Nasional
Penguncian di Level RT/RW
Pemerintah memperketat pembatasan sosial di level RT/RW berkonsep posko.
JAKARTA – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang telah berlangsung tiga pekan terbukti tidak efektif untuk menekan laju penularan Covid-19. Pemerintah pun memutuskan memperketat pembatasan sosial yang bersifat mikro atau di level RT/RW berkonsep posko.
“Beliau (Presiden Jokowi) berkeinginan menyampaikan sekarang agar bisa lebih mikro sifatnya. Jadi lebih detail, lebih rinci, dilihat penyebabnya di mana, itu yang dikunci,” kata Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (1/2/2021).
Kebijakan pembatasan skala mikro ini nantinya tidak perlu menerapkan lockdown atau karantina wilayah di suatu kota atau provinsi. Namun, dalam implementasinya akan lebih membatasi lingkungan yang cakupan wilayahnya lebih kecil. “Bukan satu provinsi atau satu kota, nanti itu kan ada beberapa daerah yang bukan klaster atau hotspot terpaksa kita kunci juga,” ujar Budi.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 kini mematangkan pelaksanaan konsep posko di level RT/RW sebagai penerjemahan pembatasan berskala mikro. Konsep posko ini menjadi alternatif pemerintah untuk mengendalikan penularan Covid-19 di kala pelaksanaan PPKM tidak membuahkan hasil optimal.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pelaksanaan konsep posko di akar rumput ini nantinya akan dievaluasi dan diawasi secara rutin oleh satgas pusat. Satgas juga akan rutin melakukan evaluasi terhadap penurunan kasus aktif Covid-19, penurunan angka kematian, penurunan angka BOR (keterisian tempat tidur RS), dan juga angka kesembuhan pasien Covid-19.
Salah satu fungsi posko, lanjut Wiku, adalah membantu pemerintah untuk memastikan pelaksanaan 3T (tracing, testing, treatment) berjalan optimal. “Konsep posko ini masih dalam tahapan pembahasan dan akan lebih merinci untuk fungsinya. Pada intinya dari setiap kebijakan yang dilakukan, selalu akan ada monitoring dan evaluasi yang nantinya akan menjadi input bagi perbaikan implementasi selanjutnya,” kata Wiku.
Dalam rapat terbatas level kabinet akhir pekan lalu, Presiden Jokowi mengakui pelaksanaan PPKM selama 11-25 Januari 2021 tidak efektif menekan laju penularan kasus Covid-19. Presiden menyebutkan, kebijakan PPKM ini tak berdampak pada penurunan mobilitas dan kegiatan masyarakat.
Data amburadul
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menilai, PPKM tidak efektif karena data yang amburadul. Ridwan Kamil mengatakan, selama ini acuan dalam menganalisis sebuah kebijakan dalam penanganan Covid-19 di Indonesia adalah kasus baru per hari. Namun, data kasus yang selama ini dirilis setiap harinya masih kurang tepat.
“PPKM ini data kurang tepat dari sisi kasus. Misalnya di Jabar ada 3.000 kasus baru, padahal 2.000 kasus itu merupakan data lama,” ujar Ridwan Kamil.
Dia menuturkan, persoalan data harus diperbaiki lebih dulu. Jangan sampai ada data lagi yang salah dimasukkan setiap harinya. Menurut Ridwan Kamil, saat ini saja masih ada sekitar 10 ribu kasus di Jabar yang belum dipaparkan oleh pemerintah.
Ia khawatir, angka itu nantinya akan dikeluarkan sekaligus dan menjadi lonjakan signifikan dalam rilis yang dijabarkan pemerintah.
Ridwan Kamil mengusulkan Kemenkes mempersingkat mekanisme pelaporan kasus Covid-19. Angka harian dirilis dengan tidak lagi mengonfirmasi ulang ke pemerintah daerah.
Dengan begitu, menurut dia, data yang disajikan secara nasional di laman Kemenkes atau Satgas Covid-19 benar-benar mencerminkan waktu sebenarnya dan tidak bercampur dengan data lama.
Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, kebijakan PPKM sebenarnya dapat berjalan dengan efektif asalkan memenuhi dua syarat. Yakni, pengawasan di lapangan dilakukan dengan benar dan penegakan hukum berjalan secara tegas.
Salah satu poin yang sebaiknya diperbaiki adalah pengawasan. Tri menjelaskan, pemerintah ataupun pihak berwenang harus melakukan check point atau titik pengecekan di daerah-daerah yang berpotensi menjadi pusat penyebaran.
“Suatu kebijakan sangat tergantung pada pengawasan untuk melihat apakah masyarakatnya patuh atau tidak,” ujar dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.