Narasi
Kepedulian dalam Sebungkus Nasi
Nurmaya, Pedagang Tanaman Hias
Oleh Tokoh Perubahan 2020
OLEH KAMRAN DIKARMA
Republika kembali menggelar penganugerahan Tokoh Perubahan Republika 2020. Pada perhelatan yang masih dibayangi pandemi Covid-19, Republika menyoroti mereka yang berjibaku membawa bangsa melewati masa-masa sulit. Berikut profil mereka.
Pandemi Covid-19 yang muncul di pengujung 2019 telah memukul dunia. Perekonomian global terguncang akibat pembatasan sosial di berbagai negara. Menurut laporan Asia–Pacific Employment and Social Outlook 2020, pandemi menjadi penyebab hilangnya sekitar 81 juta pekerjaan pada tahun lalu.
Di Tanah Air, jumlah penduduk miskin per September 2020 sebanyak 27,55 juta orang, bertambah 2,76 juta orang dibandingkan September 2019 berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Tingkat pengangguran terbuka pun meningkat.
Di tengah kondisi yang serba sulit dan menantang, solidaritas kemanusiaan diuji. Mereka yang berani menolong dan berbagi, meski kondisi pribadi tak memadai, patut diapresiasi.
Di Jakarta, ada Nurmaya. Penjual tanaman hias di perempatan Jalan Anggrek Rosliana VII, Kemanggisan, Jakarta Barat itu, rutin membagikan makanan gratis untuk siapapun yang melintas di dekat lapaknya. Hal itu mulai dilakoninya sekitar satu bulan pasca Hari Raya Idul Fitri tahun lalu.
Kegiatan berbagi makanan gratis dia lakukan setiap Jumat. Nurmaya awalnya memulai aksi kemanusiaan dengan membagikan takjil gratis. Setiap pengendara atau warga yang melintas di depan lapak tanaman hiasnya, dia berikan satu boks berisi tiga macam kue dan satu gelas air mineral.
"Setelah hari raya (Idul Fitri), saya berpikir kembali. Masa sih, berbagi berkah harus libur dan berhenti sampai di sini?" kata Nurmaya saat berbincang dengan Republika, Selasa (23/3). Kala itu, wanita berusia 41 tahun tersebut menyadari, usaha tanaman hiasnya juga turut terdampak pandemi, meskipun tak terlalu parah.
Namun sebelum menjual tanaman hias, Nurmaya sebenarnya memiliki usaha salon rias. Pekerjaan itu telah dilakoninya selama hampir 20 tahun. Pandemi menyebabkan usaha salonnya terpuruk dan berhenti sementara. "Sebab pandemi ini kita tidak dibolehkan berkerumun, terlebih mengadakan pesta. Jadi saat ini saya tidak merias pengantin," ucap Nurmaya.
Saat bisnis salonnya mandek, Nurmaya banting setir menjual tanaman hias, sebuah usaha yang diwariskan almarhum bapaknya. Kebetulan dia memang sudah menggandrungi dunia tanaman sejak masih duduk di sekolah dasar. Dari usaha tanaman hiasnya, Nurmaya berusaha menyisihkan sebagian pendapatannya untuk melanjutkan kegiatan berbagi makanan gratis.
Setelah hari raya (Idul Fitri), saya berpikir kembali. Masa sih, berbagi berkah harus libur dan berhenti sampai di sini?
"Kadang saya sisihkan Rp 50 ribu, Rp 20 ribu. Ada donatur maupun tidak, saya akan berusaha, bagaimanapun caranya, ketika Jumat berkah, berbagi makan gratis tetap berjalan," ucapnya.
Sekitar sebulan setelah Idul Fitri tahun lalu, bermodal dana Rp 300 ribu, Nurmaya memulai kembali aksi "Jumat Berkah". Uang yang disisihkannya ia gunakan untuk membeli beras, sayur, dan lauk sederhana. "Saya dibantu saudara untuk memasak. Tanpa pamrih dan tanpa dibayar, mereka menyumbang tenaga," kata Nurmaya.
Dia mengaku mendapat dukungan penuh dari keluarga untuk melakukan aksi berbagi. Berkat mereka pula kegiatan Jumat Berkah dapat berjalan kembali. Tak jarang Nurmaya terharu melihat orang-orang yang datang ke lapaknya untuk mendapatkan makanan gratis.
Salah satu yang paling dia ingat adalah seorang pengemudi ojek daring. Dia datang ke lapak tanaman hias Nurmaya dan bertanya apakah diperkenankan mendapatkan makanan gratis. Nurmaya pun mempersilakannya. "Alhamdulillah, Bu, ya Allah. Saya makan ya, Bu," kata Nurmaya menyitir jawaban pengemudi ojek daring itu.
Pengemudi ojek tersebut sempat bercerita dia baru memperoleh uang Rp 12 ribu dari satu orang penumpang. "Dia kemudian bertanya kepada saya, apakah boleh jika dia membawa anak dan istrinya untuk makan gratis juga? Karena ternyata rumahnya dekat dengan tempat saya," kata Nurmaya.
Nurmaya, tanpa banyak pertimbangan, segera mempersilakannya. Saat pengemudi ojek itu pergi untuk menjemput anak dan istrinya, Nurmaya tak dapat menahan rasa haru, lalu mengucurkan air mata. "Sekitar sepuluh menit kemudian, pengemudi ojek itu datang lagi dengan anak dan istrinya. Kemudian mereka makan," ucap Nurmaya.
