Khazanah
Isra dan Mi'raj dalam Pandangan Ilmuwan
Peristiwa Isra dan Mi'raj dapat dijelaskan secara ilmiah.
Setiap bulan Rajab, umat Islam memperingati perjalanan Nabi Muhammad saw yang dikenal Isra Mi'raj. Isra (perjalanan malam hari) yang diikuti dengan Mi'raj (kenaikan menuju Allah) adalah salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW. Menurut pendapat yang paling diterima, peristiwa itu terjadi pada 27 Rajab tahun ke-10 kenabian Muhammad.
Dalam banyak hadis dijelaskan Rasulullah pergi dari Masjidil Haram, Makkah menuju Masjidil Aqsha, Yerusalem dengan makhluk Buraq. Sampai di Masjidil Aqsha, malaikat Jibril membawanya menuju surga. Di sana, Rasulullah bertemu nabi lain, yaitu Adam, Yahya, Isa, Idris, Harun, Musa, dan Ibrahim. Setelah bertemu dengan para nabi terdahulu, Rasulullah menuju Sidratul Muntaha.
Isra dan Mi'raj adalah sebuah fenomena perjalanan yang sangat mungkin terjadi dan bisa dijelaskan kemungkinannya dari sisi keilmuan masa kini. Hal ini disampaikan Dosen Fisika Institut Pertanian Bogor (IPB) Husin Alatas pada Jumat (13/4/2018).
"Kita tidak bisa tahu mekanisme atau cara pastinya perjalanan Isra Miraj tersebut seperti apa, kita hanya bisa membahasnya mungkin atau tidak, dan itu sangat mungkin," kata pakar biofisik, optik dan fisika teori ini.
Mulai dari Isra yang merupakan perjalanan dari Makkah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Prof Husin mengatakan fenomena tersebut bisa dijelaskan dengan teknologi yang ada saat ini. Seseorang bisa melakukan perjalanan dari satu posisi ke posisi lain di muka bumi dalam waktu singkat.
"Sekarang ada pesawat yang memungkinkannya terjadi, dahulu memang tidak terpikirkan, saudagar perlu berbulan-bulan perjalanan," katanya.
Peraih penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia ini menegaskan mekanisme atau cara Isra tidak bisa dipastikan, wallahualam. Tapi, Isra bisa ditelaah kemungkinannya dengan sains saat ini. Teknologi modern kini mengenal pesawat sebagai sarana perjalanan singkat dalam satu malam itu. Dalam riwayat, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ini dengan buraq.
Buraq berasal dari kata barqu yang memiliki arti kilat. Namun, penggantian istilah dari barqu yang berarti kilat menjadi buraq tersebut jelas mengandung pengertian yang berbeda. Jika barqu itu adalah kilat, maka Buraq dapat diasumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi gerakan cahaya.
"Saya tidak punya penjelasan ilmiah tentang buraq, tapi ia analog dengan pesawat, sebagai wahana atau sarana," kata Prof Husin.
Menurutnya, yang menarik adalah Mi'raj yang merupakan perjalanan Rasulullah SAW untuk menemui Allah SWT di Sidratul Muntaha. Prof Husin mengatakan banyak spekulasi yang bisa menjelaskan fenomena ini. Mulai dari spekulasi apakah perjalanan tersebut beserta jasad Rasulullah atau hanya bersifat perjalanan ruhiyah atau imateril.
"Baik dengan jasad atau tidak, dua-duanya memungkinkan," kata dia.
Namun jika memaparkan kemungkinannya, maka ada banyak spekulasi atau teori yang bisa dijelaskan. Mulai dari kemungkinan Nabi Muhammad SAW melakukan Miraj dengan jasad, maka ada teori relativitas dan fisika partikel yang bisa disodorkan.
"Ada prinsip kesetaraan energi dan materi, bahwa secara prinsip materi bisa berubah jadi energi dan sebaliknya, kalau berubah jadi energi dia punya kecepatan cahaya," katanya.
Selain itu ada teori yang sedang berkembang saat ini tentang dimensi ekstra. Misal, jarak titik A ke titik B sangat jauh. Tapi ada jalan tikus yang memungkinkan waktu perjalanannya sangat singkat. Jalan tikus inilah yang disebut dimensi ekstra, yang menyebabkan perjalanan menjadi lebih cepat.
"Ada beberapa fenomena alam yang menunjukkan indikasi dimensi ekstra itu ada, artinya fenomena alam ini hanya bisa dijelaskan kalau ada dimensi ekstra tadi," kata dia.
Contohnya adalah fenomena gravitasi. Menurutnya, gravitasi adalah gaya paling lemah dari semua gaya yang ada di alam. Ia diduga bisa bocor ke dimensi lain.
"Idenya muncul dari lubang hitam, lubang cacing, lubang putih, Nah ini spekulasi, apakah Mi'raj itu perjalanan dimensi lain? Mungkin, apa mekanismenya seperti itu? wallahu a'lam," kata dia.
Selain itu, jika Mi'raj adalah perjalanan ruhiyah, hal ini juga memungkinkan. Saat ini, masih belum ada pemahaman tentang kesadaran. Apakah kesadaran itu merupakan entitas yang terpisah dari badan atau tidak.
"Sekarang jika kesadaran itu entitas yang terpisah dari jasad, maka ada konsep ruh dan ya, Rasulullah bisa Mirajnya secara ruhiyah," kata dia.
Dua spekulasi Miraj ini dimungkinkan oleh sains masa kini. Saat ini, sains juga belum bisa menjelaskan konsep Sidratul Muntaha, langit ketujuh atau istilah lainnya. Ini adalah konsep sekian zaman dan penafsirannya berbeda tentang apa itu langit.
Husin menjelaskan bahkan sekarang ilmu pengetahuan malah makin bingung tentang konsep langit ketujuh. Karena alam semesta ini sangat luas dan tidak bisa diamati secara keseluruhan. Kemampuan teknologi sangat terbatas sehingga yang muncul hanya spekulasi.
"Sains itu belum punya kelengkapan untuk menjelaskan fenomena ini, tapi kalau ditanya mungkin atau tidak? itu sangat mungkin," kata dia.
Prof Husin menyampaikan, baginya ini semua adalah fenomena keimanan yang memicu orang untuk berpikir. Manusia tidak bisa memahami kejadian sesungguhnya, katanya, tapi bisa menginspirasi kemungkinan perjalanan itu.
"Fenomena ini bisa memicu orang untuk mencari tahu mekanisme, tentang pergi ke bintang lain tidak harus lewat jalan konvensional," kata dia.
Pria yang telah mempublikasikan puluhan tulisan ilmiah ini mengingatkan pada sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang Isra Miraj. Perjalanan ini adalah domain keimanan. Saat ditanya percaya atau tidak, Abu Bakar menjawab 'lebih dari itu pun aku percaya'.
"Ini memang di luar batas imajinasi kita, yang penting sekarang adalah oleh-oleh dari Isra Mi'raj ini, bahwa kita diajari Isra Miraj secara individu (shalat)," katanya.
*Ini merupakan tulisan yang sudah tayang di republika.co.id. Redaksi mengunggahnya lagi karena konten ini berkaitan dan relevan dengan Isra dan Mi'raj yang dirayakan hari ini.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.