Kabar Utama
BPS: Bansos Hambat Laju Kemiskinan
Bansos dari pemerintah diklaim menghambat laju kemiskinan.
JAKARTA -- Pandemi Covid-19 menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia. Per September 2020, jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 27,55 juta orang atau bertambah 1,13 juta orang pada Maret 2020 dan meningkat 2,76 juta orang pada September 2019. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), laju kemiskinan ini masih lebih baik dibandingkan prediksi lembaga internasional sebagai dampak dari program perlindungan sosial yang digulirkan pemerintah.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, Bank Dunia pada Juni 2020 membuat laporan dan simulasi yang memprediksi persentase penduduk miskin di Indonesia akan naik menjadi pada kisaran 10,7 persen hingga 11,6 persen akibat pandemi. Akan tetapi, kata Suhariyanto, realisasi per September 2020 di bawah prediksi tersebut, yaitu 10,19 persen.
"Betul terjadi kenaikan (angka kemiskinan), tapi sebetulnya tidak sedalam yang diduga," kata Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual pada Senin (15/2).
Suhariyanto menuturkan, hal itu menunjukkan berbagai program bansos selama pandemi Covid-19 sangat membantu masyarakat, khususnya mereka yang berada di lapisan terbawah. Dampak tersebut semakin signifikan mengingat perlindungan sosial diperluas hingga menyentuh 60 persen masyarakat lapisan terbawah.
Selama pandemi Covid-19, Suhariyanto menambahkan, pemerintah menyediakan dana khusus untuk perlindungan sosial ke berbagai pihak, termasuk pelaku UMKM. "Dan bisa dipastikan, bantuan dari pemerintah pusat dan daerah sangat membantu penduduk pada masa pandemi, terutama lapisan bawah," tuturnya.
Salah satu program perlindungan sosial yang dinilai berdampak banyak adalah Kartu Prakerja. Program itu disebut membantu meningkatkan keterampilan masyarakat, termasuk mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi. "Jadi, dengan adanya bantuan sosial dan program lain sangat membantu dalam menghambat kenaikan kemiskinan lebih tinggi," ujar Suhariyanto.
Berdasarkan survei BPS, pandemi Covid-19 menghantam seluruh lapisan masyarakat, baik kelompok bawah maupun atas. Pandemi juga memberikan dampak ke tingkat kemiskinan melalui lapangan kerja. Sebanyak 29,12 juta penduduk atau 14,28 persen dari jumlah penduduk usia kerja terkena dampaknya.
Dari total tersebut, 2,56 juta penduduk menjadi pengangguran, sementara 1,77 juta penduduk sementara tidak bekerja. Selain itu, 24,03 juta penduduk bekerja dengan pengurangan jam kerja. "Ini berpengaruh pada pendapatan," kata Suhariyanto.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, perlindungan sosial memang menjadi instrumen utama pemerintah untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan. Tanpa perlindungan sosial, Bank Dunia sempat memperkirakan angka kemiskinan bisa mencapai 11,8 persen.
"Artinya, program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sepanjang 2020 diperkirakan mampu menyelamatkan lebih dari 5 juta orang menjadi miskin baru," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam siaran pers, kemarin.
Febrio menambahkan, intervensi kebijakan telah melindungi konsumsi masyarakat, bukan hanya bagi kalangan miskin dan rentan miskin, melainkan juga kelas menengah. Program tersebut berupa perluasan penerima dan manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, hingga subsidi kuota internet untuk mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Menurut catatan Kemenkeu, realisasi sementara program perlindungan sosial untuk mendukung konsumsi rumah tangga mencapai Rp 220,39 triliun pada sepanjang 2020. Realisasi ini lebih tinggi dari alokasi awal sebesar Rp 203,9 triliun.
Sementara itu, Kementerian Sosial (Kemensos) belum mengeluarkan pernyataan mengenai rilis BPS. Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kemensos Asep Sasa Purnama ketika dikonfirmasi enggan berkomentar sebelum ada arahan dari Menteri Sosial Tri Rismaharini. Segala pertanyaan pun diminta ditujukan kepada Mensos.
Sebelumnya, Risma dalam beberapa kesempatan, termasuk saat raker dengan Komisi VIII DPR pertengahan Januari lalu, mengakui ada penambahan jumlah masyarakat miskin akibat Covid-19. Atas alasan itulah, Kemensos sedang melakukan penambahan warga miskin ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai program bansos perlu dipertajam. "PKH harus dilanjutkan dengan mengombinasikan program-program yang dibuat selama pandemi,” katanya.
