Kisah Dalam Negeri
Dari Bahasa Sanusi Pane Satukan Bangsa
Pane percaya persatuan tidak berangkat dari satu budaya.
OLEH INAS WIDYANURATIKAH
Nama Sanusi Pane diusulkan menjadi salah satu penerima gelar pahlawan. Sosok kelahiran Sumatra Utara ini dinilai melampui batas-batas kesukuannya. Ia menjadi salah satu tokoh yang mendorong penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Aminudin Aziz menuturkan, Sanusi Pane berjasa menyatukan bangsa dalam penggunaan bahasa Indonesia. Ia mengaku, jika merujuk pada sejarah bahasa Indonesia, tidak terlepas dari kelahiran bangsa Indonesia itu sendiri. Di tengah keberagaman, bahasa Indonesia menjadi salah satu pemersatu berbagai macam latar belakang.
"Kita berdiri di atas beraneka macam keragaman. Tapi, para pendahulu kita tahu bahwa keberagaman yang ada di sekeliling mereka adalah kekuatan," kata Aminudin saat membuka seminar Sanoesi Pane yang disiarkan secara daring, Selasa (23/2).
Bahasa Indonesia adalah nama yang baru dipakai saat Kongres Pemuda kedua. Saat itu, bahasa yang digunakan untuk pengantar adalah bahasa Melayu. Namun, di tengah masyarakat yang tengah memerdekakan diri, bahasa Indonesia dipilih sebagai bahasa persatuan. Sanusi Pane merupakan salah satu tokoh yang memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan itu.
Aminudin mengatakan, perjuangan bahasa Indonesia tidak berhenti saat Sumpah Pemuda dideklarasikan. Di sinilah, menurut Aminudin, peran Sanusi Pane menjadi sentral dalam menjaga bahasa Indonesia.
"Sanusi Pane menggagas pembentukan Institut Bahasa Indonesia yang ia bayangkan akan menjadi penjaga marwah perkembangan bahasa perjuangan ini," kata Aminudin menegaskan.
Keberadaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang saat ini bernaung di bawah Kemendikbud merupakan salah satu kelanjutan dari pemikiran Sanusi Pane.
Sejarawan Asvi Warman Adam juga mengakui Sanusi Pane adalah pemuda Indonesia yang berjasa dalam bidang bahasa dan sastra. "Tentunya, yang perlu dilakukan adalah memperkuat alasan-alasan mengapa Sanusi Pane ini layak menjadi pahlawan nasional. Menurut saya, jasa beliau itu dalam bidang pembinaan bahasa dan sastra," kata Asvi.
Menurut dia, membahas sosok Sanusi Pane setidaknya ada empat aspek yang harus diangkat. Keempatnya, yakni Sumpah Pemuda 1928, Kongres Pemuda pertama 1926, jasa Sanusi Pane dalam bidang sastra, serta pendidikan dan pers. Asvi mengatakan, khususnya di dalam Kongres Bahasa Indonesia tahun 1930, peran Sanusi Pane semakin terlihat. Dari sembilan keputusan kongres tersebut, salah satunya adalah usulan dari Pane, yaitu terkait pendirian Institut Bahasa Indonesia dan perguruan tinggi kesusasteraan.
Sementara itu, asisten Redaktur Pelaksana Republika Priyantono Oemar menegaskan prinsip yang terus didukung Sanusi Pane adalah Indonesia tetap menjadi satu di tengah beragam kebudayaan. Ia mengatakan, Pane percaya persatuan tidak berangkat dari satu budaya.
"Di bahasa Indonesia, ketika dia mendukung Tabrani pada 1926, Tabrani juga berpikiran bahasa persatuan tidak bisa dihasilkan dari satu bahasa saja, karena itu akan menjajah bahasa lainnya," ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.