Internasional
Indonesia dan Singapura Desak Dialog di Myanmar
Kedua negara meyakini tidak boleh ada campur tangan asing dalam gejolak politik di Myanmar.
JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi dan Menlu Singapura Vivian Balakhrishnan melakukan pertemuan di Jakarta untuk membahas berbagai macam isu kerja sama kedua negara, termasuk satu posisi pada isu gejolak politik di Myanmar, Kamis (25/3). Kedua negara mengungkapkan keprihatinan tentang kondisi saat ini di negara anggota ASEAN tersebut dan mendukung Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) para pemimpin ASEAN.
"Kami prihatin dan kami juga berbagi posisi kami untuk meminta militer Myanmar menghentikan penggunaan kekuatan dan mencegah korban lebih lanjut," ujar Retno seusai pertemuan dengan Balakhrishnan, Jakarta, Kamis.
RI dan Singapura juga mendukung insisatif untuk mengadakan pertemuan tentang KTT para pemimpin negara-negara ASEAN dalam waktu dekat. Ini bertujan untuk mencapai solidaritas komunitas ASEAN. "Perdamaian hanya dapat dicapai dengan kontribusi semua anggota ASEAN," ujar Retno.
Sementara itu, Balakhrishnan mengungkapkan hal serupa dalam memantau perkembangan situasi di Myanmar. Kedua negara sangat tertekan atas jatuhnya banyak korban jiwa pada gelombang massa protes damai melawan kudeta militer.
"Saya dapat mengatakan bahwa posisi RI dan Singapura sama dan hampir identik," ujar Balakrishnan dalam kesempatan yang sama seusai Retno menyampaikan paparannya.
Balakhrishnan mengulangi niat Indonesia dan Singapura untuk meminta pihak-pihak terkait di Myanmar dapat duduk bersama dalam negosiasi menemukan solusi yang berhasil untuk Myanmar dalam jangka panjang. Kedua negara pun meyakini tidak boleh ada campur tangan asing dalam gejolak politik di Myanmar.
"Kami berdua meyakini bahwa rekonsiliasi nasional akan terjadi di kedua sisi, duduk dengan iktikad baik," kata dia.
ASEAN dalam hal ini siap membantu dengan cara apa pun. Oleh karena itu, para pemimpin ASEAN didukung untuk merumuskan hasil posisi bersama di ASEAN untuk mengungkapkan dukungannya kepada Myanmar.
Serukan KTT Darurat
Pada Kamis (25/3), penyidik hak asasi manusia (HAM) PBB Thomas Andrews menyerukan KTT darurat mengenai Myanmar. Menurut dia, langkah diplomatik atas kudeta militer Myanmar belum cukup.
“Kondisi di Myanmar merosot. Namun, kondisi itu tampaknya akan kian buruk tanpa tanggapan dunia internasional yang tegas dan segera, untuk mendukung rakyat yang tersandera,” ujar Andrews.
Sementara itu, aparat keamanan Myanmar kembali bertindak keras terhadap para pengunjuk rasa. Saat berita ini ditulis, Kamis (25/3), sekurangnya empat orang tewas. Ini terjadi setelah massa menggelar aksi bisu pada Rabu. Lembaga aktivis independen the Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mengatakan, Kamis (25/3), sekurangnya 286 tewas sejak kudeta 1 Februari.
Ribuan orang terlihat berkumpul di Yangon untuk menggelar protes anti kudeta. Aksi juga digelar di Monuwa. “Apakah kita bersatu? Ya betul,” teriak para pengunjuk rasa. “Revolusi harus terjadi.”
Militer melakukan kudeta pada 1 Februari dan menahan para pemimpin sipil, termasuk peraih Nobel yang juga pemimpin Partai National League of Democracy (NLD), Aung San Suu Kyi. Militer mengeklaim ada kecurangan dalam pemilu yang dimenangkan oleh NLD. Kudeta memicu pemberontakan yang meluas di Myanmar.
Amerika Serikat (AS) akan menjatuhkan sanksi kepada dua konglomerat yang dikendalikan oleh militer Myanmar. Departemen Keuangan AS memasukkan Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL) ke dalam daftar hitam dan membekukan aset apa pun yang mereka miliki di AS.
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden mengeluarkan perintah eksekutif pada 11 Februari yang membuka jalan bagi sanksi baru terhadap militer Myanmar dan kepentingannya. Perintah tersebut membekukan cadangan sekitar 1 miliar dolar AS yang dipegang Bank Sentral Myanmar di New York Fed, yang mencoba ditarik oleh junta setelah merebut kekuasaan.
Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, dan Kanada telah menjatuhkan beberapa sanksi terhadap jenderal tinggi Myanmar, termasuk Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.