Khazanah
Survei: Toleransi Beragama Mahasiswa Tinggi
Kampus diharapkan menjadi penyemai nilai toleransi.
JAKARTA — Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta meluncurkan hasil survei nasional bertema “Kebhinekaan di Menara Gading: Toleransi Beragama di Perguruan Tinggi” secara virtual pada Senin (1/3). Berdasarkan hasil survei terhadap 98 perguruan tinggi itu terungkap bahwa sikap dan perilaku toleransi beragama mahasiswa tergolong tinggi.
Koordinator survei nasional tersebut, Yunita Faela Nisa, menyampaikan, ada empat kategori sikap dan perilaku toleransi beragama mahasiswa, yakni sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat tinggi.
"Untuk (mahasiswa) yang sikap toleransi beragamanya sangat rendah sebanyak 5,27 persen, dan yang rendah 24,89 persen, dan (mahasiswa) yang sikap toleransi beragamanya tinggi mencapai 49,83 persen dan sangat tinggi 20 persen," kata Yunita.
Dari persentase tersebut, dapat dilihat bahwa mayoritas mahasiswa memiliki sikap toleransi beragama yang tinggi dan sangat tinggi. Meski demikian, ada sekitar 30 persen mahasiswa yang memiliki sikap toleransi sangat rendah dan rendah.
“Ini yang perlu diperhatikan,” ujar Yunita.
Sementara, dalam hal perilaku toleransi beragama, dia melanjutkan, survei tersebut menemukan bahwa sebanyak 1,4 persen mahasiswa masuk kategori sangat rendah dan 10,8 persen tergolong rendah. Kemudian, sebanyak 17,89 persen mahasiswa perilaku toleransi beragamanya tinggi dan 70,89 persen sangat tinggi.
Survei nasional ini mengambil sampel sebanyak 57,89 persen mahasiswa perempuan dan 42,9 persen laki-laki dari 98 perguruan tinggi. Dari sisi agama, sebanyak 79,97 mahasiswa yang disurvei beragama Islam, 10,85 persen Protestan, 6,04 persen Katolik, 2,30 persen Hindu, 0,77 persen Buddha, 0,30 persen Konghucu, dan 0,30 persen aliran kepercayaan.
Dari 98 perguruan tinggi yang disurvei, Yunita melanjutkan, sebanyak 31,44 persen merupakan perguruan tinggi negeri (PTN), 52,83 persen perguruan tinggi swasta (PTS), 4,82 persen perguruan tinggi agama negeri (PTAN), 7,47 persen perguruan tinggi agama swasta (PTAS), dan 3,45 persen perguruan tinggi kedinasan (PTK). Survei ini dilakukan pada 1 November sampai 27 Desember 2020.
"Setiap perguruan tinggi kita ambil 10 pengajar sebagai representasi iklim kampus di perguruan tinggi tersebut, kita lihat pendapat dosennya, dan untuk mahasiswa ambil (sampel) 35 mahasiswa di setiap perguruan tinggi, yang diambil dari dua program studi secara random," katanya menjelaskan.
Adapun latar belakang digelarnya survei ini, menurut Yunita, karena toleransi beragama masih menjadi persoalan di Indonesia. Negeri ini sebagai bangsa yang majemuk masih menghadapi tantangan dalam menyikapi keberagaman. Terbukti masih ada kasus-kasus yang terkait dengan intoleransi di Indonesia, baik di level pendidikan menengah maupun universitas.
Bahkan, dalam konteks masyarakat, konflik sosial juga masih terjadi dan kekerasan atas nama perbedaan juga masih sering didengar. Beberapa survei menunjukkan relatif tingginya sikap intoleran di masyarakat. Begitu pula di kampus, tidak terlepas dari benih-benih intoleransi.
Peneliti survei nasional “Kebhinekaan di Menara Gading: Toleransi Beragama di Perguruan Tinggi”, Sirojuddin Arif, menambahkan, bila dilihat dari jenis perguruan tinggi, mahasiswa dari perguruan tinggi agama (PTA) memiliki toleransi paling rendah, disusul perguruan tinggi swasta (PTS), perguruan tinggi negeri (PTN), dan perguruan tinggi kedinasan (PTK).
Selain itu, ada sejumlah rekomendasi yang disampaikan terkait hasil survei ini. Di antaranya, mempromosikan kekayaan pengalaman sosial dan interaksi sosial lintas kelompok keagamaan di kalangan mahasiswa.
Kemudian, memperbaiki iklim sosial kampus dengan meningkatkan kultur toleransi beragama di kalangan sivitas akademika dan penghormatan kepada keragaman dan kelompok-kelompok minoritas.
Rekomendasi berikutnya, perkuat program atau kebijakan peningkatan toleransi beragama mahasiswa dengan memperhatikan kekhasan konteks sosial perguruan tinggi dan kondisi sosial-demografi mahasiswa.
“Perkaya program moderasi beragama di PTA dengan memperbanyak interaksi sosial lintas agama,” katanya dalam ringkasan eksekutif hasil survei nasional tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.