Internasional
Membaca Peta Belanja Pasca Pandemi Covid-19
Konsumen tampaknya mulai membelanjakan pundi-pundi mata uangnya seusai pandemi Covid-19.
OLEH FERGI NADIRA
Perlahan, pandemi Covid-19 mulai berangsur ke arah pulih. Hal ini ditandai dengan terus berjalannya program vaksinasi di berbagai negara. Konsumen di seluruh dunia pun tampaknya sudah menyimpan tumpukan pundi-pundi mata uangnya untuk dibelanjakan seusai pandemi.
Di Amerika Serikat (AS), misalnya, yang memiliki banyak kelas masyarakat dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Mereka kemungkinan membelanjakan uangnya demi membuka prospek pemulihan ekonomi yang cepat.
Hal ini didukung oleh dana stimulus jumbo yang baru saja dicanangkan Presdien AS, Joe Biden, senilai 1,9 triliun dolar AS. Dikutip dari the Economist, Ahad (14/3), AS juga diprediksi bakal terhindar dari tingkat suku bunga rendah yang menyedihkan.
Dari April hingga September 2021, AS diprediksi akan melampaui Cina yang baru saja meluncurkan rencana lima tahunnya yang baru. Belum lama ini, Federal Reserve menoleransikan inflasi sebagian harga komoditas, terutama lonjakan harga minyak mentah.
Jika ledakan yang dipimpin konsumen datang, hal ini akan sangat berbeda dari belanja konsumen pada masa sebelumnya. Sebab kini kecenderungan belanja global sedang berubah.
Pembeli di Amerika makin mirip dengan Asia, yang makin sadar akan nilai dan berorientasi ke dunia daring. Pada masa depan, akan makin banyak jenis konsumsi yang telah berpindah ke ranah daring. Mulai dari gim anak hingga layanan keuangan.
Karena pandemi, banyak orang yang mencicipi belanja daring untuk pertama kalinya.
CEO of Retail Economics Richard Lim mengungkapkan, pandemi telah membawa perubahan yang signifikan dalam perjalanan retail secara global. “Karena pandemi, banyak orang yang mencicipi belanja daring untuk pertama kalinya, menembus hambatan yang selama ini ada, seperti rasa tidak percaya atau masalah sistem pembayaran,” ujar Lim, dikutip dari Computerweekly.com.
Menurut dia, dari riset yang dilakukan Retail Economics, dengan makin terbiasanya masyarakat belanja daring, para pengusaha ritel mulai mencari posisi baru untuk konsep belanja luring. Salah satunya adalah mengubah konsep tempat belanja luring menjadi lebih untuk rekreasi atau display pemasaran.
Dalam hal ini ternyata Cina sudah sangat populer dan melangkah maju. Hal yang membuat pemerintahnya berjuang untuk tetap memegang kendali.
Di Jepang, perubahan yang amat terasa di dunia ritel adalah bagaimana konsumen saat ini membutuhkan pakaian yang nyaman dengan harga lebih terjangkau. Perusahaan ritel Workman.co pada Januari 2021 telah memiliki 902 gerai di seluruh penjuru Jepang.
Jumlah ini melebihi Uniqlo yang ‘hanya’ memiliki 809 gerai. “Dengan mengusung konsep memiliki gerai mandiri dan tidak berada di dalam pusat perbelanjaan, ikut mendorong tumbuhnya pembelian karena konsumen saat ini sangat menghindari kerumunan,” ujar PR Manager Workman.co, Tomoyuki Hayashi.
Melambungnya tingkat konsumsi tentu saja bergantung pada cara menaklukkan pandemi. Eropa justru tengah berada dalam keadaan memburuk.
Banyaknya kasus Covid-19 baru tak sebanding dengan tingkat vaksinasi. India sebaliknya justru kini mencatatkan jumlah kematian nasional yang sangat rendah.
Memikirkan ulang strategi menjadi fokus bagi para pengecer di Eropa, di Inggris, pandemi Covid-19 akan mengubah banyak rantai pasokan pengecer. Di Eropa secara keseluruhan, sekitar tujuh dari sepuluh pengecer terbesar berencana melakukan peninjauan serupa terhadap rantai pasokan mereka karena virus korona, termasuk dengan merelokasi produksi ke ekonomi domestik.
Pandemi yang sedang berlangsung telah menciptakan tekanan baru pada pengecer, mengungkap kelemahan dalam rantai pasokan global, dan membuat banyak orang memikirkan kembali strategi untuk masa depan agar tetap tangguh.
Sebuah laporan baru oleh perusahaan layanan profesional global Alvarez & Marsal (A&M) dalam kemitraan dengan Retail Economics, mengungkapkan, sekitar 70 persen dari 30 pengecer terbesar di Eropa telah melakukan peninjauan terhadap rantai pasokan mereka karena Covid-19.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.