Kisah Dalam Negeri
Megahnya Masjid Berselimut Asmaul Husna
Keberadaan Masjid Asmaul Husna memudahkan warga Muslim di Gading Serpong menunaikan ibadah.
OLEH EVA RIANTI
Masjid Raya Asmaul Husna yang berlokasi di kawasan Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, belakangan cukup santer diperbincangkan. Masjid yang diresmikan pada 2013 tersebut secara sekilas mengundang rasa penasaran, terutama tulisan kaligrafi jenis kufi yang tampak menyelimuti tubuh bangunan tempat ibadah tersebut.
Kufi adalah bentuk kaligrafi tertua dari berbagai aksara Arab dan terdiri dari bentuk yang dimodifikasikan dari aksara Nabatea lama. Kufi dikembangkan pada akhir abad ke-7 di Kufah, Irak, yang menjadi asal muasal namanya, dan pusat lainnya.
Huruf Kufi dikembangkan dari huruf Nabatea, dan sudah dikenal seratus tahun (± 538 M) sebelum berdirinya kota Kufah Mesopotamia, sekarang terletak 170 km selatan Baghdad. Pada zaman pra Islam, huruf ini sudah digunakan di beberapa wilayah Arab, salinan pertama dari Alquran dan Taurat di Arab menggunakan huruf ini. Huruf Kufi mula-mula tidak menggunakan tanda baca
Tulisan-tulisan Arab itu jika dilihat lebih dekat bisa mengundang rasa takjub. Tulisan yang membalut masjid itu tidak lain merupakan asmaul husna atau 99 nama Allah yang didesain dengan sangat apik dan tak biasa.
View this post on Instagram
Di bagian atasnya, kubah masjid tidak terlihat seperti kubah pada umumnya. Desainnya berbentuk lengkungan, tapi tidak cembung. Permukaannya tampak semakin menurun ke arah belakang masjid. Di sisi paling bawah dari lengkungan itu, terdapat bintang yang transparan ke arah langit.
Petugas Masjid Raya Asmaul Husna, Musolih, menuturkan, kehadiran Masjid Asmaul Husna berangkat dari kondisi minoritas kaum Muslim di kawasan Gading Serpong pada dua dekade yang lalu. Umat Muslim yang kemudian tergabung dalam Komunitas Muslim Gading Serpong (KMGS) berinisiasi untuk menghadirkan sentra ibadah sekaligus menjadi daya tarik bagi Muslim.
“Pada 1998, umat Muslim di Gading Serpong tidak memiliki pusat peribadatan karena saat itu minoritas. Dari sekian ribu warga Gading Serpong, yang Muslim tidak lebih dari 400 KK,” ujar Musolih saat ditemui Republika pada akhir pekan lalu.
Dengan adanya masjid tersebut, warga Muslim di Gading Serpong tidak lagi harus menumpang di rumah warga yang memiliki area lapang untuk melaksanakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha pada saat lebaran, salat tarawih pada bulan Ramadhan, serta pemotongan hewan qurban. Masjid yang berdiri di tanah seluas 3.000 meter persegi tersebut akhirnya diresmikan pada 2013 oleh Bupati Tangerang saat itu, yakni Ismet Iskandar.
Musolih mengatakan, masjid yang diarsitekturi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tersebut memiliki tiga lantai. Lantai pertama berupa aula dan menjadi tempat untuk kegiatan keislaman, seperti kajian, seminar, hingga manasik haji.
Lantai dua merupakan ruang utama masjid untuk melaksanakan shalat. Di lantai tersebut, jamaah bisa menikmati keindahan langit-langit masjid yang berbentuk lengkungan berwarna terang dan elegan. Lantai tiga juga digunakan untuk ibadah shalat.
Lihat postingan ini di Instagram
Wisata religi
Musolih menyebut, Masjid Raya Asmaul Husna tidak hanya didatangi oleh para jamaah di sekitarnya, tetapi juga menjadi destinasi wisata religi bagi banyak Muslim dari berbagai daerah. “Ada dari Depok, Bekasi, Bandung, Ciamis, yang paling jauh ada dari Kalimantan dan Sulawesi,” ujar dia.
Menurut penuturannya, selain menikmati ibadah di masjid tersebut, para pengunjung dari berbagai daerah juga mempelajari soal manajemen masjid. Diketahui, Masjid Raya Asmaul Husna tersebut pernah menjadi juara satu se-Provinsi Banten dari aspek ri’ayah (pemeliharaan dan pemberdayaan) serta menjadi juara dua di seluruh Indonesia terkait dengan manajemen masjid.
Tak hanya terbuka bagi kaum Muslim, Musolih menyebut, Masjid Raya Asmaul Husna juga diperbolehkan bagi kaum non-Muslim yang ingin mengenal lebih jauh tentang masjid. Kerap kali memang masjid tersebut menjadi destinasi wisata, terutama dari kalangan sekolah yang notabene non-Muslim untuk mempelajari kegiatan keagamaan.
Salah seorang jamaah Masjid Raya Asmaul Husna, Lesti (58 tahun), mengaku sengaja bertandang ke masjid tersebut untuk bisa menikmati ibadah sekaligus melihat indahnya arsitektur Asmaul Husna yang menyelimuti masjid ini. Dia menyebut, awal mula mengetahui masjid itu dari media sosial.
“Tertarik melihat langsung, dan bagus banget. Yang paling bagus itu ada bintang di langit-langit masjid, sama asmaul husna di dinding luarnya. Mungkin masjid-masjid memang banyak yang bagus, tapi ini ada keunikan tersendiri,” ujar Lesti.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.