Kabar Utama
Kecanduan Gawai, Pengawasan Orang Tua Mendesak
Orang tua harus memastikan agar penggunaan gawai anak efektif dan tidak justru berdampak negatif.
JAKARTA -- Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hendarman mengatakan orang tua harus berperan menjaga anaknya dari gawai dan internet. Hal ini disampaikan terkait temuan ratusan anak-anak yang kecanduan gawai selama pandemi Covid-19 ini.
"Ini dampak dari masa pandemi. Seyogianya menjadi tanggung jawab orang tua yang mendampingi anak selama di rumah," kata Hendarman, dihubungi Republika, Senin (22/3).
Menurutnya, pengawasan orang tua sangat penting bagi penggunaan gawai pada anak. Orang tua harus betul-betul memastikan agar penggunaan gawai anak efektif dan tidak justru memberikan dampak negatif.
Hendarman menjelaskan, Kemendikbud menyarankan agar penggunaan gawai dilakukan seperlunya untuk membantu proses pembelajaran. "Contoh, menggunakan gawai untuk berkomunikasi dengan guru, mengakses kegiatan pembelajaran, mencari informasi," kata dia.
Selain itu, orang tua harus mendampingi anaknya selama penggunaan gawai. Hal ini bertujuan agar orang tua dapat memantau konten apa saja yang dilihat oleh anak. Tentunya, konten yang dilihat anak harus sesuai dengan usianya.
Kemendikbud juga mendorong agar orang tua membuat kesepakatan bersama anak untuk pembatasan waktu penggunaan gawai. Kesepakatan ini misalnya berapa lama ia boleh menggunakan gawai, kemudian harus menghentikan kegiatan menggunakan gawai setelah habis waktu yang disepakati.
Untuk meningkatkan keamanan, orang tua juga bisa memblokir konten negatif pada gawai yang digunakan oleh anak. Misalnya, permainan yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, dan konten-konten negatif lainnya.
Menurut pengamat pendidikan UIN Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah, bermain internet tanpa kontrol dari orang tua turut berperan menimbulkan ketergantungan anak-anak pada gawai. Menurut Jejen, orang tua harus fokus membuat kegiatan yang menyenangkan untuk anak.
Pembatasan gawai harus dilakukan, tapi di satu sisi perlu mengajak anak untuk bermain dan berolahraga mengisi waktu luang mereka. "Orang tua perlu membatasi penggunaan gawai, caranya sediakan internet pada jam tertentu saja. Batasi hape, dan mengajak anak olahraga atau bermain bersama," kata Jejen, dihubungi Republika, kemarin.
Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Itje Chodidjah menilai fenomena kecanduan gawai tak lepas dari orang tua kebanyakan menganggap enteng persoalan. “Sebagian besar orang tua menganggap sebagai mainan yang membuat anak-anak anteng atau tidak mengganggu kesibukan orang tuanya," kata Itje.
Itje berpendapat, orang tua harus bisa mengalihkan perhatian anak-anak pada kegiatan lain yang menyenangkan dan melibatkan interaksi dengan orang lain. Ia juga menyarankan agar RT/RW setempat mengontrol tempat bermain gim atau warnet di kampung.
Anggota Komisi X DPR Illiza Sa'aduddin Djamal menilai bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) memunculkan berbagai persoalan krusial. “Selain regulasi, kurikulum, sarana prasarana, sumber daya manusia, dan anggaran yaitu permasalahan psikologis," kata Illiza kepada Republika, Senin (22/3).
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menilai, pendampingan orang tua dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu hal penting, umumnya dilakukan oleh ibu yang mendampingi siswa terutama pada jenjang SD dan SMP. Orang Tua dituntut untuk melakukan komunikasi dengan guru hingga turut membantu menjelaskan pelajaran sampai dengan mengerjakan tugas-tugas siswa.
"Sedangkan peran serta orang tua dalam pembelajaran jarak jauh siswa jenjang menengah atas (SMA dan SMK) tergolong lebih rendah, umumnya hanya sebatas pengawasan dan tidak banyak terlibat dalam kegiatan belajar mengajarnya," ungkapnya.
Terkait persoalan adiksi gawai yang menimpa anak-anak saat ini, legislator dapil Aceh ini menduga hal tersebut bisa jadi karena interaksi sosial anak yang kurang dengan komunitas sekolah maupun dengan lingkungan sekitar rumah.
Ia menilai gawai yang terhubung sistem daring dengan berbagai fitur ibarat pisau bermata dua. Selain bisa memberikan bermanfaat, juga bisa membahayakan kehidupan anak-anak.
"Pengawasan dan pendekatan atau interaksi yang optimal dari keluarga dan masyarakat dapat mengurangi kecanduan tersebut dengan cara mengalihkanya kepada hal-hal atau kegiatan yang bersifat positif," tuturnya.
