Nasional
Ketahanan Antibodi Vaksin Sinovac Masih Diteliti
Yang terpenting saat ini adalah terkait keamanan dan ketersediaan vaksin.
JAKARTA – Lama kekebalan yang diberikan vaksin Sinovac terhadap tubuh manusia dari paparan Covid-19 hingga saat ini masih diteliti. Hasil penelitian ini nantinya akan menjadi dasar perlu atau tidaknya orang yang sudah divaksin untuk diberikan vaksin lagi setelah rentang waktu kekebalan habis.
Kementerian Kesehatan hingga saat ini belum bisa memastikan apakah seseorang yang sudah mendapatkan vaksin Sinovac akan kembali mendapatkan vaksin ini atau disuntik ulang. “Masih dilakukan evaluasi dan kajian berapa lama antibodinya masih bertahan,” ujar Juru Bicara vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Republika, Rabu (14/4).
Terkait berapa lama kajian dan evaluasi masalah ini dilakukan, Nadia belum bisa memastikan. Kemenkes masih menunggu para ahli mengumumkan hasil penelitiannya di mana uji klinis saat ini masih berlangsung. Kemenkes, kata Nadia, juga tidak memiliki kesimpulan sementara mengenai masalah ini.
“Kita tunggu saja hasil uji klinis, kan harus safety dan berdasarkan kajian ilmiah,” kata dia.
Juru bicara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Iris Rengganis mengatakan, vaksin Sinovac buatan Cina masih layak digunakan karena efikasi masih di atas ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 50 persen. Yang terpenting saat ini, kata dia, terkait ketersediaan dan keamanan vaksin.
Menurut Iris, uji coba maupun uji klinis vaksin Sinovac sudah dilakukan. Di Brasil, hasil uji klinis menunjukkan angka 50,4 atau 50,3 persen untuk Sinovac. “Karena kita butuh di masa pandemi, jadi kita tidak terlalu lihat merek lagi saat ini,” kata dia.
Terkait persoalan efektivitas dan berapa lama antibodi yang dihasilkan vaksin Sinovac, hal itu bisa dievaluasi sambil berjalan. “Kalau perlu nanti diulang (vaksinasi), jadi enggak perlu diributkan. Yang penting dari WHO bisa lolos efikasinya. Segala penelitian kita lihat efektivitas vaksin,” ujar dia.
Dia menuturkan, efikasi vaksin tidak memiliki dampak pada kesehatan. Di sisi lain, efikasi vaksin Covid-19 tidak bisa dibandingkan karena setiap negara pasti berbeda. Karenanya, jika minimal efikasi yang disyaratkan WHO terpenuhi, maka vaksin layak digunakan untuk menanggulangi pandemi.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro sebelumnya mengatakan, pemerintah melakukan penyesuaian jarak pemberian vaksin Covid-19 dari dosis pertama ke dosis kedua. Jarak pemberian dosis vaksin Covid-19 untuk vaksin Coronavac dari Sinovac dan buatan PT Biofarma saat ini yakni 28 hari.
Sedangkan untuk jarak pemberian dosis vaksin Astrazeneca 12 pekan. Menurut Reisa, penyesuaian jarak waktu antara dosis pertama dan kedua berdasarkan penelitian para ahli yang menyatakan penyesuaian masa interval ini dapat memberikan masa optimal kepada penerima vaksin.
Campur vaksin
Pusat pengendalian penyakit Cina sedang mempertimbangkan mencampur vaksin Covid-19 untuk meningkatkan efektivitas vaksin. Berdasarkan data yang tersedia, efektivitas vaksin-vaksin Cina di belakang vaksin-vaksin lain seperti vaksin yang dikembangkan Pfizer dan Moderna.
Direktur Pusat Pencegahan dan Pengendilan Penyakit Cina Gao Fu mengatakan, pemberian dosis vaksin yang berbeda merupakan salah satu cara meningkatkan efektivitas vaksin yang angka proteksinya tidak terlalu tinggi. “Sedang dipertimbangkan untuk melakukan inokulasi menggunakan vaksin-vaksin yang jalurnya berbeda,” kata Gao.
Ia tidak mengungkapkan apakah hanya akan mencampur vaksin-vaksin yang dikembangkan Cina atau vaksin dari negara lain. Gao mengatakan, upaya untuk mengoptimalkan vaksin seperti mengubah jumlah dosis dan jarak pemberian dosis pertama dan kedua menjadi solusi untuk mengatasi masalah efektivitas vaksin.
Terkait hal ini, Siti Nadia mengatakan, Kemenkes memilih menunggu kepastian dari negara setempat mengenai kelanjutan rencana ini. Namun, sejauh ini otoritas Indonesia menilai efikasi vaksin masih baik sehingga mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.