan bursa global dan regional. Hal ini kami perkirakan dengan adanya rilis data PDB Cina yang cukup baik dan mendekati ekspektasi konsensus analis," ujar Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana.
Analis Bina Artha Sekuritas Nafan Aji mengatakan, penguatan IHSG juga didorong program vaksinasi massal yang berjalan dengan baik dan rilis data pertumbuhan ekonomi Cina menjadi katalis positif di pasar saham. "Pasar mengapresiasi kinerja PDB kuartal satu 2021 Cina yang melampaui ekspektasi," ucapnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.