Perencanaan
Peluang Usaha Saat Pandemi, Apa Sajakah?
Tawaran modal usaha pun turut memudahkan gerak UMKM dan perusahaan rintisan.
Arlin Chondro tengah mencari alternatif lebih alami dan aman untuk anaknya yang menderita alergi dan asma. Sedangkan saat itu, terapi konvensional menggunakan steroid dirasa kurang cocok bagi anaknya.
Saat itulah muncul ide bisnis untuk membuat sendiri terapi alternatif atau aromaterapi yang memanfaatkan khasiat essential oil. Hingga akhirnya perempuan asal Tangerang ini mengembangkan produk sendiri dengan merek Peek.Me Naturals. “Peek.Me Naturals merupakan bisnis yang personal bagi saya, karena dirintis berdasarkan kegelisahan saya sebagai ibu muda yang masih banyak belajar dan ingin memberikan yang terbaik bagi buah hati,” kata Arlin.
Peek Me.Naturals telah diproduksi pada April 2016 lalu. Lewat tangan kreatifnya, kini essential oil itu disulap menjadi berbagai produk yang bisa lebih dekat dengan masyarakat. Misalnya menjadi krim kulit, krim antinyamuk, serum wajah, inhaler, deodoran dan puluhan produk lain.
Ia pun memastikan, semua produk dari Peek.Me Naturals 100 persen aman dan sehat, karena berasal dari bahan organik. Ia pun mematok harga yang cukup terjangkau mulai dari Rp 45 ribu hingga Rp 200 ribu.
Cerita kreatif lain datang dari Lidya Angelina Rinaldi yang memulai bisnis dari kegemarannya membuat kue yang cukup familiar dengan ekstrak vanilla. Dari pengalamannya itulah ia menyadari bahwa banyak yang belum tahu bahwa Indonesia adalah salah satu penghasil vanila terbesar di dunia.
Menurut Lidya, selama ini ekstrak vanila kebanyakan impor dan itu pun tidak halal. Saat itu dia hanya menemukan ekstrak vanila artifisial atau vanila orisinal beralkohol. Karena itulah, pada 2014 ia merintis produk La Dame in Vanilla dan mulai dipasarkan setahun kemudian dengan mengusung produk vanila yang orisinal dan halal.
“Produk ekstrak vanila itu kebanyakan impor kan, padahal bahan mentahnya sangat berlimpah di Indonesia. Dari situ saya berpikir kenapa tidak dikembangkan saja oleh kita sendiri,” kata Lidya.
Tak hanya itu ia juga menggandeng dan membina para petani vanila lokal. Selain untuk memastikan kualitas produk, ia juga ingin memberi dampak lebih terutama untuk kesejahteraan dan perekonomian petani.
Kisah senada dilakoni oleh Anisa Azizah, pendiri sekaligus CEO Tech Prom Lab. Didirikan sejak tahun 2018, Tech Prom Lab telah mengeluarkan produk pertama yakni PoreBlock yang merupakan paving blok berpori. Selain fitur meresap airnya yang dapat mengurangi potensi banjir, manfaat PoreBlock menjadi lebih besar karena bahan bakunya yang memanfaatkan limbah batu bara, menjadikannya sebuah produk yang benar-benar ramah lingkungan.
Menurut Anisa, saat ini PoreBlock tengah dikembangkan dalam berbagai variasi. Varian pertama, PoreBlock-C telah dipasang di beberapa tempat seperti Cisarua dan Lembang. Adapun varian berikutnya, masih dalam proses perizinan. Sebagai perusahaan rintisan yang berfokus pada inovasi material bangunan, Tech Prom Lab, sangat terpukul selama pandemi Covid-19 karena banyak proyek yang ditunda.
Hibah modal usaha
Dengan kisah perjuangan masing-masing, rupanya ketiga perempuan itu dipertemukan dalam ajang yang sama, yaitu kompetisi wirausaha Indonesia atau Diplomat Success Challenge XI 2020. Setelah melewati beberapa tahapan seleksi dan eliminasi, terpilihlah Top 3 peraih hibah modal usaha yaitu Arlin Chondro dengan bisnisnya Peek.Me Naturals, Lidya Angelina Rinaldi dengan bisnis food & beverage berbahan baku vanilla yaitu La Dame in Vanilla, serta Anisa Azizah dengan bisnis inovasi beton berpori bernama Tech Prom Lab.
Mereka sukses meraih hibah modal usaha dengan nilai terbesar Rp 300 juta untuk masing-masing pemenang, serta hadiah apresiasi tambahan sebagai Best of the Best Challenger senilai Rp 50 juta bagi Arlin Chondro.
Bagi mereka, hadiah yang diperoleh adalah berkah tersendiri di tengah situasi sulit akibat pandemi saat ini. “Kami terdampak sekali akibat pandemi, untuk itu saya sangat mengapresiasi kesempatan yang diberikan DSC XI bagi bisnis kami untuk berkembang. Nantinya, hibah modal usaha yang kami dapat akan digunakan untuk membeli fasilitas mesin agar produksi vanilla kami dapat berlipat ganda demi memenuhi kebutuhan pasar,” kata Lidya.
