Keluarga
Ibu, Yuk Lebih Bijak Atur Keuangan
Hanya 1 dari 10 ibu yang mencatat keuangan selama pandemi.
Pandemi Covid-19 sedikit banyak juga turut memengaruhi manajemen keuangan banyak orang. Ini terutama berlaku bagi para pekerja swasta yang pekerjaannya teramat ringkih di masa-masa krisis seperti sekarang.
Dengan adanya gaya hidup dan kebutuhan berbeda, kondisi pandemi memaksa semua orang untuk melakukan tata kelola keuangan dengan bijak agar bisa bertahan hidup di masa-masa pandemi.
Faktanya, mengatur keuangan selama pandemi Covid-19 merupakan suatu tantangan besar khususnya bagi para ibu. Merujuk survei dari OVO Market Research Survey yang dilakukan pada 367 responden ibu di Jabodetabek dan luar Jabodetabek ditemukan bahwa 7 dari 10 ibu mengaku kesulitan mengelola keuangan selama pandemi dan berharap dapat memiliki bantuan dari perencana keuangan.
Selain itu, hanya 1 dari 10 ibu yang benar-benar melakukan pencatatan keuangan selama pandemi, hanya 30 persen ibu yang mengalokasikan dana darurat, dan delapan persen dari para ibu yang menganggap investasi adalah prioritas.
Lebih dari 50 persen para ibu juga mampu memisahkan dana untuk kebutuhan dan keinginan, sedangkan 50 persen ibu juga menyatakan bahwa kesejahteraan hidup tidak menjadi prioritas karena terlalu banyak hal domestik yang harus dilakukan bersama. Selain itu, 50 persen dari para ibu menggunakan dana darurat untuk menutupi pengeluaran harian selama pandemi.
Salah satu ibu muda yang merasakan kesulitan dalam menata keuangan selama pandemi adalah Wulandari. Perempuan yang menetap di Bekasi itu mengaku sulit mengelola keuangan, utamanya setelah dirinya di PHK dan penghasilan hanya bergantung pada suami. Padahal, ada beberapa cicilan seperti mobil, rumah dan barang elektronik yang harus dipenuhi setiap bulannya.
“Suami juga kerjanya di swasta, jadi banyak pemotongan dan kadang gaji dicicil. Ini pertama kali keluarga menjadi kalut dalam hal keuangan, repot sekali dan tak jarang memicu perselisihan,” kata Wulan.
Untuk menutupi cicilan dan kebutuhan lain yang harus dipenuhi setiap harinya, ia terpaksa menguras dana dari tabungan. Tak ayal, setelah hampir setahun pandemi Covid-19 menerjang Indonesia, tabungannya kian menipis. Namun menurut dia, itu adalah opsi terbaik daripada harus meminjam uang atau menggadaikan barang.
“Nggak berani pinjam uang sih, kami hanya melakukan penghematan di beberapa pos anggaran. Misal kita enggak ada makan di luar, bahkan beli baju, yang biasanya ada biaya entertain (hiburan) setiap bulannya,” kata dia.
Untuk membantu pemasukan keluarga kecilnya, ia juga mulai menjadi reseller daster secara daring. Meski hasil penjualan tidak terlalu besar, keuntungan yang diperoleh sudah lumayan untuk membeli kebutuhan dapur dan makan sehari-hari.
Di sisi lain, ia juga bersyukur belum dikaruniai buah hati sehingga dalam keadaan seperti ini anak tidak menjadi korban. “Sempat sedih ya karena 2 tahun nikah belum punya anak, tapi dengan keadaan seperti ini jadi bersyukur. Kebayang dalam keadaan keuangan seperti sekarang, ada bayi, aduh enggak kebayang ya,” kata Wulan.
Perekonomian pulih itu butuh waktu yang cukup lama, jadi jangan terlena, harus tetap bisa mengatur keuangan dengan baik dan memilih mana kebutuhan yang penting dan tidak.Aidil Akbar, perencana keuangan
Lalu bagaimana sebaiknya mengelola anggaran selama pandemi Covid-19? Perencana keuangan Aidil Akbar mengatakan bahwa di era kenormalan baru, ibu rumah tangga diharapkan bisa mengelola keuangan dengan bijak, artinya membeli kebutuhan yang penting atau primer dan mengesampingkan kebutuhan yang tidak urgen.
Para ibu harus mendahulukan kebutuhan-kebutuhan primer seperti kebutuhan pangan dan kesehatan atau sanitasi. Untuk kebutuhan pangan, ibu-ibu juga harus memperhatikan nilai gizi dari produk yang dibeli, sehingga bisa meningkatkan imunitas tubuh anggota keluarga. Begitu pun biaya kesehatan harus tetap diutamakan misalnya untuk pengadaan hand sanitizer, masker, sabun cuci tangan atau suplemen lainnya.
Meski sekarang pusat perbelanjaan dan tempat wisata sudah mulai dibuka, namun tetap harus diperhatikan mana kebutuhan dan keinginan karena lagi-lagi kita belum tahu pasti kapan pandemi Covid-19 akan berakhir dan perekonomian kembali pulih.
“Perekonomian pulih itu butuh waktu yang cukup lama, jadi jangan terlena, harus tetap bisa mengatur keuangan dengan baik dan memilih mana kebutuhan yang penting dan tidak,” kata Aidil kepada Republika.
Untuk Para Ibu Pekerja
Di era kenormalan baru ini, masih banyak pekerja yang masih sepenuhnya bekerja dari rumah, ada yang fifty-fifty artinya 50 persen bekerja dari rumah dan 50 persennya lagi ke kantor, serta ada pula sudah bekerja secara penuh di kantor.
Untuk para ibu pekerja, perencana keuangan Aidil Akbar punya tiga cara pengelolaan anggaran yang bisa diterapkan berdasar pekerjaan atau aktivitas masing-masing. Apa sajakah?
1. Bekerja sepenuhnya di rumah
Bagi mereka yang masih total bekerja di rumah, dia menyarankan agar pengeluaran hanya difokuskan pada tiga kebutuhan prioritas yaitu kebutuhan pangan, sanitasi dan internet. Alokasi anggaran yang tadinya biasa dipakai untuk transport kerja, biaya makan siang di kantor atau biaya lain bisa dialihkan untuk tiga kebutuhan tersebut.
2. 50:50
Sementara bagi mereka yang fifty-fifty, harus mulai menghitung berapa hari kira-kira ia bekerja ke luar rumah dan berapa hari bekerja dari rumah dalam satu bulan. Jika sudah dihitung, maka ia bisa mengalokasikan anggaran untuk biaya transportasi, kesehatan dan makan siang selama bekerja di kantor. Biaya transportasi yang biasanya hanya 10 sampai 20 persen dari penghasilan mungkin akan bertambah mengingat transportasi umum tidak akan berjalan seperti biasanya.
3. Bekerja di kantor
Untuk yang sepenuhnya bekerja di kantor, Aidil menekankan agar fokus pada biaya ekstra yang mungkin harus dikeluarkan. ''Karena kan harus tetap menjaga protokol kesehatan, yang tadinya naik ojek mungkin naik mobil supaya lebih aman. Atau mungkin kebutuhan maskernya nambah dan hand sanitizer juga, dan itu menjadi pengeluaran yang harus diutamakan,” kata Aidil.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.