Nasional
MPR tak Ingin Amendemen
MPR mengaku tengah mengkaji amendemen terbatas soal GBHN.
JAKARTA — Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengaku tak pernah ada pembahasan amendemen UUD 1945 terkait masa jabatan presiden. Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan, masa jabatan presiden diatur dalam Pasal 7 UUD 1945, yang menyatakan presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
“Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan UUD NRI 1945, MPR RI tidak pernah melakukan pembahasan apa pun untuk mengubah Pasal 7 UUD NRI 1945,” kata Bamsoet, Senin (15/3).
Menurutnya, pembatasan maksimal dua periode dilakukan agar Indonesia terhindar dari masa jabatan kepresidenan tanpa batas. “Sekaligus memastikan regenerasi kepemimpinan nasional bisa terlaksana dengan baik. Sehingga tongkat estafet kepemimpinan bisa berjalan berkesinambungan. Tidak hanya berhenti di satu orang saja," katanya.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW), juga menegaskan, pimpinan MPR menolak amendemen UUD 1945 hanya untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Hal serupa juga telah ditegaskan pimpinan MPR fraksi partai lain.
“Jadi, PKS menolak, dan pimpinan MPR dari PDIP, PKB, PPP dan lainnya menegaskan bahwa kami tidak ada agenda amendemen UUD 1945 untuk perpanjang masa jabatan presiden,” ujar dia kepada Republika, Senin (15/3).
Menurut dia, ketentuan tersebut merupakan semangat dan amanat dari reformasi Indonesia itu sendiri. HNW membantah jika ada pembicaraan formal maupun informal mengenai wacana tersebut di MPR.
Wacana amendemen penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode karenanya akan sulit dicapai. Hal itu mengingat usulan ke MPR harus sesuai pasal 37 ayat 1 dan 2, yang menyebut harus disetujui 1/3 atau sekitar 234 anggota MPR sekarang dari jumlah sekitar 711 orang. “Begitu ketentuannya. Sampai saat ini tidak ada satupun usulan resmi kepada MPR,” ujar HNW.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani, mengaku pihaknya tidak pernah menerima usulan amendemen perpanjangan masa jabatan presiden. Termasuk, dari partai politik pendukung pemerintah, sekalipun hanya bersifat informal. “Karena itu, saya dan kawan di koalisi parpol pendukung pemerintah,” katanya.
Arsul hanya mengakui MPR masih mendalami wacana amendemen UUD 1945 terkait Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Pengamat politik dari Universitas al-Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, menilai, masih banyak yang harus dikerjakan selain amendemen UUD 1945. Ia menilai, saat ini masih banyak yang harus dilakukan DPR dan pemerintah seperti membangkitkan ekonomi masyarakat yang hancur karena Covid-19.
“Ingat masyarakat juga sedang mengawasi jika tiba-tiba ada pembahasan amendemen tersebut maka jangan salahkan jika rakyat nantinya marah," kata dia.
Haluan negara
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengatakan, hingga saat ini, tak ada agenda untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurut dia, masa jabatan selama dua periode sudah ideal.
“Bagi PDIP, masa jabatan presiden dua periode seperti yang saat ini berlaku sudah cukup ideal dan tidak perlu diubah lagi," ujar Basarah, Ahad (14/3).
Menurut dia, masa jabatan presiden tiga periode bukanlah hal yang diperlukan saat ini. Yang dibutuhkan saat ini, kata dia, yakni kepastian akan kesinambungan pembangunan nasional dalam setiap pergantian kepemimpinan nasional.
"Sehingga tidak, ganti presiden, ganti visi, misi, dan program pembangunannya. Pola pembangunan nasional seperti itu ibarat tari poco-poco, alias jalan di tempat," ujar Basarah.
Saat ini, kata dia, dibutuhkan perubahan terbatas UUD 1945. Untuk memberikan kembali wewenang MPR dalam menetapkan GBHN. Sejak 2019, pimpinan MPR memang gencar menyambangi banyak tokoh untuk meminta masukan terkait amendemen UUD 1945 tentang haluan negara. Kunjungan pimpinan MPR ke kediaman presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilakukan di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu, 16 Oktober 2019 malam.
Pada hari yang sama, MPR juga menyambangi Presiden Jokowi pada pagi harinya. Beberapa tokoh yang juga telah lebih dulu dikunjungi pimpinan MPR, antara lain presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, eks kandiat calon wakil presiden (cawapres) Sandiaga Uno, dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Pada Kamis (17/10/2019), MPR juga menyambangi mantan wakil presiden Jusuf Kalla.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.