Narasi
Myanmar yang tak Baik-Baik Saja
PBB mencatat sekurangnya 38 orang terbunuh dalam hari paling berdarah protes Myanmar.
OLEH DWINA AGUSTIN, FERGI NADIRA
"Everything Will Be OK ". "Semuanya Akan Baik-Baik Saja." Demikian bunyi tulisan di kaus Kyal Sin, seorang gadis manis berusia (19 tahun). Pesan dalam kasu tersebut seperti cahaya dengan situasi yang mengelilingi penggunanya. Gas air mata, repetan senapan mesin, batu-batu beterbangan, bentrok warga dan aparat keamanan.
Perempuan yang juga dikenal dengan nama Angel tersebut seperti sengaja mengenakan kaus untuk menegaskan harapan bahwa kondisi negaranya, Myanmar akan segera pulih dan baik-baik saja setelah para pelaku kudeta dijatuhkan. Ia tak sempat melihat harapan itu menjadi nyata. Pada Rabu (3/3) peluru tajam menembus kepalanya.
Ia terbunuh oleh tembakan di jalanan Mandalay. Korban kekerasan dari pasukan keamanan yang menewaskan sedikitnya 38 orang di sekitar Myanmar dalam hari itu.
Myat Thu, yang bersama Kyal Sin saat protes, mengenang seorang perempuan muda pemberani yang menendang pipa air hingga terbuka sehingga pengunjuk rasa dapat mencuci gas air mata dari mata mereka. Kyal Sin pun berani melemparkan tabung gas air mata kembali ke arah polisi.
“Ketika polisi melepaskan tembakan, dia mengatakan kepada saya 'Duduk! Duduk! Peluru akan menghantammu. Kamu seperti berada di atas panggung '. Dia merawat dan melindungi orang lain sebagai seorang kawan," Myat Thu.
Myat Thu mengatakan, dia dan Kyal Sin termasuk di antara ratusan orang yang berkumpul dengan damai di kota terbesar kedua di Myanmar itu untuk mengecam kudeta. Mereka menyerukan pembebasan pemimpin yang ditahan Aung San Suu Kyi.
Sebelum serangan polisi, Kyal Sin dalam sebuah video berteriak, "Kami tidak akan lari" dan "darah tidak boleh ditumpahkan". Polisi pertama memukul mereka dengan gas air mata, kemudian peluru datang. Gambar yang diambil sebelum Angel terbunuh menunjukkan dia berbaring untuk berlindung di samping spanduk protes, dengan kepala sedikit terangkat.
Myat Thu menyatakan, semua orang berpencar. Baru kemudian dia mendapat pesan: Seorang gadis telah meninggal. "Saya tidak tahu bahwa itu dia,” katanya. Setelah itu foto-foto segera muncul di Facebook yang menunjukkan Angel berbaring di samping korban lain.
"Dia adalah gadis yang bahagia, dia mencintai keluarganya dan ayahnya juga sangat mencintainya Kami tidak sedang berperang. Tidak ada alasan untuk menggunakan peluru tajam pada orang. Jika mereka manusia, mereka tidak akan melakukannya," kata Myat Thu menyatakan rasa sedih atas kehilangan kawannya.
Sebagai teman, Myat Thu pertama kali mengenal Kyal Sin di kelas taekwondo. Dia adalah seorang ahli seni bela diri serta penari di DA-Star Dance Club Mandalay dan sering memposting video gerakan terbarunya di Facebook.
Kyal Sin juga berbagi kebanggaan dalam memberikan suara untuk melanjutkan demokrasi di Myanmar pertama kalinya pada 8 November. Dia memposting foto dirinya sedang mencium jarinya, diwarnai ungu untuk menunjukkan bahwa telah memilih. "Suara pertama saya, dari lubuk hati saya. Saya melakukan tugas saya untuk negara saya," ujar Kyal Sin.
Tentara merebut kekuasaan untuk membatalkan pemungutan suara pada November 2020, menuduh bahwa kemenangan besar partai Suu Kyi adalah penipuan. Tuduhannya ditolak oleh komisi pemilihan.
Pada hari kudeta, Kyal Sin bercanda di Facebook bahwa dia tidak tahu apa yang terjadi saat internet terputus. Pada hari-hari berikutnya, dia ikut turun ke jalan dengan mengibarkan bendera merah Liga Nasional untuk Demokrasi, partai Suu Kyi. Dalam satu foto, dia berpose saat ayahnya mengikat pita merah di pergelangan tangannya.