Waktu Kosong Picu Kecanduan
Ketua Umum Indonesia E-sports Association (IESPA) periode 2019-2024 Eddy Lim mengiyakan potensi meningkatnya kecanduan gim pada masa pandemi Covid-19 ini. Menurut Eddy, banyaknya waktu kosong yang dimiliki pelajar ataupun mahasiswa Indonesia saat ini menjadi pemicu meningkatnya pencandu gim daring.
Ketika berbincang dengan Republika melalui saluran telepon pada Senin (22/3), Eddy mengatakan, proses belajar mengajar secara daring yang sudah hampir setahun ini dilakoni para pelajar dan mahasiswa Indonesia menyebabkan waktu luang mereka yang lebih banyak.
"Kalau belajar langsung di sekolah, antara pukul 07.00-13.00, mereka ada kegiatan belajar. Tetapi sekarang, dengan model pembelajaran daring dari sekolah, maksimal hanya dua sampai tiga jam mereka belajar," Kata Eddy.
Eddy menambahkan, berdasarkan pengalaman anaknya belajar daring biasanya dua jam sudah selesai proses belajar daring. "Setelah selesai belajar daring, mereka menguasai gawai. Yang dimanfaatkan untuk hiburan mereka, baik nonton film, main medsos maupun main game online (gim daring)."
"Jadi tidak hanya waktu main gim daring yang meningkat. Nonton televisi, nonton film, ataupun kegiatan bermain medsos juga ikut meningkat. Itu semua karena mereka memiliki waktu luang lebih dari biasanya," kata Eddy.
Solusi agar mereka tidak terlalu lama bermain dengan gawai, menurut Eddy, membuat kesibukan lebih. "Buatlah kegiatan yang bermanfaat, tetapi sekaligus disenangi oleh mereka. Baik itu yang dibuat sekolah maupun inisiatif keluarga."
Misalkan, lanjut Eddy, setiap akhir pekan orang tua mengajak bermain sepeda atau kegiatan lain. Ia menekankan, keluarga memiliki peran penting untuk mencegah kecanduan gim daring.
"Kalau dari pagi sampai malam, anak-anak bermain gim daring didiamkan saja, ya pasti akan ketagihan atau kecanduan. Tetapi melarang tanpa memberikan kegiatan alternatif juga berpotensi tidak akan dituruti oleh anak-anak," kata Eddy.
Eddy mengingatkan, kebanyakan anak yang bermain gim daring tidak lantas dengan mudah diarahkan menjadi atlet e-sports. "Kalau atlet e-sports ada target, jadi main gim daring itu ibarat latihan. Mereka tidak kecanduan, bahkan kalau bisa latihannya tidak lama. Seperti halnya atlet cabang olahraga lain. Hobi bermain belum tentu ingin menjadi atlet," jelas Eddy.
Atlet e-sports profesional Indonesia, James Alexander, juga sepakat bahwa jumlah anak yang kecanduan gim daring meningkat, seiring sistem pembelajaran secara daring yang sudah hampir setahun terakhir. "Saya sangat setuju dengan laporan banyaknya anak kecanduan game (gim daring) dalam sistem pembelajaran daring seperti sekarang," ujar James yang juga pemain terbaik kejuaraan e-sports Piala Menpora tahun lalu ini.
Mahasiswa Binus University itu menilai, keinginan bermain gim bisa sangat besar saat mengikuti kelas daring yang membosankan. Ditambah lagi, mudahnya mengakses gim bisa dengan telepon genggam ataupun dengan membuka tab baru pada komputer.
"Biasanya juga karena ajakan teman untuk bermain gim bersama karena main gim dengan teman lebih seru dibandingkan bermain sendiri. Kelas online pun ditinggal saja kalau tidak perlu membuka kamera," kata James lagi.
James sepakat dengan Eddy Lim mengenai cara menghindari kecanduan gim pada masa pandemi Covid-19, yakni dengan menyibukkan diri. "Kalau saya hobi kuliner, jadi saya suka jalan-jalan mencari kuliner baru, biasanya setelah kulineran sudah capek dan jadi tidak ingin main game," kata James.
James menceritakan pengalamannya ketika dulu kecanduan gim daring. Ia pernah bermain rata-rata 12 jam per hari, bahkan sekali waktu 16 jam per hari. "Kala itu saya ingin masuk ke dalam 20 leaderboards global di gim Mobile Legend. Setelah saya mencapai itu saya merasa tidak sehat secara fisik dan pikiran. Tubuh cepat lelah dan emosi terganggu dengan mudah marah-marah," katanya mengisahkan.
"Lalu, saya tidak secara langsung ingin menyembuhkan kecanduan main game ini, tapi saya sendiri yang merasakan jenuh bermain game. Lalu jadi dikurangi dan bermain kala ingin mencari hiburan atau kala waktu kosong saja," kata James melanjutkan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.