Konsultasi Syariah
Bolehkah Melakukan Lelang?
Menurut mayoritas ulama, jual beli dengan cara lelang itu boleh dan sah selama memenuhi ketentuannya.
DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb. Seorang penjual mempunyai keranjang ikan dan dia melelangnya ke orang banyak. Orang pertama mengatakan, akan membeli dengan harga Rp 100 ribu, kemudian orang kedua menawar Rp 110 ribu padahal dengan orang pertama tadi belum selesai melakukan transaksi. Bagaimana pandangan fikih tentang jual beli dengan sistem lelang tersebut? Mohon penjelasan ustaz! -- Maulana – Lampung
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut. Pertama, jual beli dengan lelang (bai’ al-muzayadah) adalah jual beli dengan harga paling tinggi yang penentuan harga tersebut dilakukan melalui proses tawar menawar (Fatwa DSN MUI Nomor 110) atau transaksi komersial dengan ajakan untuk ikut serta dalam lelang dan transaksi menjadi sempurna saat ada kerelaan penjual. (Keputusan Lembaga Fikih OKI Nomor 73 (8/4)).
Misalnya, sebuah perusahaan menjual kendaraan roda empat (mobil) dengan cara lelang ke publik. Penawaran dimulai pada 1 hingga 30 Januari 2021. Ada beberapa orang yang melakukan penawaran seperti si A menawar dengan harga Rp 220 juta dan si B menawar dengan harga Rp 225 juta. Pada saat penutupan penawaran, dipilih penawar yang lebih tinggi.
Kedua, dari sisi akad, proses lelang itu dibagi dalam dua tahapan. Tahapan pertama, lelang sebagai cara untuk mendapat calon pembeli dengan harga tinggi sesuai target. Tahapan kedua, kesepakatan jual beli dengan pembeli terpilih. Beberapa ketentuan terkait lelang tersebut terkait tahapan pertama. Tahapan ini mencerminkan cara mencari harga yang sesuai. Dalam transaksi jual beli di pasar-pasar rakyat juga terjadi tawar-menawar langsung antara pembeli dan penjual.
Ketiga, menurut mayoritas ulama, jual beli dengan cara lelang itu boleh dan sah selama memenuhi ketentuannya. Kebolehan tersebut didasarkan pada alasan berikut. (a) Hadis Rasulullah SAW, “Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw pernah menjual alas pelana dan gelas, lalu beliau menawarkan, “Siapa yang akan membeli alas pelana dan gelas ini?”. Seseorang berkata, saya akan membelinya seharga satu dirham, Nabi SAW menawarkan lagi, “Siapa yang mau membelinya lebih dari satu dirham?”. Lalu seorang laki-laki memberinya dua dirham, beliau pun menjual kepadanya.” (HR Tirmidzi).
(b) Para ulama telah ijma’ bahwa jual beli dengan cara lelang ini diperbolehkan dan antara umat Islam juga masih mempraktikkan lelang di pasar mereka. (c) Jual beli lelang itu berbeda dengan larangan menawar atau membeli atas barang yang di tawar atau dibeli pihak lain. Membeli barang yang dibeli pihak lain yang dilarang itu terjadi setelah jual beli dan sebelum berpisah meninggalkan tempat transaksi atau waktu khiyar syarth. Menawar barang yang sedang ditawar pihak lain yang dilarang itu terjadi setelah harga disepakati, tetapi belum terjadi jual beli. Berbeda dengan lelang karena lelang terjadi sebelum harga disepakati dan sebelum akad jual beli.
Keempat, kebolehan tersebut dengan syarat sebagai berikut. (1) Barang dimiliki penjual dan bebas sengketa. Maksudnya, barang yang dilelang tersebut dimiliki penjual secara sempurna, baik menurut syariah ataupun aspek legal. (2) Informasi tentang mekanisme lelang jelas, misalnya apakah lelang tersebut disampaikan terbuka untuk publik ataukah tertutup untuk anggota komunitas tertentu.
(3) Mekanisme dalam lelang disetujui dan tidak membuka konflik, dengan cara memastikan mekanisme dalam lelang terinformasikan sehingga para peserta yang ikut lelang itu telah dianggap setuju. Juga mekanisme lelangnya tidak membuka potensi konflik antara penyelenggara lelang dengan peserta atau antar peserta. Misalnya, saat harga ditawarkan kembali berkali-kali kepada setiap peserta tanpa ada kepastian harga final.
(4) Saat barang yang dilelang itu tidak dilihat fisiknya oleh peserta lelang, maka harus dijelaskan kriteria atau spesifikasinya dan peserta lelang ridha dengan hal tersebut. (5) Terhindar dari rekayasa dalam permintaan. Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.