Angel terus maju bahkan ketika protes semakin berbahaya dan ketika junta mengerahkan pasukan tempur dengan senapan serbu bersama polisi. Juara taekwondo ini telah bersiap menerima risiko terburuk dengan mengikuti protes yang semakin keras dengan militer. Dia bahkan meninggalkan rincian golongan darahnya, nomor kontak, dan permintaan untuk menyumbangkan organ tubuhnya jika meninggal dunia.
Seorang teman, Kyaw Zin Hein, membagikan salinan pesan terakhir Angel di media sosial. Bunyinya: “Ini mungkin terakhir kali saya mengatakan ini. Sangat mencintaimu. Jangan lupa”.
Di Facebook, Kyal Sin pun telah memposting rincian medis dan permintaan untuk menyumbangkan tubuhnya jika terbunuh. Pesan duka dan pujian membanjiri halaman itu pada Rabu.
Thousands of protesters set up a barricade using container trucks at the Pauktaw junction close to Yangon's Insein Prison. Police tried and failed to start the trucks' engines to remove them, and protesters dispersed voluntarily at 3pm.#WhatsHappeningInMyanmar pic.twitter.com/Uc0X0gMM46 — Frontier Myanmar (@FrontierMM) March 4, 2021
Hari paling berdarah
PBB mencatat sekurangnya 38 orang terbunuh pada Rabu (3/2), hari paling berdarah protes massa Myanmar sejak kudeta. Pemerintah militer justru meningkatkan kuasanya dalam menentang kecaman internasional atas tindakan keras junta terhadap pengunjuk rasa.
"Hanya hari ini, 38 orang tewas," ujar utusan PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener pada Rabu waktu setempat, dikutip laman Channel News Asia, Kamis (4/3).
Dia mengungkapkan, lebih dari 50 orang tewas secara total sejak pengambilalihan militer. Sementara lebih banyak lagi yang terluka. "Hari ini adalah hari paling berdarah sejak kudeta terjadi," katanya tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Burgener meminta PBB untuk mengambil tindakan sangat keras terhadap para jenderal. Dia juga mengatakan, bahwa percakapannya dengan mereka, mereka telah menepis ancaman sanksi. "Saya akan terus maju, kami tidak akan menyerah," katanya.
Ia juga menuturkan, militer Myanmar mengaku siap menahan sanksi dan isolasi dari negara lain. Pernyataan itu muncul ketika PBB mencoba melakukan perbincangan dengan perwakilan militer Myanmar. "Jawabannya adalah 'Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat'," kata Burgener.
Menurutnya, dalam percakapan dengan wakil panglima militer Myanmar, Soe Win, dia telah memberi peringatan kepada militer. Militer kemungkinan besar akan menghadapi tindakan keras dari beberapa negara dan isolasi sebagai pembalasan atas kudeta pada 1 Februari.
"Ketika saya juga memperingatkan mereka akan mendorong dalam isolasi, jawabannya adalah, 'Kita harus belajar berjalan hanya dengan beberapa teman'," ujar Schraner Burgener.
Menurut seorang dokter yang enggan menyebutkan identitasnya, kota Monywa di wilayah Sagaing mencatat sekurangnya tujuh kematian. Beberapa petugas medis juga mengatakan mereka melihat dua orang lainnya diseret oleh pasukan keamanan, meskipun mereka tidak dapat memastikan apakah mereka telah meninggal.
Menurut seorang pekerja penyelamat dan jurnalis lokal, di pinggiran pusat komersial Yangon setidaknya enam demonstran tewas. Seorang dokter mengkonfirmasi kepada AFP, bahwa dua pengunjuk rasa tewas di kota terbesar kedua Myanmar, Mandalay. Salah satu korban di Mandalay berusia 19 tahun dan ditembak di kepala.
Pengunjuk rasa berusia 19 tahun lainnya tewas setelah ditembak di Salin. "Mereka seharusnya tidak menggunakan kekuatan mematikan seperti itu terhadap para pengunjuk rasa damai," kata temannya Min Pyae Phyo, sambil menangis. "Saya tidak akan melupakan dan memaafkan mereka seumur hidup saya," katanya.
Aksi demonstrasi di Myingyan juga berubah mematikan ketika pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa yang membawa perisai merah buatan yang dihiasi dengan penghormatan tiga jari, simbol perlawanan untuk gerakan anti-kudeta. Beberapa petugas medis memastikan seorang pemuda ditembak mati.
Media lokal di negara bagian Kachin utara juga melaporkan adegan kekerasan serupa. Di Dawei pada Rabu, seorang korban tembakan dari Ahad dikremasi. Para pelayat memegang karangan bunga dan potret Lwin Lwin Oo (33 tahun) saat pembawa peti mati diapit oleh ratusan nyanyian. "Kami bersatu, ya kami. Demokrasi adalah tujuan kami."
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.