Program e-warong untuk penyaluran bantuan juga harus digencarkan. Menurut dia, e-warong dapat membantu pemerintah menurunkan kemiskinan. "Program e-warong bisa direvitalisasi kembali untuk mekanisme bantuan langsung tunai," ujarnya.
Desa Butuh Perhatian Khusus
BPS juga menyarankan pemerintah untuk memberikan perhatian ekstra terhadap penduduk miskin di perdesaan. Apalagi, persentase tingkat kemiskinan di perdesaan menyentuh dua digit. Disparitas kemiskinan perkotaan dan perdesaan pun masih tinggi.
Pada periode Maret 2020-September 2020, jumlah penduduk miskin di perdesaan naik sebesar 249,1 ribu orang menjadi 15,51 juta orang. Persentase tingkat kemiskinan di perdesaan per September 2020 mencapai 13,20 persen. Sedangkan jumlah penduduk miskin di perkotaan meningkat 876,5 ribu orang menjadi 12.04 juta orang atau setara 7,88 persen.
Meskipun peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan lebih banyak, indeks kedalaman serta keparahan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi. "Tentunya ini perlu mendapatkan perhatian ekstra," kata Kepala BPS, Suhariyanto, dalam konferensi pers secara virtual, Senin (15/2).
Suhariyanto memaparkan, indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan tercatat sebesar 2,39. Angka itu lebih tinggi dibandingkan perkotaan yang sebesar 1,26.
Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilainya, berarti jaraknya semakin jauh yang berarti upaya untuk mengangkat masyarakat miskin untuk menjadi tidak miskin akan semakin berat.
Terjadi kenaikan ketimpangan baik pada daerah perkotaan maupun perdesaan.#RilisBPS pic.twitter.com/Cuv1fIYzNU — Badan Pusat Statistik (bps_statistics) February 15, 2021
Dari sisi indeks keparahan kemiskinan, kondisi kemiskinan di perdesaan juga lebih parah dengan berada pada level 0,68. Sedangkan, indeks keparahan di kota dan nasional atau akumulasi perkotaan dengan perdesaan masing-masing sebesar 0,31 dan 0,47.
Indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi pula ketimpangannya, yang berarti upaya pemerintah untuk mengurangi masyarakat miskin semakin berat. "Ke depan, perlu perhatian khusus terhadap masyarakat desa agar mereka bisa keluar dari kemiskinan," ujar Suhariyanto.
Secara keseluruhan, BPS mencatat, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang. Total tersebut naik 2,76 juta orang dibandingkan September 2019.
Salah satu faktor utamanya adalah pandemi Covid-19 yang mengganggu aktivitas perekonomian. Secara persentase, penduduk miskin pada September 2020 setara dengan 10,19 persen terhadap jumlah penduduk Indonesia atau naik 0,97 persen terhadap periode sama 2019.
BPS juga mengumumkan bahwa tingkat ketimpangan meningkat. Rasio gini nasional pada September 2020 mencapai 0,385. Angka ini naik dibandingkan Maret 2020 yang berada pada level 0,381.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Rusli Abdullah menilai, melonjaknya angka kemiskinan di desa merupakan dampak dari deurbanisasi yang terjadi selama pandemi Covid-19. Sementara warga kota kembali ke desa, lapangan pekerjaan yang tersedia di perdesaan tidak mampu menampung. "Lapangan kerja di desa tidak mampu menampung meskipun sektor pertanian positif," kata Rusli, kemarin.
Seperti diketahui, sektor pertanian sepanjang 2020 berhasil menjaga pertumbuhan positif. Kegiatan pertanian yang berbasis di desa menjadikan masyarakat desa tetap dapat bekerja dan menghasilkan pendapatan. Namun, Rusli mengatakan, dalam sebuah sektor, tidak seluruh subsektor mengalami situasi yang aman. Misalnya, peternakan yang mengalami pertumbuhan minus karena harga produk peternakan seperti unggas yang anjlok akibat overproduksi.
"Tidak semua orang juga mau turun menjadi petani. Mungkin ada juga yang dia pulang ke desa dan menunggu bantuan sosial dari pemerintah saja," katanya menambahkan.
Rusli mengatakan, pemerintah harus melanjutkan berbagai program perlindungan sosial yang sudah dilakukan sejak tahun 2020. Namun, tahun ini harus lebih menekankan kegiatan padat karya di perdesaan yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur di desa wisata sebagai persiapan adanya lonjakan kunjungan wisatawan setelah Covid-19 mereda.
Menurut dia, penyiapan sektor pariwisata harus dimulai saat ini sehingga nantinya, siap menyambut masa pemulihan. "Disitulah akan menyerap tenaga kerja," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.