Hikmah
Mengalah Itu Indah
Mengalah bukan kalah, melainkan kearifan dan kecerdasan dalam menyikapi permasalahan.
Oleh HASAN BASRI TANJUNG
OLEH HASAN BASRI TANJUNG
Setelah enam tahun hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW dan sahabat semakin rindu kampung halaman dan Baitullah. Sampai suatu hari, Nabi SAW bermimpi akan memasuki Masjidil Haram dengan damai.
Tepat bulan Dzulqaidah, beliau bersama 1.400 kaum Muslimin pun berangkat ke Tanah Suci Makkah untuk menunaikan haji dan umrah. Rupanya, kabar tersebut telah sampai ke telinga kaum Quraisy.
Mereka khawatir jika berhaji hanya tipu muslihat agar bisa memasuki Makkah. Pasukan berkuda dipimpin Khalid bin Walid dan Ikrimah Bin Abu Jahal pun mengadang rombongan Nabi SAW. Mengetahui hal tersebut, beliau memilih jalan lain dan akhirnya sampai ke lembah Hudaibiyah.
Nabi SAW mengutus Utsman Bin Affan menemui pemuka Quraisy, tapi upayanya belum berhasil. Lalu, kaum Quraisy mengirim Suhail Bin Amr untuk berunding. Kelihaiannya membuat Umar Bin Khattab sangat geram. Ia juga tidak setuju dengan sikap Nabi SAW yang mengalah atas tuntutan Suhail.
Nabi SAW berkata, “Aku hamba Allah dan rasul-Nya, aku tidak akan melanggar perintah-Nya dan Dia tidak akan menyesatkan aku.” Ali Bin Abi Thalib pun menulis isi perjanjian, tapi ditolak Suhail.
“Bismillahirrahmanirrahim” diganti dengan “bismika allahumma”. “Muhammad Rasulullah” diubah menjadi “Muhammad bin Abdullah”. Akhirnya tercapailah kesepakatan, yakni; Pertama, melakukan genjatan senjata selama dua tahun. Kedua, orang Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad tanpa izin walinya harus dikembalikan, tapi tidak berlaku sebaliknya.
Ketiga, masyarakat Arab yang ingin bersekutu dengan Muhammad diperbolehkan, begitu pun sebaliknya. Keempat, tahun ini Muhammad dan sahabatnya harus keluar dari Makkah dan akan kembali dua tahun berikutnya.
Perjanjian ini kemudian dikenal dengan Perjanjian Hudaibiyah (shulhul hudaibiyah). Dalam perjalanan kembali ke Madinah, turunlah Surah al-Fath yang membenarkan sikap Nabi SAW tersebut.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus" (QS 48: 1-2).
Muhammad Husein Haikal, dalam buku “Sejarah Hidup Muhammad” menegaskan, Perjanjian Hudaibiyah merupakan kemenangan nyata. Isi perjanjian tersebut adalah hasil politik yang bijaksana dan pandangan yang jauh, serta besar sekali pengaruhnya terhadap masa depan Islam.
Gencatan senjata selama dua tahun membuat umat Islam lebih aman dan leluasa berdakwah. Dua tahun kemudian, umat Islam membebaskan Makkah dengan 10 ribu pasukan tanpa perlawanan berarti (Fathul Makkah).
Jika direnungkan, Nabi SAW hendak mengajarkan sikap elegan dalam menghadapi tantangan dakwah, yakni mengalah. Mengalah bukan kalah, melainkan kearifan dan kecerdasan dalam menyikapi permasalahan. Mengalah adalah wujud kesabaran dan kerendahan hati yang akan berbuah keberuntungan. (QS 70: 5). Terbukti, setelah Fathul Makkah, umat manusia pun berbondong-bondong masuk Islam. (QS 110:1-3).
Walhasil, mengalah itu indah. Termasuk pula mengalah dengan menjaga jarak, tetap di rumah, memakai masker dan mencuci tangan untuk melindungi diri dan keluarga dari penularan Covid-19 yang semakin mengganas.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.