Ketertarikan Muti berkecimpung dalam industri halal dimulai sejak kasus lemak babi pada 1988. | DOK Pribadi

Uswah

Muti Arintawati, Wujudkan Industri Halal Tanah Air

Ketertarikan Muti berkecimpung dalam industri halal dimulai sejak kasus lemak babi pada 1988.

 

OLEH IMAS DAMAYANTI

Gaya hidup halal belakangan ini cukup digandrungi masyarakat Muslim Indonesia. Tidak sedikit bahkan mereka yang non-Muslim memilih produk halal untuk menunjang gaya hidup. Namun, perkembangan industri halal hingga seperti saat ini tak semudah membalikkan telapak tangan. 

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) Majelis Ulama indonesia (MUI) Muti Arintawati menjelaskan, upaya mewujudkan industri halal di Indonesia bukan bak kerja Sangkuriang yang mendirikan perahu dalam satu malam. Pada 20-30 tahun lalu, kata halal —alih-alih industri—masih menjadi perbincangan langka di kalangan produsen maupun konsumen Indonesia.

“Bahkan, masih banyak umat Islam di kala itu yang berpikir bahwa halal adalah hal yang sederhana, seperti no pork dan no alcohol. Padahal, halal tak sesederhana itu,” kata Muti saat dihubungi Republika, Rabu (7/4).

Ketertarikan Muti untuk berkecimpung ke dalam industri halal dimulai sejak peristiwa kasus lemak babi yang terjadi pada 1988. Kasus itu mengungkap adanya beberapa jenis makanan dan minuman yang mengandung lemak babi dan bahan baku makanan, minuman, dan kosmetik mencurigakan yang beredar di pasaran.

Muti yang saat itu masih duduk sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan IPB kemudian terus mengikuti perkembangan isu dan kabar tersebut. Dari sana, kegelisahannya terhadap jaminan produk halal mulai menguat. Karena itu, dua tahun sesudah menamatkan studi S-1, Muti bergabung dengan LPPOM MUI pada 1994. Lembaga itu baru berdiri lima tahun terakhir.

 
Apa pun saat itu, saya mikirnya saya mau ikut bantu-bantu untuk wujudkan industri halal di Indonesia.
 
 

“Waktu itu, LPPOM MUI baru berganti kepemimpinan dari Pak Amin Aziz ke Ibu Aisjah Girindra. Saya langsung menawarkan diri mau bantu Bu Aisjah di LPPOM. Apa pun saat itu, saya mikirnya saya mau ikut bantu-bantu untuk wujudkan industri halal di Indonesia,” kata Muti.

Muti bergabung ke LPPOM MUI bukan karena materi. Sebagai institusi baru, lembaga ini belum ditopang dengan dukungan finansial ataupun dukungan lainnya untuk mengembangkan industri halal di Indonesia. Namun, Muti saat itu terus meyakini bahwa apa yang ia lakukan adalah untuk kebaikan meski tidak ada jaminan kelanjutan kerja ataupun jaminan gaji pokok.

Tekad yang sedemikian teguh untuk bergabung bersama LPPOM MUI itu pun disambut baik kedua orang tua Muti. Tanpa jaminan kepastian pekerjaan bahkan keberlanjutan karier, kedua orang tua Muti tidak melarang sama sekali keputusan anaknya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Halal Indonesia (halalindonesia)

“Justru saya disuruh untuk lanjut kuliah lagi (S-2), orang tua mau biayai waktu itu. Tapi, saya bilang, kalau saya punya rezeki sendiri, biarkan saya yang membiayai kuliah saya. Kalau kepepet, baru boleh (dibantu). Tapi, alhamdulillahnya, rezeki selalu Allah datangkan dengan cara yang tak diduga-duga. Sampai lulus saya membiayai kuliah saya sendiri,” kata dia.

Muti melihat berdirinya LPPOM MUI didasari dengan bentuk kepedulian kolektif orang-orang yang memiliki perhatian besar dalam dunia halal. Ia bahkan mengenang bagaimana para pendahulunya di LPPOM MUI tak segan-segan merogoh kocek sendiri untuk membiayai LPPOM dan menggaji orang-orang yang bekerja di dalamnya.

Di sisi lain, Muti menjabarkan, perkembangan industri halal di Indonesia dalam 10-20 tahun terakhir dapat dilihat dari maraknya ghirah masyarakat Muslim Indonesia saat ini. Munculnya komunitas, penggiat, dan organisasi-organisasi halal menjadi buah manis yang mewarnai perjalanan perwujudan industri halal Indonesia semakin maju.

Republika juga menjadi salah satu media yang sedari awal menemani kita untuk menyosialisasikan halal, di saat itu belum ada media-media lain yang memiliki concern mendalam soal halal,” kata dia.

Halal di mata keluarga

Keseharian Muti yang terus bergelut dalam bidang industri halal pun mendapatkan dukungan yang besar dari suami dan anak-anaknya. Muti bahkan menanamkan kepada lingkungan keluarganya mengenai pentingnya konsep halal bagi keluarga Muslim seperti keluarganya. Ia memperkenalkan dan mengedukasi anak-anaknya dengan konsep halal sedetail mungkin.

“Anak-anak saya masih SMP, tapi pemahaman mereka tentang halal sudah alhamdulillah. Misalnya, halal itu kan bisa diukur dari rasa, bentuk, atau peniruan terhadap produk sesuatu. Misalnya, ada produk yang seakan-akan baik dan menggunakan botol minum yang mirip soju Korea, itu mereka (anak-anak) paham kalau haram. Mengapa? Karena bentuknya peniruan terhadap produk haram,” kata dia.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Halal Indonesia (halalindonesia)

PROFIL 

Nama: Ir Muti Arintawati, MSi 

Tempat Tanggal Lahir: Manokwari, 28 Juli 1969 

 

Riwayat Pendidikan:  

S-1 bidang teknologi pangan dan gizi IPB (1992)

Master bidang ilmu pangan IPB (1999)

 

Aktivitas: 

1994 – Sekarang auditor halal 

2012 – Sekarang sekretaris Komisi Teknis di World Halal Food Council (WHFC)

2020 – Sekarang anggota Komisi Teknis SNI Pangan Halal

2020 – Sekarang direktur eksekutif LPPOM MUI

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat