Kabar Utama
KLHK: Banjir Kalsel Akibat Cuaca Ekstrem
Lapan pada akhir pekan lalu menyampaikan, penyempitan kawasan hutan telah meningkatkan risiko banjir di Kalsel.
JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan evaluasi mengenai penyebab banjir besar di Kalimantan Selatan (Kalsel). Menurut KLHK, lokasi banjir berada di sepanjang alur Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang kondisi infrastruktur ekologisnya sudah tidak memadai, sehingga tidak mampu menampung aliran air yang masuk.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Karliansyah mengatakan, banjir dengan ketinggian 0,5-2 meter bahkan 4 meter terjadi sejak 10-17 Januari 2021 di 11 dari 13 kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Tabalong dan Kotabaru.
"Penyebab banjir secara umum pada DAS Barito yang berada di wilayah Kalsel terjadi akibat cuaca ekstrem," kata Karliansyah dalam diskusi virtual, Selasa (19/1).
Menurut dia, curah hujan harian pada 9-13 Januari 2021 lebih tinggi delapan sampai sembilan kali lipat dibandingkan curah hujan normal pada Januari 2020. Air yang masuk ke sungai Barito sebanyak 2,08 miliar meter kubik melebihi kapasitas sungai kondisi normal yang hanya dapat menampung air 238 juta meter kubik.
Di sisi lain, kata Karliansyah, sistem drainase pun tidak mampu mengalirkan air dengan volume yang besar. Daerah banjir berada pada titik pertemuan dua anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander serta fisiografinya berupa tekuk lereng. Hal itu menyebabkan akumulasi air dengan volume yang besar.
Selain itu, lanjut dia, lokasi banjir umumnya berada di daerah datar, elevansi rendah, dan bermuara di laut, sehingga merupakan daerah akumulasi air dengan tingkat drainase rendah. Ditambah lagi ada beda tinggi hulu-hilir yang sangat besar, sehingga pasokan air dari hulu dengan energi dan volume yang besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan menggenangi dataran.
DAS Barito merupakan DAS lintas provinsi dengan total luas 6,2 juta hektare dan yang melintasi Kalimantan Selatan seluas 1,8 juta hektare. Dari luas itu, proporsi luas areal berhutan DAS Barito di Kalsel hanya 18,2 persen, terdiri atas hutan alam 15 persen dan 3,2 persen hutan tanaman.
Sedangkan sisanya seluas 81,8 persen merupakan proporsi luas areal tidak berhutan. Areal ini didominasi pertanian lahan kering campur semak 21,4 persen, sawah 17,8 persen, serta perkebunan seperti sawit dan lainnya 13 persen.
"Dari tahun 1990 sampai 2019, penurunan luas hutan alam itu sebesar 62,8 persen. Yang paling besar terjadi antara tahun 1990 sampai tahun 2000 sebesar 55,5 persen," kata Karliansyah.
Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Hanif Faisol mengatakan, pengurangan luas hutan juga terjadi karena 2,7 juta dari 3,6 juta penduduk Kalsel tinggal di sekitar DAS Barito. Dengan demikian, kegiatan pertanian, perkebunan karet, perkebunan sawit sangat masif di wilayah DAS Barito.
Namun, menurut Hanif, tidak ada pelanggaran yang serius dari pemegang izin usaha pemanfaatan hutan alam, hutan tanaman, maupun izin penggunaan kawasan hutan. Selain itu, kata dia, ada kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di DAS Barito sejak 2010-2019 seluas 10.155 hektare.
"Jadi secara numerik sebenarnya kegiatan RHL di Kalimantan Selatan ini lebih besar daripada lahan kritis di kawasan Barito di angka 5.000 sekian," tutur Hanif.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pada akhir pekan lalu menyampaikan, penyempitan kawasan hutan telah meningkatkan risiko banjir di Kalsel. Hasil analisis Lapan menunjukkan adanya kontribusi penyusutan hutan dalam kurun 10 tahun terakhir terhadap peningkatan risiko banjir di wilayah Kalimantan Selatan.
Data tutupan lahan menunjukkan, dari 2010 sampai 2020 terjadi penyusutan luas hutan primer, hutan sekunder, sawah, dan semak belukar masing-masing 13 ribu hektare (ha), 116 ribu ha, 146 ribu ha, dan 47 ribu ha di Kalsel.
Sedangkan area perkebunan di wilayah itu menurut data perubahan tutupan lahan luasnya bertambah hingga 219 ribu ha.
"Perubahan penutup lahan dalam 10 tahun ini dapat memberikan gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS Barito, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk mendukung upaya mitigasi bencana banjir di kemudian hari," kata Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan M Rokhis Khomaruddin.
View this post on Instagram
Selain itu, hasil analisis curah hujan berdasarkan data satelit Himawari-8 menunjukkan bahwa liputan awan penghasil hujan terjadi sejak 12 hingga 13 Januari 2021 dan masih berlangsung hingga 15 Januari 2021 di wilayah Kalsel. "Curah hujan ini menjadi salah satu penyebab banjir yang melanda Kalsel pada 13 Januari 2021," kata Rokhis.
Lapan juga meneliti luas genangan akibat banjir pada 12 Juli 2020 (sebelum banjir) dan 13 Januari 2021 (saat/setelah banjir) dengan menggunakan data satelit Sentinel 1A. Menurut hasil perhitungan, banjir menimbulkan genangan paling luas di Kabupaten Barito Kuala (sekitar 60 ribu ha) disusul Kabupaten Banjar (sekitar 40 ribu ha), Kabupaten Tanah Laut (sekitar 29 ribu ha), dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (sekitar 12 ribu ha).
Genangan juga muncul di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (sekitar 11 ribu ha), Kabupaten Tapin (sekitar 11 ribu ha), dan Kabupaten Tabalong (sekitar 10 ribu ha). Sementara di Kabupaten Balangan, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Hulu Sungai Utara, Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Murung Raya luas genangannya menurut data Lapan antara delapan ribu sampai 10 ribu ha.
Hasil analisa curah hujan dengan data satelit Himawari-8, menunjukkan bahwa liputan awan penghasil hujan terjadi sejak tanggal 12 Januari 2021 hingga 13 Januari 2021 dan masih berlangsung hingga tanggal 15 Januari 2021. Baca selengkapnya https://t.co/56NvPWcVNj pic.twitter.com/9ciRRKBrwS — LAPAN (LAPAN_RI) January 17, 2021
Tim tanggap darurat bencana Lapan menganalisis penyebab banjir yang terjadi 12 sampai 13 Januari 2021 di Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan data cuaca dan luas tutupan lahan. Lapan menganalisis perubahan tutupan lahan di DAS Barito menggunakan data mosaik Landsat tahun 2010 dan 2020.
Data-data yang digunakan merupakan data satelit penginderaan jauh dengan resolusi menengah. Hasil pengolahan data masih bersifat estimasi, belum dilakukan verifikasi serta validasi untuk mengetahui tingkat akurasinya.
Meluas
Kejadian banjir dan banjir bandang belakangan juga meluas ke berbagai wilayah di Indonesia. Lokasi banjir tersebar dari Aceh hingga Halmahera Utara, Maluku Utara.
Dari wilayah paling barat, ratusan hektare lahan persawahan masyarakat di Kabupaten Pidie, Aceh, terendam banjir yang melanda sejumlah kawasan tersebut sejak dua hari terakhir. "Berdasarkan data sementara, seluas 958,25 hektare lahan persawahan di Pidie terendam banjir," kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Pidie Sofyan, yang dihubungi dari Banda Aceh, Selasa.
Sofyan menyebutkan, lahan persawahan yang terendam banjir itu tersebar di beberapa kecamatan, yakni Peukan Baro dan Simpang Tiga masing-masing satu hektare, Kembang Tanjong 69 hektare, Glumpang Baro 19 hektare, Glumpang Tiga dua hektare, dan Mutiara Timur tujuh hektare.
Kemudian, Kecamatan Keumala 0,5 hektare, Pidie 27,5 hektare, Mila 44 hektare, Padang Tiji seluas 362 hektare, dan paling luas di Delima mencapai 425,25 hektare. "Paling tinggi yang terendam banjir itu dua kecamatan, yaitu Padang Tiji dan Delima," ujar Sofyan.
Banjir bandang juga melanda Komplek Gunung Mas, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, pada Selasa (19/1). Kejadian tersebut diperkirakan terjadi pukul 09.00 WIB. “Akibat hujan deras yang terus-menerus, kali daerah setempat meluap dan mengakibatkan banjir bandang,” ujar Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, Budi Pranowo, Selasa (19/1).
Kepala Desa Tugu Selatan, M Eko Windiana menjelaskan, akibat kejadian tersebut terjadi kerusakan yang luar biasa di sejumlah bangunan setempat. Diperkirakan, untuk sementara, ada sekitar tujuh bangunan yang terdampak.
Dua desa di Kabupaten Jember, Jawa Timur, diterjang banjir susulan pada Senin (18/1) malam hingga Selasa, akibat hujan deras yang mengguyur wilayah setempat. Dua desa yang dilanda banjir susulan, yakni Desa Curahnongko dan Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jember, Heru Widagdo mengatakan, beberapa warga sudah mulai mengungsi di rumah saudaranya, yang lokasinya aman dari genangan banjir. Namun, ada juga sebagian warga yang mengungsi di posko pengungsian di Kantor Desa Wonoasri pada pukul 04.00 WIB. "Ada sekitar 10 orang yang mengungsi di posko pengungsian dan sebagian besar anak-anak dan lansia," tuturnya.
Di Pulau Kalimantan, selain di Kalimantan Selatan, banjir juga terjadi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara). Setidaknya ratusan rumah di sana dilaporkan terendam air bah.
"Hujan dengan intensitas tinggi mengakibatkan luapan pada daerah aliran sungai (DAS) Sungai Sembakung, dengan ketinggian permukaan air mencapai 100 sentimeter," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati, dalam keterangan pada Selasa (19/1).
Raditya menyebut beberapa lokasi terdampak banjir, antara lain, Kecamatan Sembakung, Desa Atap, Desa B. Bagu, Desa Labuk, Desa Pagar, Desa Tujung, Desa M. Bungkul, Desa Lubukan, Desa Tagul, Desa Pelaju, dan Desa Tepian. Hal ini berdasarkan data yang dihimpun hingga 19 Januari 2021 pukul 11.10 WIB.
"Tercatat kerugian materil, antara lain 533 unit rumah terendam, satu unit masjid terendam, satu unit posyandu terendam, satu unit pustu terendam, 115 hektare lahan sawah terendam, dua hektare lahan kebun terendam yang berdampak pada 2.752 jiwa," ujar Raditya.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini juga meninjau kondisi warga terdampak banjir Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, kemarin. Risma mengemukakan dirinya telah menyiapkan personel Tagana untuk membantu warga, yang menjadi korban agar mendapatkan kebutuhan, berupa makanan dan minuman.
Selain itu, ada rumah yang rusak harus didata untuk diajukan ke Kementerian Sosial. Dengan demikian, dapat meringankan beban warga, yang terkena dampak banjir Halmahera Utara. Untuk pembangunan jembatan yang rusak disampaikan ke Kementerian PUPR agar dapat dilakukan pengerjaan.
Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba mengatakan, bantuan telah tersalur kepada 1.537 kepala keluarga dan 6.963 jiwa yang terdampak banjir Halmahera Utara. Dia menyebut, sebagian besar 36 ribu jiwa penduduk Galela terdampak putusnya jembatan penghubung kecamatan sehingga memengaruhi akses ekonomi masyarakat.
Banjir tersebut diakibatkan oleh hujan dengan intensitas ringan hingga lebat, yang disertai angin kencang dalam durasi waktu yang lama, pada Jumat (15/1) mulai pukul 16.00 WIT hingga Sabtu (16/1).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.