Nantinya, hibah modal usaha yang kami dapat akan digunakan untuk membeli fasilitas mesin agar produksi vanilla kami dapat berlipat ganda demi memenuhi kebutuhan pasar.
Lidya Angelina Rinaldi
Co-founder & CEO Tech Prom Lab, Anisa Azizah juga bersyukur bisa terpilih menjadi salah satu penerima hibah. Didirikan sejak tahun 2018, Tech Prom Lab telah mengeluarkan produk pertama yakni PoreBlock yang merupakan paving blok berpori. Selain fitur meresap airnya yang dapat mengurangi potensi banjir, manfaat PoreBlock menjadi lebih besar karena bahan bakunya yang memanfaatkan limbah batu bara, menjadikannya sebuah produk yang benar-benar ramah lingkungan.
Menurut Anisa, saat ini PoreBlock tengah dikembangkan dalam berbagai variasi. Varian pertama, PoreBlock-C telah dipasang di beberapa tempat seperti Cisarua dan Lembang. Adapun varian berikutnya, masih dalam proses perizinan. Sebagai startup yang berfokus pada inovasi material bangunan, Tech Prom Lab, sangat terpukul selama pandemi Covid-19 karena banyak proyek yang ditunda.
“Rencananya dana hibah akan kami pakai untuk melakukan peningkatan kualitas produksi, memperluas pemasaran ke segmen yang lebih luas. Selama ini soalnya kami hanya memasarkan ke segmen tertentu saja,” kata Anisa.
Ia juga mengungkapkan bahwa mengikuti kompetisi kewirausahaan menjadi salah satu strategi Tech Prom Lab untuk bisa bertahan di kala pandemi Covid-19. Tech Prom Lab juga melakukan penghematan di internal dan memprioritaskan ulang kebutuhan yang esensial. “Kita juga terus memanfaatkan peluang dan opportunity yang ada, misalnya dengan mengikuti kompetisi DSC XI. Jadi kami memiliki suntikan modal dan banyak juga materi-materi baru yang kami dapat untuk bekal pengembangan usaha ke depan,” tegas Anisa.
Alternatif Modal Usaha
Dalam situasi sulit terutama saat pandemi seperti sekarang ini, boleh dibilang tak mudah untuk mengembangkan usaha baru. Tantangan itu pula yang dihadapi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) termasuk pula perusahaan rintisan terutama dalam hal memperoleh modal usaha.
CEO & Co-Founder eFishery, Gibran Huzaifah, menuturkan sulitnya memperoleh modal usaha untuk mengembangkan bisnis di bidang pembudidayaan ikan. “Pembudidaya ikan sangat sulit untuk mendapatkan pemodalan. Selain unbanked, pola bisnisnya dianggap memberikan risiko yang tidak pasti. Itulah kenapa, banyak pembudidaya yang terpaksa harus mencari pemodalan dari jalur tradisional, yang bunganya bisa mencapai hingga 50 persen per tahun,” ungkap Gibran dalam siaran pers yang diterima Republika, pekan lalu.
Padahal, lanjut dia, dengan pendekatan yang tepat, bisnis budidaya ikan bisa sangat menguntungkan. Hal senada dilontarkan pula oleh Joyce, Chief Operation Officer dari KawanCicil. “Salah satu tantangan pelaku UMKM adalah modal usaha, terutama bagi mereka yang kesulitan dalam mendapatkan fasilitas permodalan dengan mudah. Padahal diluar sana, banyak orang-orang yang peduli dan bersedia meminjamkan dana untuk membantu para UMKM,'' ujarnya.
Maka, untuk menjawab tantangan tersebut, platform layanan keuangan (pinjam meminjam) berbasis teknologi informasi PT Kawan Cicil Teknologi Utama atau yang akrab disapa KawanCicil menjalin kerja sama dengan eFishery, perusahaan rintisan aquaculture technology.
Bentuk kerja sama yang dilakukan berupa pemberian modal kerja bagi pembudidaya ikan yang sudah terdaftar sebagai nasabah eFisheryFund yang merupakan platform digital dengan fasilitas pembiayaan yang ditawarkan oleh eFishery bekerja sama dengan layanan finansial yang dirancang khusus untuk para pembudidaya.
Bagi KawanCicil, peer-to-peer yang telah terdaftar di OJK sejak 2018 tersebut, kerja sama ini merupakan salah satu bentuk dukungan kepada pelaku UMKM aquaculture di Indonesia yang sempat terguncang oleh efek pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun ini. Dalam upaya membantu keberlangsungan usaha budidaya ikan di masa pandemi, KawanCicil akan menjembatani para pemberi pinjaman (lender) agar dapat memberikan pinjaman modal usaha hingga Rp 100 miliar kepada para pelaku budidaya yang terdaftar dalam ekosistem eFishery.
Pembudidaya yang ingin mendapatkan fasilitas permodalan dapat melakukan pengajuan pinjaman melalui platform digital eFisheryFund. Mereka dapat melengkapi dokumen yang dibutuhkan untuk kemudian dilakukan penilaian oleh tim eFishery untuk menentukan apakah mereka memenuhi syarat dan kriteria untuk memperoleh permodalan. Hasil penilaian ini nantinya diteruskan kepada KawanCicil untuk kembali dianalisis sesuai dengan sistem penilaian kredit yang berlaku.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.