Nasional
Penyelenggara PSU Disesuaikan Putusan MK
KPU daerah diminta segera rasionalisasi anggaran untuk pemungutan suara ulang.
JAKARTA—Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2020 dinilai akan menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya, rekrutmen penyelenggara ad hoc, yang harus dilaksanakan sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam penyelesaian perkara sengketa hasil pilkada.
"PSU di 15 daerah ada tantangan rekrutmen penyelenggara yang berbeda-beda," ujar peneliti lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana dalam diskusi daring, Ahad (28/3).
Ia mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mencermati amar putusan MK terkait pelaksanaan PSU di 15 daerah. Setidaknya, ada lima bunyi amar putusan yang berbeda terkait rekrutmen penyelenggara ad hoc untuk menggelar PSU ini.
Pertama, PSU yang tidak disebutkan apakah KPU harus mengangkat kembali atau mengganti anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Hal ini terdapat dalam putusan permohonan perselisihan hasil pemilihan bupati (pilbup) Rokan Hulu, Penukal Abab Lematang Ilir, Morowali Utara, Halmahera Utara, Nabire, Boven Digoel, Yalimo, dan Teluk Wondama.
Kedua, PSU yang diperintahkan MK untuk mengangkat kembali anggota KPPS dan PPK yang sebelumnya. Amar putusan ini berada dalam perkara perselisihan hasil pilbup Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, dan Mandailing Natal. Ketiga, rekrutmen penyelenggara ad hoc baru karena adanya perintah pembuatan tempat pemungutan suara (TPS) baru. Perintah ini terdapat di putusan perkara perselisihan hasil pilbup Halmahera Utara dan Morowali Utara.
Keempat, PSU yang ketua dan anggota KPPS-nya harus diganti, terdapat di pilbup Indragiri Hulu, Banjarmasin, serta pemilihan gubernur (pilgub) Kalimantan Selatan dan Jambi. Kelima, PSU yang anggota PPK-nya harus diganti, juga diperintahkan untuk pilgub Kalimantan Selatan dan Jambi.
Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menuturkan sudah meminta KPU daerah melakukan evaluasi terkait penyelenggara ad hoc. Sebab, amar putusan MK ada yang memerintahkan KPU untuk mengganti ketua atau anggota penyelenggara ad hoc maupun mengangkat kembali anggota sebelumnya.
"Kenapa satu daerah ini diminta diganti seluruh penyelenggara ad hoc-nya, ini hal-hal yang menurut saya cukup sensitif untuk disampaikan kepada masyarakat," kata Evi.
Jadwal pemungutan
Selain itu, KPUD juga diminta rasionalisasi anggaran untuk menggelar PSU. Menurut Evi, dari 16 daerah yang akan melaksanakan PSU maupun penghitungan suara ulang, kondisi anggarannya berbeda-beda. Ada yang masih mempunyai sisa anggaran dari penyelenggaraan Pilkada 2020, ada yang tidak mencukupi, dan ada juga yang tidak memiliki sisa anggaran.
"Perlu kemudian teman-teman yang menyelenggarakan PSU berkoordinasi dengan pemerintah daerah karena penyelenggaraan PSU akan ditanggung APBD," kata Evi.
KPU daerah juga perlu menyusun dan menetapkan tahapan, program, dan jadwal pelaksanaan PSU. Jadwal ini perlu memperhatikan tenggat waktu pelaksanaan PSU sesuai amar putusan MK.
Jadwal ini juga ditunggu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menegaskan jadwal dibutuhkan agar Bawaslu bisa segera bergerak melakukan pengawasan di beberapa daerah. "Selain itu, agar nanti saat pelaksanaan pengawasan tidak ada penafsiran. Jika ada yang melakukan pelanggaran pada masa tahapan bisa kami proses," ujar Dewi.
Dia mengatakan, jadwal yang nantinya dirilis KPU akan berkaitan langsung dengan fungsi pengawasan dan kewenangan Bawaslu dalam penanganan pelanggaran. Sebab, kata dia, pengawasan dalam tahapan pelaksanaan PSU tidak diatur eksplisit di Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Kita akan bangun persepsi yang sama. Ini perlu diskusikan bersama-sama karena tidak diatur secara eksplisit," tuturnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.