
Nasional
Sel Punca Berguna untuk Terapi Covid-19 Berat
Riset membuktikan peningkatan keimanan mencegah penyebaran Covid-19
JAKARTA— Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan sel punca (stem cell) berguna untuk terapi pasien Covid-19 kategori berat.
"Saat ini temuan yang dikembangkan Prof Ismail dari Universitas Indonesia statusnya sudah melakukan uji klinis dan diajukan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapatkan izin pemanfaatan," kata Bambang dalam Webinar Forum Diskusi Ilmiah Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 dengan tema "Alternatif Terapi Covid -19 dengan Mesenkimal Sel Punca dan Eksosom, Bukti Klinis Bicara" di Jakarta, Jumat.
Bambang menuturkan dalam uji klinis tersebut, bisa dibuktikan bahwa sel punca mesenkimal (mesenchymal stem cell) bermanfaat untuk pasien yang masuk kategori berat.Menurut dia, terapi dengan sel punca bisa melengkapi terapi yang sudah ada selama ini untuk perawatan pasien Covid-19 yakni terapi plasma konvalesen.
Dari uji klinis tahap pertama, plasma konvalesen dinyatakan efektif untuk penderita Covid-19 kategori ringan sampai sedang. "Jadi untuk yang berat barangkali stem cell, sedangkan untuk yang ringan ke sedang itu adalah plasma konvalesen," ujarnya.
Menristek menuturkan riset dan pemanfatan sel punca harus terus diperkuat sehingga lama kelamaan selain sudah dijamin keamanannya, yang paling penting juga adalah terjamin efektivitasnya. "Artinya bisa meningkatkan tingkat kesembuhan dan paling penting menurunkan tingkat kematian dan ini adalah hal penting di dalam 'treatment' (perawatan) bagaimana caranya kesembuhan meningkat dengan mengurangi kematian secara signifikan," tutur Bambang.
Ketua Konsorsium Sel Punca PRN Ismail Hadisoebroto Dilogo mengatakan sel punca memiliki fungsi untuk melakukan reparasi atau perbaikan jaringan.Sel punca diimplantasikan ke daerah sel yang rusak sehingga dapat melakukan proses untuk menggantikan sel yang rusak.
Dokter Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi Bambang Darwono menuturkan penggunaan sel punca dan eksosom dilakukan dengan cara penyuntikan melalui pembuluh darah vena. Sel punca dan eksosom masuk ke sirkulasi darah kecil menuju jantung kanan dan dipompa menuju paru sampai di alveolus.
Eksosom berfungsi sebagai mediator komunikasi antar sel yang sangat penting untuk mengatur pertukaran protein dan material genetik antara donor dengan sel di sekitarnya sehingga mendorong perbaikan sel.Eksosom harus berasal dari sel punca mesenkimal yang sehat.Bukti klinis menunjukkan antara lain seorang perempuan berumur 60 tahun diberikan terapi sel punca, dan sembuh dari Covid-19 setelah 12 hari perawatan.
Kemudian, seorang anak laki-laki berusia dua tahun sembuh dari Covid-19 setelah diberikan terapi sel punca dan menjalani perawatan selama lima hari. Setelah diberikan terapi sel punca, seorang pria berusia 65 tahun sembuh dari Covid-19 setelah 23 hari menjalani perawatan, dan seorang pria berusia 39 tahun sembuh dari Covid-19 setelah 17 hari perawatan.
Memperkuat keimanan
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan tertundanya, bahkan berkurangnya kegiatan keagamaan. Namun, menurut hasil survei Pew Research Center, wabah virus korona ini justru telah memperkuat keimanan dalam beragama bagi warga Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara maju lainnya.
Lembaga riset terkemuka asal AS itu menggelar penelitian pada 2020 di sejumlah negara, yakni AS, Spanyol, Italia, Kanada, Australia, Inggris, Prancis, Korea Selatan, Belgia, Belanda, Jerman, Jepang, Swedia, dan Denmark.
Di seluruh negara yang disurvei tersebut, rata-rata hanya tiga persen responden yang menyatakan keyakinan agama mereka menurun selama pandemi. Banyak dari responden yang mengatakan, pandemi Covid-19 telah memperkuat keyakinan mereka dan orang lain di negara mereka.
Di Spanyol, misalnya, sebanyak 49 persen responden mengatakan, agama sangat penting dalam kehidupan mereka. Mereka juga mengatakan bahwa keyakinan agama mereka saat ini lebih kuat dari sebelumnya.
Hal serupa terjadi di AS. Di negara adidaya ini, sebanyak 45 persen responden mengatakan agama sangat penting dalam hidup mereka seraya mengakui bahwa pandemi telah membuat keyakinan mereka lebih kuat. Pada saat yang sama, hanya 11 persen yang menganggap agama kurang penting. Sementara, sebanyak 35 persen orang AS juga mengatakan pandemi telah membawa satu atau lebih pelajaran dari Tuhan.
Dalam pandangan cendekiawan Muslim, Prof KH Didin Hafidhuddin, hasil survei tersebut menunjukkan pandemi Covid-19 telah menyadarkan manusia akan kelemahan dirinya dalam hidup sekaligus menyadarkan manusia akan kekuasaan Allah.
"Sains dan teknologi yang begitu canggih tidak berdaya menghadapi Covid-19 ini. Seolah-olah teori-teori dalam bidang ilmu tidak berdaya menghadapinya. Manusia disadarkan akan kelemahan dirinya dan disadarkan pula untuk kembali pada zat yang Maha Kuasa, Allah SWT," kata Kiai Didin kepada Republika, Jumat (5/2).
Cendekiawan Muslim sekaligus Wakil Ketua MPR Ustaz Hidayat Nur Wahid berharap peningkatan keimanan ini diiringi dengan kesalehan sosial dan global. Menurut dia, survei ini menjadi menarik karena dilakukan di negara-negara mayoritas non-Muslim. Ternyata, di komunitas mereka, pandemi Covid-19 menghadirkan peningkatan religiositas dengan presentasi yang berbeda-beda.
"Itu suatu hal yang wajar dalam arti sewajarnya dalam kondisi ada pandemi yang dahsyat ini, kemudian manusia terkoreksi atau teringatkan untuk memperhatikan hal yang imateriel atau gaib (Tuhan)," kata Ustaz Hidayat.
Ia menerangkan, faktanya kehidupan ini tidak semuanya materi atau material. Imateriel ternyata ada dan betul-betul berpengaruh sehingga mereka bertemu dengan religiositas terkait keimanan kepada Tuhan.
Ia juga berharap peningkatan keimanan mereka menghasilkan peningkatan kesalehan sosial. Sebab, keimanan dan religiositas mestinya menghadirkan kesalehan sosial dan global. Harapannya, akan muncul dorongan terhadap kebijakan-kebijakan nasional yang religius dan manusiawi. "Sehingga, muncul kesalehan global dan tidak ada upaya memonopoli pembelian vaksin Covid-19 oleh negara-negara maju," ujarnya.
Bahkan, ia berharap nantinya akan terbentuk kesalehan global dalam bentuk gotong royong global. Dengan begitu, bukan tak mungkin negara-negara kaya akan menghadiahkan vaksin ke negara-negara miskin.
"Seperti yang dilakukan Rusia untuk membantu Palestina, itu contoh yang sangat bagus," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.