Nasional
PAN Enggan Revisi UU Pemilu
Komisi II menargetkan pembahasan revisi UU Pemilu selesai pertengahan 2021.
JAKARTA — Partai Amanat Nasional (PAN) meminta DPR dan pemerintah menunda revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengaku menghormati usulan berbagai pihak untuk merevisi UU Pemilu. Namun, ia mendorong agar UU yang saat ini drafnya sudah diajukan Komisi II ke Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk tidak direvisi.
"UU yang ada saat ini relatif masih sangat baru dan baru dipakai secara formal dalam kurun waktu empat sampai lima tahun terakhir. Sejauh ini penyelenggaraan pemilu yang dilakukan dengan undang-undang ini berjalan cukup baik," tutur Zulkifli di Ruang Fraksi PAN DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/1).
Menurut dia, UU Pemilu yang ada saat ini masih sesuai dengan kondisi politik saat ini. Ia mengingatkan proses revisi UU memakan waktu yang lama dan membutuhkan aspirasi dari berbagai pihak. Termasuk kepentingan partai politik, pemerintah, pusat, dan daerah, penyelenggara pemilu, masyarakat, dan civil society. “Padahal, mengubah undang-undang yang ada, tidak ada jaminan akan lebih baik dari yang ada saat," ujar Zulkifli.
PAN berpendapat, UU Pemilu yang ada saat ini masih bisa digunakan sekira dua hingga tiga pemilu lagi. Bahkan, Zulkifli menilai, revisi UU Pemilu berpotensi memunculkan kegaduhan politik kembali setelah masyarakat mulai bersatu pasca-Pilpres 2019 kemarin.
Untuk saat ini, PAN mendorong semua pihak untuk memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19. PAN menyarankan DPR dan pemerintah menyatukan masyarakat Indonesia yang dinilai sempat terbelah karena Pemilu 2019. “Kita tetap fokus pada Covid-19, ekonomi, dan pererat persaudaraan kebangsaan kita kembali," kata Zulkifli.
Desakan PAN ini sudah disuarakan di Baleg DPR yang saat ini tengah membahas draf RUU Pemilu yang diusulkan Komisi II DPR. Bahkan, anggota Komisi II dari Fraksi PAN Guspardi Gaus juga meminta lembaganya membatalkan pembahasan RUU Pemilu.
“Banyak hal yang fundamental dijadikan alasan agar RUU Pemilu ditunda atau dibatalkan untuk dibahas. Setelah dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif, terutama menyangkut kasus pandemi Covid-19 yang makin mengganas," kata dia.
Selain PAN, dua fraksi lain yang meminta draf RUU Pemilu dari Komisi II disempurnakan adalah Golkar dan Gerindra. Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengakui pembahasan RUU Pemilu sudah tak sesuai target awal pembahasan. Doli mengaku, ia menargetkan agar RUU Pemilu dapat diselesaikan pada pertengahan 2021. Itu dilakukan untuk mengejar pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2022 dan 2023. Target tersebut dapat terealisasi, asalkan pembahasan RUU tersebut dimulai pada 2020.
Namun, hal tersebut urung terjadi karena masih adanya dinamika penunjukan pembahasan di DPR. "Awalnya saya di masa sidang kemarin sebelum akhir tahun 2020 sudah dilakukan pembahasan, tapi ternyata masih ada dinamika berkembang, sehingga belum dikembalikan ke Komisi II," ujar Doli.
Pasal kontroversial
Sejumlah isu menjadi pembahasan krusial pada rencana revisi UU Pemilu kali ini. Antara lain, ambang batas parlemen dan presiden, keserentakan pemilu, hingga digitalisasi pemilu. Namun, dalam draf revisi UU Pemilu yang diajukan Komisi II, muncul satu maslaah kontroversial terkait komposisi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, Pasal 16 ayat 7 dalam draf RUU Pemilu per 26 November 2020 berisi ketentuan komposisi keanggotaan KPU. Keanggotaan KPU memperhatikan keterwakilan partai politik (parpol) secara proporsional berdasarkan hasil pemilu sebelumnya.
"Dalam RUU Pemilu ini ada ketentuan kontroversial dalam Pasal 16 ayat (7), yang berbunyi: Komposisi keanggotaan KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota memperhatikan keterwakilan partai politik secara proporsional berdasarkan hasil pemilu sebelumnya," ujar Titi.
Padahal, dalam Pasal 13 ayat 4 disebutkan, KPU bebas dari pengaruh pihak manapun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya dalam menyelenggarakan pemilu. Ketentuan ini berada dalam Buku Kedua tentang Penyelenggara Pemilu pada bab I terkait kedudukan, susunan, dan keanggotaan KPU.
Kutipan kalau kurang: Pasal 16 ayat (7), yang berbunyi: Komposisi keanggotaan KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota memperhatikan keterwakilan partai politik.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.