Saya membagikannya tanpa pamrih dan tanpa membedakan suku, ras, agama. Siapa yang lewat silakan makan.
Perasaan Nurmaya bercampur antara haru dan bahagia saat menyaksikan satu keluarga makan di lapak tanaman hiasnya. Pengemudi ojek itu tak hanya sekali datang ke tempatnya. Namun, Nurmaya tak pernah melarang, apalagi mengusirnya. Seporsi nasi dengan lauk sederhana selalu dia sajikan kepadanya.
Nurmaya tak pernah membeda-bedakan orang yang datang ke lapaknya untuk makan gratis. "Saya membagikannya tanpa pamrih dan tanpa membedakan suku, ras, agama. Siapa yang lewat silakan makan," kata dia.
Seiring berjalannya waktu, setiap Jumat semakin banyak orang yang datang ke lapak Nurmaya untuk makan gratis. Dalam sepekan, Nurmaya selalu berusaha menyiapkan 100 porsi makanan. Tentu tak mudah menyisihkan uang untuk mempertahankan kegiatan tersebut.
Namun, Nurmaya selalu menemukan atau lebih tepatnya diberikan jalan untuk tetap melakukan kegiatan Jumat Berkah. Ada saja donatur yang datang kepadanya dan membantunya. "Banyak donatur terlibat. Ada juga usaha katering, minta disalurkan. Ada yang berupa beras, air mineral, lauk pauk," ucapnya.
Rasa syukur pun selalu Nurmaya panjatkan. Dia ingin membantu dan dia dicukupkan serta diberi jalan. Namun, pembatasan sosial yang diterapkan untuk membendung pandemi, membatasi kegiatan Jumat Berkah.
Karena lapak tanaman hias Nurmaya selalu mengundang kerumunan setiap kegiatan Jumat Berkah, pihak kelurahan melayangkan teguran. Mereka memuji apa yang dilakukan Nurmaya. Namun peraturan untuk membendung peningkatan kasus baru Covid-19 tetap harus ditegakkan.
Nurmaya paham dan menerima. Kegiatan Jumat Berkah terpaksa terhenti sementara. "Tapi saya enggak tega, orang-orang yang biasa makan di sini, setiap Jumat menghampiri saya pagi-pagi. Mereka bertanya kenapa saya enggak berbagi (makanan) gratis lagi," ucapnya.
Nurmaya akhirnya terpacu untuk memulai kembali. Namun, kali ini dia mengubah strategi dengan menjemput bola. Semua makanan yang biasa disajikan di lapak tanaman hiasnya, kini dibungkus porsi per porsi.
Saya bertemu beliau sedang sakit perutnya di pinggir jalan. Pakaiannya lusuh. Saya dan tim yang membantu membagikan makanan menghampirinya untuk memberinya makanan.
Setelah itu Nurmaya berkeliling dan membagi-bagikannya. Pengalamannya turun ke jalan dan membagikan makanan gratis turut mengundang rasa haru. Nurmaya bertemu dengan berbagai macam orang yang nasibnya tak lebih baik darinya. Salah satu yang pernah dia temui adalah seorang nenek berusia sekitar 70 tahun yang hidup sebatang kara.
"Saya bertemu beliau sedang sakit perutnya di pinggir jalan. Pakaiannya lusuh. Saya dan tim yang membantu membagikan makanan menghampirinya untuk memberinya makanan," kata Nurmaya.
Nenek itu menerimanya dengan raut bahagia. Dia mengucapkan terima kasih sambil memeluk Nurmaya. Pelukan sebagai rasa syukur karena hari itu ia bisa makan.
Nurmaya terenyuh ketika mengetahui nenek itu tak memiliki tempat tinggal. "Ibu itu sempat bilang, dia kalau tidur di pinggiran pasar, di kolong jembatan. Allah mempertemukan saya dengan orang-orang yang saya enggak kuat melihatnya," ucapnya.
Pertemuan Nurmaya dengan berbagai orang yang bernasib tak sebaik dirinya membuatnya yakin untuk terus berbagi. "Saya tidak akan berhenti," ujarnya.
Di sisi lain, dia sepenuhnya menyadari tentang tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebagai seorang Muslim. "Sebagian rezeki yang diberikan Allah, ada hak orang lain sebesar 2,5 persen yang harus saya keluarkan," ucap Nurmaya.
Meski pandemi belum berakhir dan pendapatannya dari usaha tanaman hias tak begitu menentu, Nurmaya bakal tetap menyisihkan sebagian uangnya untuk kegiatan Jumat Berkah. Dia yakin, saat berbagi, Allah akan mencukupkan kehidupannya. "Kaya belum tentu cukup, miskin belum tentu kurang," ujarnya.
Memberi, sekecil apa pun adalah mulia. Tentu tak benar jika berpikir hanya kalangan mampu dan mapan yang bisa berbagi. Nurmaya sudah membuktikannya. Memberi Rp 10 ribu kepada orang lain mungkin tampak biasa. Namun saat orang yang memberinya hanya mempunyai uang senilai Rp 50 ribu, hal itu tentu tak bisa dianggap sepele. Amal memang tak bisa ditakar lewat nominal.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.